bc

The Barista : Bloody Coffee

book_age18+
327
FOLLOW
1.1K
READ
murder
revenge
dark
counterattack
tragedy
bxg
heavy
cheating
coming of age
whodunnit
like
intro-logo
Blurb

Di tengah pusat kota yang sibuk akan aktifitas warganya, terdapat sebuah kedai kopi kecil bernama Red Coffee yang menjadi tempat warga untuk sedikit melepaskan penat di tengah kesibukan mereka. Tetapi ada sesuatu yang tidak diketahui oleh warga. Di balik kedai kopi yang tenang tersebut, terdapat sebuah ruangan rahasia yang menjadi tempat barista kedai tersebut melakukan sesuatu yang lain, yaitu operasi mata-mata rahasia The Barista, yang berisi banyak pelaku bisnis kopi yang merangkap sebagai agen rahasia.

Dialah Rin, seorang petarung jalanan dan sekaligus korban dari sebuah kasus pembunuhan satu keluarga konglomerat, mendapatkan kesempatan untuk bergabung menjadi agen The Barista demi mengungkap kasus pembunuhan keluarganya. Bagaimana cara Rin dan The Barista mengungkap kasus pembunuhan tersebut?

Cover by @summer.bwi

chap-preview
Free preview
Pembantaian
*Ting.. Ting.. "Fyuh, saatnya aku masuk ke dalam arena," perasaan berdebar masih aku rasakan meski aku sudah beberapa kali memasuki arena ini. Aku yakin dengan kemampuanku saat ini, tiket final pasti akan kudapatkan dengan mudah. Kulangkahkan kakiku menuju arena beriringan dengan sorak sorai penonton yang memanggil namaku. "Bianka, I love you!!" "Bianka, aku padamu!!" "Bianka, dadamu bagus sekali!!" "Kau milikku, Bianka!!" "Akan kujilat pantatmu malam ini sayangku!!" "Postermu di kamarku penuh cairan putih, Bianka!!" Dan banyak suara lain dari penonton yang aku dengar. Kebanyakan memang suara umpatan jorok dari penonton, dan aku mewajari hal itu. Aku tahu, lingkungan pertarungan jalanan yang aku lakukan saat ini, memang penuh dengan manusia kotor kelas bawah yang tidak memiliki tata krama. Tetapi aku membulatkan tekadku untuk memasuki arena ini, karena aku memiliki sebuah tujuan besar. Lalu apa tujuanku? Untuk sampai ada cerita tersebut, aku akan membuka buku harianku ketika aku masih berusia belia kepada kalian. Apa? Bianka? Kalian tidak akan mengenal Bianka di dalam buku harianku, karena Bianka bukanlah namaku yang sebenarnya. 22 Juli 2016 Hari ini adalah hari terakhir aku ujian, dan hari pertama aku memutuskan untuk menulis sebuah buku harian karena ada kejadian penting dalam hidupku. Aku tidak tahu, apakah buku harian ini kelak akan hilang, atau jatuh ke tangan orang lain, atau aku baca sendiri. Aku hanya akan mengasumsikan jika seseorang yang membaca buku harianku adalah orang lain. Hai pembacaku, jika kau berpikir kejadian penting itu adalah hari kenaikan kelasku, kalian salah besar. Karena kejadian ini tidak akan pernah aku lupakan sepanjang hidupku. Kejadian ini dimulai saat siang hari, selepas aku menyelesaikan ujianku di sekolah. Siang itu, langit yang semula cerah, menjadi mendung dan banyak butiran air yang terjatuh dari atas. Jika kalian menganggap aku terlalu puitis, maka aku akan sebut saja kejadian itu dengan hujan. Hujan deras yang turun mendadak menimbulkan aroma aneh yang menyenangkan. Mungkin kalian berpikir aku aneh, karena aku sangat suka dengan aroma hujan yang berpadu dengan debu kering perkotaan. Satu jam sudah aku menunggu pak sopirku yang tak kunjung datang. Biasanya, hanya butuh 20 menit dari rumahku menuju sekolah dengan mobil pribadi. Di tengah kegelisahanku, datang seseorang yang sangat aku kenal setahun ke belakang karena dia adalah teman pertamaku di sekolah ini. "Hei nona muda, kenapa tumben sekali kau belum pulang?" Celetuk Daniel saat melihatku. "Cih, di antara semua pria tampan di sekolah ini, kenapa kau yang harus muncul, Daniel?" Sahutku. "Jadi kau tidak suka aku berada di sini? Baiklah, aku akan pergi dari sini." Daniel berbalik seakan ingin meninggalkanku. Tetapi aku tahu jika dia hanya bercanda. "Pantas saja kau tidak memiliki seorang kekasih, Daniel. Kau sama sekali bukan pribadi yang menyenangkan." Ejekku. "Hei, tidak baik berkata seperti itu, Rin. Kau sendiri terlalu memilih lelaki sehingga sekarang pun kau tidak memiliki kekasih." Daniel berbalik mengejekku. Rin? Iya, Rin adalah namaku. Rin Abriana Lee tepatnya. Dan pria di sampingku adalah Daniel, Daniel Rahmadi. Jika mendengar cerita dari Daniel, dia berkata bahwa secara fisik, aku merupakan gadis dengan pesona cukup tinggi. Ayahku berasal dari Belanda, dan ibuku berasal dari Korea. Perpaduan manis di antara keduanya menghasilkan keturunan dengan kualitas fisik unggul idaman lelaki di sekolahku. Namun apakah Daniel juga menyukaiku? Entahlah. Karena bagi Daniel, dia hanya menyukai gadis dengan kecerdasan di atas rata-rata. Dan dari situ aku sadar jika yang dia maksud bukanlah diriku. Haha, tebakan kalian benar. Aku salah satu murid terbodoh di kelasku. Sedangkan Daniel? Aku juga tidak terlalu memiliki rasa lebih kepadanya. Secara fisik dia sangat biasa. Wajahnya juga biasa, secara kelas ekonomi juga biasa. Aku dapat membayangkan jika aku berhubungan serius dengan seseorang seperti Daniel, orang tuaku jelas menolak mentah-mentah karena orang tuaku sangat menjunjung tinggi status sosial dan ekonomi. Namun satu hal yang aku suka dari Daniel. Dia adalah pribadi yang cerdas, logis, dan selalu pandai menempatkan diri sehingga meskipun dia orang biasa, banyak orang yang menghormati Daniel. "Kenapa kau belum dijemput, Rin?" Daniel sedikit khawatir terhadapku rupanya. "Entahlah, Daniel. Aku mulai khawatir." Sahutku dengan wajah yang mulai aku tekuk. "Bagaimana jika aku mengantarmu? Terlalu lama di sekolah juga tidak baik, Rin." Ucap Daniel. "Ha? Kau mengantarku? Dengan motor milikmu itu? Tidak tidak tidak. Lebih baik aku berkarat di sekolah daripada ikut denganmu." Ejekku kepada Daniel. "Kasar sekali kau nona muda. Tidak ada lelaki yang akan tertarik dengan wanita kasar sepertimu." Daniel membalas ejekanku. "Ingat posisimu anak muda, jika ayahku mengetahui kau mengantarku pulang, kau akan dikeluarkan dari sekolah." Aku sengaja bercanda dengan memberikan sedikit ancaman kepadanya. "Haha, aku sangat mengenal ayahmu, Rin. Kau cukup bilang kepadaku jika kau takut badanmu gatal karena naik motor." Daniel berbalik mengejekku. "Hah, dasar kau Daniel. Tapi aku merasa tidak memiliki pilihan lain saat ini. Tapi kau harus ingat, aku memakai baju putih saat ini. Jika kau menatap sesuatu yang tidak seharusnya kau tatap, akan kubuat kau buta saat itu juga." Kupelototi Daniel pertanda ancamanku terhadapnya tidak bercanda. "Ucapanmu seakan kau baru mengenalku kemarin, Rin." Ucap daniel dengan sedikit terkekeh. Jangan kalian anggap serius obrolanku dengan Daniel. Aku sangat mengenal Daniel, bahkan mungkin terlalu mengenalnya sehingga banyak candaan yang tidak seharusnya diucapkan kepada orang lain, terucap kepada Daniel. Hanya Daniel, bukan ke orang lain. Aku akhirnya meng-iya-kan tawaran Daniel. Aku pulang dengan keadaan basah kuyup. Sekitar 15 menit perjalanan karena Daniel sangat mengenal jalan tikus menuju rumahku sehingga sedikit mempersingkat perjalanan. Dan kejadian penting di hidupku dimulai di sini. Rumahku dilengkapi dengan gerbang yang cukup tinggi, dan dijaga oleh seorang satpam di bagian luar pintu gerbangnya. Saat aku tiba di depan rumah, aku tidak melihat satpam dan gerbang rumahku sedikit terbuka. Entah dari mana datangnya pikiran ini, tetapi aku merasa jika ada sesuatu yang salah pada rumahku siang itu. Hawa cukup pekat menyelimuti sekitar rumahku membuat suasana menjadi sangat tidak nyaman di dalam kepalaku. "Daniel, kau bisa mengantarku sampai ke dalam?" aku belum turun dari motor Daniel saat itu. "Kenapa Rin?" Daniel menatapku bingung dengan mengangkat sebelah alisnya. "Oh baiklah aku mengerti. Ada sesuatu yang salah di sini." Daniel melanjutkan kalimatnya. Daniel merasakan hawa yang salah juga dari rumahku. Kulangkahkan kakiku pelan memasuki rumah, Daniel memarkirkan motornya di depan gerbang lalu mengikutiku dari belakang. Setelah memasuki gerbang, aku dan Daniel melihat pintu utama rumahku juga sedikit terbuka. Saat kami sampai di depan pintu, "Rin, kau mencium sesuatu?" tanya Daniel dengan ekspresi heran. "Anyir, darah, Daniel!?"mataku terbuka lebar menatap Daniel. Daniel bergegas membuka pintu. Sesaat setelah pintu terbuka, kami berdiri mematung di tengah pintu melihat pemandangan yang menyeramkan. Banyak darah berceceran di perabotan rumah, serta beberapa mayat tergeletak di ruang tamu. Aku tidak terlalu fokus melihat beberapa jasad lain, namun aku melihat jasad ayah dan ibuku tergeletak dengan mata terbuka lebar dan mulut menganga seperti menahan raut muka penuh ketakutan. Aku terkejut dan berteriak sejadinya. "Ayah, ibu, Aaaaarrrgghhh!" aku berteriak histeris. "Ayah! Ibu! Siapa yang melakukan semuanya? Ayah! Ibu! Bangunlah!! Hiks ayah, ibu, aku mohon bangunlah," air mataku tidak dapat aku bendung lagi. Aku menangis sejadi-jadinya melihat semua anggota keluargaku terbunuh. Di tengah isak tangisku, Daniel sibuk berkeliling mencari apapun yang dapat menjelaskan apa yang tengah terjadi saat ini. Sekilas aku lihat Daniel berlari ke belakang, lalu kembali ke depan, kemudian berlari lagi ke ruang samping seperti mencari sebuah petunjuk atas apa yang sedang terjadi di depan matanya. "Rin, di mana ruang CCTV?" Daniel membuyarkan lamunanku. "CCTV? Kau benar! CCTV! Ayo ikut aku!" Aku mengajak Daniel ke ruang CCTV berharap ada petunjuk di sana. Daniel menyadari jika rumahku dilengkapi dengan CCTV. Aku bersyukur memiliki Daniel di saat seperti ini. Dia masih dapat mempertahankan fokusnya untuk tetap berpikir realistis di saat genting seperti ini. Sayangnya harapan kami sirna. Para pelaku sudah mengambil kartu memori CCTV rumahku dan menghancurkan decoder-nya. Aku menangis semakin histeris, Daniel berusaha menenangkanku dengan memelukku erat. Sesaat, aku merasa hangat dan nyaman berada dalam pelukan Daniel. Namun mataku semakin lama semakin berat, pandanganku kabur, dan aku tidak mengingat apapun setelah itu. Saat aku bangun, semua terasa gelap. Jam di ponselku menunjukkan pukul 23.23 tengah malam. Badanku masih bergetar setelah kejadian yang menimpaku siang ini. Aku tidak bisa mengingat apapun yang terjadi setelah aku pingsan. Akhirnya aku beranikan diri mengambil sebuah buku catatan dari dalam tasku, dan mulai menulis ini semua. Dear diary, aku tahu jika hari ini berat. Namun aku yakin jika di balik ini semua, aku akan menemukan sedikit cahaya yang dapat menjadi penerang di kehidupanku. Kututup buku harianku hari ini dengan bintang harapan. Dan aku akan pastikan bintang harapanku akan selalu bersinar.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.8K
bc

My Devil Billionaire

read
94.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook