bc

Balasan Terindah untuk Suamiku

book_age18+
220
FOLLOW
1K
READ
HE
tragedy
city
polygamy
like
intro-logo
Blurb

Setelah menikah tujuh tahun, Amira dan Aska belum juga dikaruniai anak, Amira sangat sedih ketika ide kawin lagi digagas oleh orangtua Aska.

Sebagai anak tunggal, Aska dilema dan tidak tahu harus bagaimana. satu sisi, ia juga ingin punya anak yang akan meneruskan nasab keluarganya. Di sisi lain, dia tidak tega pada Amira jika harus dimadu, apalagi bercerai.

Lalu, Bagaimana Amira dan Aska menyelesaikan masalah mereka? ikuti ceritanya yuk. jangan lupa like dan subscribe ya ??

chap-preview
Free preview
Bab 1
Disaat yang lain menikmati secangkir kopi dan pisang goreng hangat, Amira masih sibuk di dapur menyiapkan camilan berikutnya. Sudah menjadi tradisi keluarga besar Darmawan setiap tiga bulan sekali berkumpul dan mengadakan arisan keluarga. Sebagai menantu, Amira tidak enak hati jika hanya diam berpangku tangan. Padahal sudah ada bik Jum, pengurus villa yang menyiapkan semua keperluan mereka.  Sebenarnya bukan Amira satu-satu nya menantu perempuan di keluarga besar Darmawan. Ada Yanti dan juga Rina. Tapi, keduanya tidak mau ikut ke dapur, alasannya sih masuk akal; jaga anak. Sedangkan Amira, tidak punya alasan itu. Walau sudah menikah tujuh tahun dengan Aska, mereka belum diberi momongan. Bukannya tidak berusaha, bahkan mereka sudah Terapy selama dua tahun ke dokter kandungan, namun belum ada hasil yang memuaskan.  Sejujurnya, Amira sedikit cemas. Dia mengerti bahkan sangat mengerti kegelisahan ibu mertuanya yang merindukan seorang cucu sekaligus penerus nasab suaminya. Aska adalah anak semata wayangnya. Tentu ia sangat berharap Amira hamil dan memberinya cucu.  "Amira ... Sini, duduk! Istirahat dulu. Biar bik Jum saja yang menyelesaikan pekerjaan itu. Lagi pula gorengannya sudah cukup."   Amira menoleh pada Rifa, kakak sepupu Aska.  "Benar gorengannya sudah cukup, mba? Kalau masih kurang, dibelakang masih ada."  "Sudah cukup, nanti kalau masih kurang, biar bik Jum yang masakin."  Amira tersenyum lalu duduk di samping Rifa. Matanya melirik Aska yang tengah mengobrol dengan om Farhan.  "Kenapa kalian tidak coba berobat ke luar negri? Siapa tahu Amira bisa hamil."  "Belum terpikir kesana, Om. Saya dan Amira sama-sama belum punya waktu untuk berobat ke luar negri. Lagi pula, saya percaya dengan kemampuan dokter-dokter dalam negri. Jika sampai saat ini kami belum dikaruniai anak, mungkin memang belum di kasih sama Allah."  "Tante dengar, kandungan Amira lemah, ya?" Celetuk Tante Lena, istri Om Farhan.  "Bukan lemah, Tante. Tapi ..." Kalimat Aska terhenti, diliriknya Amira yang tampak tidak suka dengan tema yang mereka bahas. Itulah sebabnya Amira selalu mencari kesibukan di dapur agar tidak diintrogasi masalah anak.  Bukan maunya jika sampai saat ini ia tak juga hamil. Bukan maunya jika sperma Aska yang masuk ke saluran rahimnya dianggap benda asing oleh tubuhnya yang berakibat sperma itu diserang. Jangan tanya kenapa, dia pun tidak tahu jawabannya. Tahapan demi tahapan pengobatan sudah dilakukan. Dia harus menahan rasa sakit yang luar biasa saat menjalani terapy. Tapi ia rela menerima, demi kehadiran sang buah hati. Apakah itu salahnya, jika sampai saat ini Allah belum juga menitipkan janin di rahimnya?  "Tapi apa, Aska?"  Mata bude Laras menatap Aska, menunggu lanjutan kalimat yang terputus. Bude Laras adalah anak tertua di keluarga besar Darmawan, sedangkan om Farhan anak ke dua dan ayah Aska adalah anak bungsu.   Aska diam seribu bahasa. Banyak kalimat yang ingin ia lontarkan, namun, lidahnya terasa kelu. Lelaki bertubuh atletis itu hanya bisa menghela napas. Sejujurnya, ia kasihan pada Amira yang terus dipersalahkan oleh keluarga besarnya karena belum juga hamil.  "Aska, Amira ... Sebelumnya om minta maaf karena ikut campur dalam urusan ini. Tapi, om lakukan ini mengingat amanat dari almarhum Efendi. Papamu sangat ingin punya cucu yang akan meneruskan nasabnya. Ia tidak rela jika garis keturunannya berhenti hanya sampai kamu."  Mata om Farhan menatap Aska lekat. Ada rasa iba di hatinya. Karena itulah, ia ingin mencari solusi untuk keponakannya itu. "Aska tahu, Om. Tapi manusia hanya bisa berencana. Tidak ada yang terjadi di muka bumi ini selain atas izin Allah. Saya dan Amira juga tidak pasrah begitu saja, kami juga sudah terapy. Jadi, saya harap om, Tante, bude, dan semua yang ada di sini, terutama mama, tolong doakan kami agar segera diberi momongan." "Kalau doa, in saa Allah kami di sini selalu mendoakan kalian agar segera diberi momongan. Tapi, waktu terus berjalan. Mau sampai kapan kamu menunggu Amira hamil, sedangkan Islam memberi solusi untuk masalah kamu."  Sejenak suasana di ruangan itu hening dan mencekam. Degup jantung Amira seakan berhenti sejenak. Kalimat yang paling takut dia dengar akhirnya bergulir dari mulut om Farhan.  "Maksud, Om Farhan?"  Kening Aska berkerut menatap lelaki paruh baya di depannya. Ia merasa tidak yakin dengan apa yang barusan didengarnya.  "Om, tahu, Amira adalah menantu yang dipilih oleh Efendi untuk mempererat hubungan baiknya dengan ayah Amira. Karena itulah, ia tidak enak membahas soal ini. Begitu pun mama kamu.  Akan tetapi, beberapa hari lalu, mama kamu meminta om agar membahas masalah ini. Dan, Om kira sekaranglah saat yang tepat untuk mendiskusikannya, mumpung kita semua sedang kumpul."  Aska menghela napas, menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Matanya menerawang ke langit-langit rumah. Ia teringat pesan papanya yang menitipkan nama untuk cucunya kelak. Ditolehnya Amira yang duduk sambil menunduk di samping Rifa.  "Amira ... Mama minta maaf yang sebesar-besarnya. Tidak ada sedikit pun niat mama untuk menyakiti perasaan kamu. Sejujurnya, mama juga sedih harus mengatakan ini. Tapi mama harus. Kamu tahu kan, Aska anak mama saru-satunya. Cuma Aska yang bisa memberi mama cucu. Jadi, mama mohon kebesaran hati kamu mengizinkan Aska menikah lagi."  Tanpa Isak tangis, Amira menghapus air mata yang menggenang di kelopak matanya. Ia berdehem kecil berharap ada air yang membasahi kerongkongannya yang terasa kering.  Amira tersenyum menatap dua bola mata mama mertuanya. Sekuat tenaga ia menyembunyikan rasa perih di hati. Tidak ada kata yang terlontar dari bibirnya selain senyum getir. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook