bc

Istri yang (Tak) Diharapkan

book_age16+
3.3K
FOLLOW
42.5K
READ
HE
second chance
doctor
drama
twisted
bxg
female lead
wife
husband
Neglected
like
intro-logo
Blurb

Dipaksa menikahi Tari yang memiliki bekas luka fatal di wajah sebelah kanan, merupakan mimpi buruk bagi Sam. Jangankan menyentuh, melirik dan memiliki urusan dengan Tari saja, Sam tidak sudi. Satu-satunya hal yang Sam inginkan hanyalah perceraian.

Di lain sisi, tak mendapat nafkah dari Sam membuat Tari terpaksa bekerja menjadi SPG. Karena pekerjaan itu pula, Tari berdandan cantik tanpa izin sekaligus sepengetahuan Sam. Namun usaha Tari menjadi istri mandiri sia-sia. Karena yang ada, Sam justru menceraikannya dengan dalih, pria itu mencintai wanita lain.

Setelah talak terucap dan Tari juga pergi dari rumah Sam, Sam baru menyadari bahwa SPG cantik yang ia cintai merupakan Tari, istri yang tak ia harapkan sekaligus telah ia buang. Sam menyesal dan ingin kembali memiliki Tari. Namun di waktu yang sama, Titan adik Sam justru menegaskan mencintai Tari. Titan bahkan tidak segan merebut Tari dari Sam.

Akankah Sam membiarkan Tari dimiliki pria lain bahkan oleh Titan adiknya sendiri? Dan akankah, Tari juga bisa menjadi istri yang diharapkan?

chap-preview
Free preview
Episode 1 : Wanita yang Sama
Episode 1 : Wanita yang Sama Hari-hari Sam menjadi terasa membosankan, terlebih jika pria itu mengingat statusnya yang sekarang. Sam tak lagi sendiri. Menanti wanita idaman untuk dijadikan istri pun tak lagi pria itu jalani. Yang ada, Sam nyaris depresi lantaran sebuah perjodohan telah mengikat bahkan menjebaknya. Terlepas dari itu, Sam juga merasa dipermainkan bahkan ditipu mentah-mentah. Dan satu-satunya hal yang Sam harapkan adalah perpisahan. Sam ingin secepatnya menceraikan Tari sang istri! Lain halnya dengan Sam, Tari sang istri justru selalu berdebar-debar, tatkala wanita berusia dua puluh empat tahun itu mengingat statusnya yang sekarang. Tari telah menjadi seorang istri. Hari-hari Tari menjadi menyenangkan sekaligus menegangkan, di setiap Tari mengingat sang suami. Sam, pria itu adalah Sam. Pria pertama sekaligus terakhir yang akan Tari pastikan menjadi cintanya. Semenjak menikah dan menjadi istri Sam, Tari tak hanya menghabiskan waktunya untuk mengurus rumah. Sebab wanita ayu berkulit kuning langsat itu juga sibuk menyiapkan aneka masakan untuk Sam. Namun dari semuanya, hal yang paling membuat Tari tegang sekaligus tidak sabar, ialah ketika malam menyelimuti kehidupan. Karena bila malam tiba, Tari akan menunggu kepulangan Sam.  Terkadang, Tari menunggu Sam sambil mengamati setiap masakan yang ia racik menggunakan bumbu kasih sayang. Namun tak jarang, wanita itu justru mondar-mandir memastikan kepulangan Sam, yang tak kunjung datang. Karena selain kerap pulang larut malam, terkadang Sam justru tidak pulang. Dan kalaupun pria itu pulang, semua masakan yang Tari siapkan tidak pernah Sam sentuh, bahkan sekadar Sam lirik. Kendati demikian, Tari tidak pernah menyerah. Wanita itu akan menyiapkan banyak makanan di kemudian hari, dengan racikan kasih sayang yang jauh lebih melimpah, untuk sang suami. Tak lupa, Tari juga selalu berdoa kepada Tuhan, agar Sang Pemilik Kehidupan menciptakan banyak cinta dalam diri Sam, untuk Tari. Tentu, Tari tidak mati rasa. Wanita itu sadar, sang suami masih belum bisa menerima kehadirannya. Bahkan terkadang, Tari merasa Sam sudah keterlaluan. Karena walau mereka ‘ada’ atas perjodohan, tetapi Tari sudah berusaha memberikan yang terbaik. Ya, pernikahan Sam dan Tari memang ada karena alm. Ibu Sam yang mengharapkannya. Alm. Ibu Sam menjodohkan Tari dan Sam yang sebelumnya, tidak saling kenal. Tari hanya mengenal Titan adik Sam, lantaran mereka yang seumuran, memang bersahabat. Selebihnya, Tari sungguh tidak mengenal Sam yang sudah lama hijrah dan bekerja di Jakarta, kendati mereka berasa dari kampung yang sama. Namun, ketika memikirkan balasan Sam, memikirkan setiap sikap dingin yang selalu Tari dapatkan dari suaminya itu, hati Tari menjadi terasa sangat sakit. Seolah banyak benda tajam yang menyerang di sana. Di mana keadaan tersebut juga kerap membuat Tari menangis dalam waktu yang sangat lama.  Sungguh, Tari bukanlah wanita kuat apalagi tangguh. Karena Tari juga wanita biasa yang bahkan akan menjadi sangat rapuh jika harus terus-menerus mendapatkan sikap dingin dari suaminya sendiri. Yang ada, Tari selalu menangis di tengah rasa sepi yang kadang membuat wanita itu merasa, hidupnya sangat tidak berguna bahkan sia-sia. Terlebih setelah menikah, pria yang telah menikahinya sama sekali tidak menganggapnya. Tari sadar itu; Sam tidak menganggap bahkan sekadar mengharapkannya. Jangankan menyentuh, menatap bahkan melirik saja, Sam tidak pernah melakukannya kepada Tari. Sam terlihat enggan, atau mungkin memang tidak sudi. Tari sungguh hanya bisa pasrah sambil terus melangitkan doa-doa terbaiknya, untuk hubungannya dengan Sam. *** Malam ini, Sam bertekad mengakhiri dan mengatakan rahasia yang selama ini ia sembunyikan dari Tari. Mengenai Sam yang ingin secepatnya mengakhiri hubungannya dengan wanita itu. Dan meski berkomunikasi dengan Tari merupakan hal yang paling Sam benci setelah wanita itu menjadi bagian dari hidupnya, tetapi Sam harus segera melakukannya agar wanita itu tak lagi ada dalam hidupnya untuk selama-lamanya. Ketika pintu rumah terbuka dan wajah Tari langsung menyambutnya penuh senyum layaknya biasa, Sam segera berkata, “aku mau bicara penting!” Seperti biasa, ia langsung menepis tatapan Tari. Muak rasanya bila harus menatap wajah wanita itu meski hanya sebentar saja. Meski Sam kembali bersikap dingin, tapi Tari segera mengangguk seiring rasa gugup yang menjadi bertambah. Pun meski tak biasanya, Sam sampai mengajaknya berbicara. “Iya, Mas. Silakan. Ayo masuk. Mas pasti capek. Kita bicara di dalam. Mas mau aku siapin minum dulu? Mas mau minum apa?” Tari menyadari, jantungnya sampai berdetak lebih cepat saking tegang sekaligus gugupnya ia menghadapi Sam. Sam tak kunjung menjawab. Karena seperti sebelumnya, memiliki hubungan dengan Tari apalagi sampai membuatnya menghabiskan waktu lama, hanya akan membuatnya muak, terlepas dari ia yang juga semakin membenci wanita itu.  Sam tak sengaja melihat bantal sofa tergeletak di lantai sebelah sofa. Dari tatapannya yang menjadi sinis mengamati hal tersebut, Tari yakin suaminya merasa kurang nyaman atas kenyataan tersebut. “Tadi Titan ke sini,” ucap Tari yang langsung bergegas memungut bantal sofanya.  Tari membenarkan bantal tersebut dengan perasaan tegang, tak ubahnya seorang pelayan yang sangat takut kepada sang majikan. Karena meski Sam selalu bersikap dingin kepada Tari, tetapi malam ini pria itu jauh lebih dingin bahkan bengis dari biasanya. Tari sungguh tidak paham, kenapa Sam seolah sangat membencinya. Apakah Tari telah melakukan kesalahan fatal, padahal sejauh ini, Tari selalu berusaha menjadi istri yang baik bahkan mandiri? Titan sendiri merupakan adik Sam. Dan orang tua mereka hanya memiliki Titan dan Sam, sebagai anak. Sedangkan sekarang, Titan yang berusia lima tahun lebih muda dari Sam, sedang menempuh skripsi terakhir. Sam juga ingat, Tari pernah mengatakan, sebelumnya adiknya itu sempat mampir ke rumah, sebelum kedatangan kali ini. “Mas, tadi Titan ke sini,” ucap Tari kala itu, tepat di satu bulan pernikahan mereka. Sam memilih pergi meninggalkan Tari lantaran tak mau kebencian yang ditahan terhadap wanita itu, berujung petaka. Sayangnya, Tari justru menyusul Sam sambil berkata, “u-uang dua juta yang Mas kasih ke aku, ... kan tinggal tujuh ratus ribu. Tapi, ... tapi karena Titan sedang kena musibah, aku kasih sisa uang itu ke Titan ....” Bukannya tertarik terlebih peduli pada apa yang Tari katakan yang bahkan menyangkut Titan, emosi Sam justru meluap. Pria itu refleks balik badan dengan cepat, lantaran baginya, Tari telah lancang dan berani-beraninya berbicara panjang lebar kepadanya. Tari pun langsung berhenti melangkah dan terlihat tegang bahkan ketakutan, layaknya sekarang. Sungguh, kejadian saat itu sangat mirip dengan kejadian sekarang, sampai-sampai, Sam merasa hafal! Karena sekarang, Tari kembali gemetaran tanpa berani menatap Sam, sedangkan kedua tangan wanita itu saling remas di depan perut.  “Menghadapi suami, haruskah setegang ini? Dia seperti ingin menerkam bahkan menghabisiku hidup-hidup! Mas Sam sungguh membuatku takut. Atau memang, sifatnya memang begini?” batin Tari yang kemudian menghela napas dalam demi mengurangi ketegangan sekaligus ketakutannya. “Tadi Titan mampir sebentar, Mas. Selain memberi kabar mengenai tahlilan empat puluh hari meninggalnya ibu, Titan juga bilang kalau satu bulan lagi ... satu bulan lagi dia akan wisuda.” Lega rasanya setelah mengatakan mengenai kedatangan Titan. Tahlilan empat puluh hari meninggalnya sang ibu, langsung menarik perhatian Sam. Sam seolah mendapat titik terang atas kenyataan sekarang. Bahkan boleh dibilang, hal tersebut pula yang membuat tekadnya tak tergoyahkan. Ibu yang menjadi alasan Sam menikahi Tari, telah pergi. Jadi tidak ada alasan untuk Sam bertahan, sedangkan Tari bak neraka nyata dalam kehidupan Sam. “Ri ....” Ini merupakan kali pertama Sam memanggil sekaligus mengajak Tari berkomunikasi, selain saat pria itu mengucapkan ijab-qobul, ketika mereka menikah.  Seharusnya Tari merasa bahagia karena akhirnya Sam mau mengajaknya berkomunikasi. Namun, kenapa wanita itu justru merasa sangat gelisah bahkan sakit? Apakah yang tengah Tari rasakan bertanda buruk? Atau, ini akan menjadi awal baik hubungannya dengan Sam? “Pernikahan kita hanya pernikahan siri.” Sam melanjutkan. “Pernikahan siri ...?” gumam Tari mengulang pernyataan Sam. Setahu Tari, ibu Sam sudah wanti-wanti, agar Sam mengurus kelanjutan pernikahan mereka. Namun hingga detik ini, setelah tiga bulan berlalu dari pernikahan yang terbilang tiba-tiba bahkan tanpa persiapan, pria itu belum memberinya buku nikah layaknya pasangan yang resmi menikah di depan hukum. “Mulai sekarang kamu bebas.” Kata “bebas” yang Sam berikan, membuat Tari bertanya-tanya. Apakah Sam mau membuka hati dan membebaskannya memulai hubungan mereka? Atau ...? “Jadi ...?” Tari memberanikan diri untuk bersuara lantaran apa yang Sam katakan sungguh membuatnya penasaran. Tari sampai menengadah lantaran ia ingin menatap sekaligus memastikan wajah Sam yang memang memiliki tubuh lebih tinggi darinya. “Aku yakin kamu tahu, bertahan dalam hubungan tanpa cinta, hanya membuat kita terluka. Toh, selama kita menikah, aku enggak pernah menyentuh kamu. Jadi, ... kamu sama sekali enggak rugi!” tegas Sam akhirnya. Meski Tari mulai gelisah, tetapi Sam begitu serius menatapnya. Ya, Tari takut, maksud “bebas” yang Sam berikan kepadanya, justru akhir dari pernikahan mereka. Sam, sungguh ingin mengakhiri hubungan mereka! Tari refleks menunduk dalam di antara keresahan yang mulai membuatnya tak kuasa menahan air mata. Tari sungguh sudah tidak tahan dan justru terdampar dalam lembah kehancuran yang membuat wanita itu semakin rapuh sekaligus terluka. “Dan tolong, tinggalkan rumah ini secepatnya. Kita cerai!” Benar saja, lanjutan ucapan Sam barusan sukses membuat Tari tercengang. Dunia Tari menjadi hening sehening-heningnya, seolah-olah tak ada kehidupan lagi di sana. Dan ketika Tari mengangkat tatapannya, ternyata Sam sudah tidak berdiri di hadapannya. Pria itu pergi layaknya biasa. Kembali dingin tanpa memberinya penjelasan atau bahkan tuntutan, seolah-olah, dirinya memang tidak pernah Sam harapkan. Buih air mata begitu gesit berlinang dari kedua mata Tari. Tari sungguh membiarkan air matanya berlinang begitu saja tanpa kembali menahan apalagi menyembunyikannya. “Kenapa?” Kata-kata tersebut juga terucap begitu saja dari mulut Tari, tepat ketika Sam nyaris meraih gagang pengait pintu kamar mereka. Sam memejamkan matanya dan terlihat sangat tersiksa. “Aku mencintai wanita lain! Sudah jangan tanya-tanya lagi! Lebih baik kamu pergi dari sini secepatnya!” Setelah ini, Sam berharap tidak mendengar suara Tari terlebih melihat wajah wanita itu lagi. Ya, wajah. Alasan utama yang membuatnya merasa jijik pada wanita itu. Karena baginya, sangat tidak sebanding jika ia yang memiliki fisik sekaligus materi di atas rata-rata, harus memiliki istri berwajah buruk seperti Tari. Apa yang Sam lakukan sukses membuat Tari sempoyongan. Tari terduduk lemah di lantai seiring kebas yang wanita itu rasakan. Pandangannya pun buram dikarenakan linangan air matanya yang tak kunjung usai. Pun dengan dadanya yang menjadi terasa begitu sesak. Sakit, Tari sungguh belum pernah sesakit sekarang. Tari juga tidak pernah menyangka cintanya kepada Sam akan sangat menyakitkan layaknya sekarang. Tari merasa dibuang, benar-benar tak diinginkan tak ubahnya sampah bahkan kotoran yang harus secepatnya disingkirkan. Dan ketika Tari berangsur mengangkat tatapannya, pria berahang tegas itu baru saja masuk kamar lengkap dengan suara “ceklik” tanda terkuncinya pintu, layaknya biasa.  Andai, Sam mau memberi Tari kesempatan mengenai apa yang harus Tari lakukan, agar Sam mau menerimanya. Namun, pada kenyataannya, Sam justru mencintai wanita lain, terlepas dari Sam yang memang tidak bisa bersama Tari. Dengan hati bahkan kehidupan yang hancur, Tari berusaha bangkit. Tari berusaha menerima kenyataan kendati apa yang ia rasakan saat ini, sungguh berat. Tari bahkan merasa tak sanggup. Nanum, mau tidak mau Tari harus melangkah pergi meski pandangannya terus tertuju pada pintu kamar keberadaan Sam. Kamar yang sempat beberapa kali Tari tempati ketika pria berkulit kuning langsat itu tidak menguncinya dari dalam, layaknya sekarang.  “Kenapa harus aku, Bu? Mana mungkin Mas Sam mau menikah denganku, sedangkan aku sudah enggak cantik? Aku malu, Bu. Aku jelek. Jangan pilih aku!” Tari teringat jawaban pertamanya, ketika ibu Sam yang ia rawat lantaran ia berteman baik dengan Titan dan kerap berkunjung ke rumah mereka, tiba-tiba saja meminta waktu untuk berbicara empat mata. Ibu Sam melamar Tari secara langsung. Kini, Tari yang mengelap air matanya menjadi menjengit sekaligus terkesiap. Tangan kanannya yang berhenti dan bertumpu di wajah sebelah kanannya menjadi gemetaran. Di bagian sana, kulitnya terasa kisut sekaligus kaku, selain kulit di sana yang juga memiliki tekstur lebih tebal dari permukaan wajah lainnya. Itu merupakan bekas luka tiga tahun silam, ketika Tari menyelamatkan almarhumah ibu Sam yang terjebak dalam kebakaran. Kala itu, ketika keluar dari rumah keluarga Sam sambil memapah ibu pria itu, sebuah besi panas menempel di wajah sebelah kanan Tari dan meninggalkan bekas yang begitu kentara. Bahkan sebagian alis sebelah kanan Tari sampai hilang akibat insiden tersebut. Sebuah kenyataan yang membuat wajah Tari tak lagi cantik. Wajah Tari menjadi menyeramkan akibat kecelakaan tersebut. Bahkan, Tari juga selalu takut jika melihat bayangan pantulan wajahnya. Semenjak kecelakaam tersebut, banyak yang mempermasalahkan wajah Tari. Mereka bilang, wajah Tari menjijikkan, seram seperti wajah monster. Dan semenjak itu juga, Tari kehilangan rasa percaya diri. Tari menjelma menjadi pribadi introver yang untuk bertemu orang saja, sering merasa takut. Tari takut, orang-orang yang melihat wajah Tari, akan merasa terganggu bahkan jijik.  *** Semenjak kepergian Tari, hari-hari Sam menjadi dipenuhi rasa bahagia. Sam menjadi begitu bersemangat hanya karena mengingat wanita yang dicintainya, tanpa bayang-bayang Tari lagi. Terlebih malam ini, Sam akan bertemu wanita pujaannya. Sam bahkan sudah menyiapkan kejutan spesial untuk menaklukkan hati Ayu, selaku wanita yang Sam cintai, di pertemuan mereka nanti. Buket mawar merah berukuran besar, Sam pilih menemani cincin berlian yang sudah disiapkan jauh-jauh hari, bahkan sebelum Sam menceraikan Tari. Sam begitu bersemangat, seolah-olah pria itu kembali menjadi remaja atas gelora cintanya kepada Ayu yang begitu menggebu.  Ayu, ya, ... wanita itu sangat sempurna di mata Sam, meski selama ini mereka jarang berkomunikasi, bahkan untuk sekadar bertukar sapa. Ayu yang terkenal pendiam, bekerja di salah satu swalayan cabang perusahaan Sam bekerja. Ayu merupakan seorang SPG, tapi Sam sungguh tidak mempermasalahkan latar belakang Ayu, lantaran bagi Sam, pria itu sudah memiliki semuanya dan bisa semakin memiliki semuanya jika bersama sekaligus memiliki Ayu. *** Kini Ayu telah ada di hadapan Sam. Mereka memang janjian di halte bus tak jauh dari swalayan Ayu bekerja. Sam sungguh menikmati waktunya ketika pandangannya dipenuhi wajah Ayu. Dari mata, hidung, alis, terlebih bibir mungil wanita itu yang selalu dipoles gincu merah muda, dan bagi Sam tak ubahnya telaga madu. Di mata Sam, sosok Ayu sungguh sempurna. “Aku merasa sangat terkejut saat Pak Bambang meyakinkanku, kalau Mas Sam ingin bertemu denganku.” Ayu membuka obrolan seiring jemarinya yang tidak bisa tenang dan tak hentinya mencengkeram kaitan tas yang menghiasi pundak kanannya. Pak Bambang atasan Ayu, memang makcomblang hubungan mereka. Lebih tepatnya, Sam yang meminta bantuan khusus Pak Bambang. Hingga detik ini, Sam masih tersenyum menyimak setiap ucapan Ayu. Dan ketika Ayu berhenti bicara, Sam segera memberikan buket yang menghiasi tangan kanannya, kepada wanita tersebut. Ayu kebingungan. “Ini, apa, Mas? Kenapa Mas kasih aku bunga?” Sam terdiam kikuk sekaligus gugup. Pria yang kiranya memiliki tinggi tubuh sekitar seratus tujuh puluh lima senti meter itu menggaruk asal kepalanya yang mendadak gatal, menggunakan telunjuk kiri. Ayu menggeleng cepat kemudian mundur satu langkah, tapi Sam menahan sebelah tangan wanita itu. Sam takut jika penolakanlah yang akan ia dapatkan. Dan Sam sungguh tidak mau jika itu sampai terjadi. “Mas, sebenarnya alasanku mau bertemu Mas, karena aku memang ada perlu dengan Mas!” ucap Ayu meyakinkan. Sam segera mengangguk tanpa melepas tahanan tangannya. “Katakanlah! Tapi tolong, jangan pergi dulu!” Ia benar-benar memohon. Tak hanya dari ucapan yang baru saja terlontar, melainkan juga tatapannya yang begitu dalam kepada kedua manik mata Ayu. Ayu yang merasa gugup, bergegas mengeluarkan amplop putih cukup besar yang langsung ia berikan kepada Sam, dari dalam tasnya, dan langsung diterima dengan baik oleh pria itu. Sebelum Sam bertanya, Ayu langsung berkata, “itu uang dua juta yang pernah Mas kasih selama aku jadi istri Mas. Sebenarnya, sejak satu bulan kita menikah, aku sengaja bekerja karena aku enggak mungkin minta uang ke Mas, sedangkan untuk bicara saja, Mas enggak pernah ada waktu.” Tari buru-buru menghela napas demi meredam sesak di dadanya. “Lunas, ya, Mas? Aku sudah enggak punya urusan apalagi hutang ke Mas. Maaf karena aku baru bisa balikin. Soalnya aku baru ada uang.” Hati Sam seolah diketuk sangat keras detik itu juga. Batinnya pun menggeliat dan menariknya pada kenyataan. Sam yakin, wanita di hadapannya, wanita yang selalu membuatnya bersemangat sekaligus berbunga-bunga, bukan orang asing dan memang pernah ada dalam hidupnya! Tari, mungkinkan itu dia? Ayu dan Tari, ... keduanya, wanita yang sama? Sam sampai lupa bernapas saking terkejutnya. **** 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Broken

read
6.2K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
49.8K
bc

AHSAN (Terpaksa Menikah)

read
304.0K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.7K
bc

The Ensnared by Love

read
103.6K
bc

Dependencia

read
185.8K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook