Prolog
“Kita pindah ke luar negeri,” ujar Fanya, Mama Aurora yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Aurora yang malam itu sedang bergelut dengan soal-soal tes mendongak seraya mengerutkan keningnya heran.
“Pindah ke mana, Ma? Bukannya pekerjaan Mama ada di sini?” tanya Aurora
“Ke Las Vegas. Mama dipindahtugaskan di sana.”
Aurora terlonjak. “Las Vegas? Tapi kuliah Aurora?”
“Kamu bisa kuliah di sana. Usahakan mendapat beasiswa. Apa gunanya punya otak pintar jika tidak digunakan?”
Aurora menunduk seraya mengigit bibir bawahnya. Tak bisa dipungkiri Aurora merasa sedih. “Kalau… kalau Aurora tinggal di Indonesia sama papa, Mama akan izinkan?”
Fanya melipat tangannya di dada seraya tersenyum mengejek. “Menurut kamu Mama akan izinkan kamu tinggal bersama laki-laki itu? Jangan harap Aurora! Mama sudah mati-matian memenangkan hak asuh kamu di pengadilan dulu. Lagian juga kamu mau tinggal serumah dengan istri baru laki-laki itu?” omel Fanya kesal.
Aurora semakin menunduk dalam. Pindah ke luar negeri? Aurora tidak pernah membayangkan hal itu sebelumnya. Apalagi di Las Vegas yang terkenal dengan banyak hal gelap. Tak bisa dipungkiri Aurora sedikit takut.
Mama dan Papa Aurora bercerai saat ia duduk di bangku SMP. Kini papanya menikah lagi, sedangkan mamanya sama seperti dulu, gila kerja. Hal itu adalah salah satu dari banyak hal kenapa orang tuanya bercerai. Selalu pertengkaran yang terjadi jika Papa Aurora menyuruh mamanya untuk berhenti bekerja dan fokus mengurus keluarga.
Aurora sakit hati tentang perceraian keluarganya. Tapi ia tidak bisa melakukan banyak hal. Aurora berusaha untuk mengerti meski susah. Ia akan lapang dada menerima kenyataan jika perceraian kedua orang tuanya membuat keduanya bahagia dan tidak menderita.
“Kapan, Ma?” tanya Aurora.
“Mama harus mengurus banyak hal. Beberapa bulan lagi kita akan pindah. Mama bilang di awal agar kamu tidak terkejut kalau tiba-tiba kita pindah. Kamu persiapkan saja. Cari tahu tentang universitas di sana. Jangan lupa belajar. Mama percaya sama kamu.”
Aurora tersenyum seraya mengangguk, “Iya, Ma.”
Fanya menghampiri putrinya yang masih duduk di kursi belajar. Wanita itu mengecup puncak kepala Aurora kemudian mengelusnya lembut. “Mama sayang kamu.”
“Aurora juga sayang Mama.”
“Ya udah habis belajar kamu langsung istirahat. Jangan lupa minum vitamin.”
“Iya, Ma.”
- To be continued -