bc

Countless

book_age18+
3.2K
FOLLOW
27.7K
READ
fated
goodgirl
boss
heir/heiress
drama
mystery
icy
city
office/work place
first love
like
intro-logo
Blurb

#officeromance

Kehidupan Flora Dimenara Rinjani, gadis berusia 23th itu berubah drastis semenjak sang Ayah jatuh sakit. Posisinya sebagai pewaris perusahaan terancam digantikan oleh saudara tirinya, Agni. Ya, Agni si gadis angkuh yang selalu berkuasa atas hidupnya, membuat Flora selalu dalam masalah.

Agni telah bertekad untuk dapat merebut apapun yang Flora miliki, tak terkecuali. Segala cara Agni lakukan agar saudara tirinya itu tak bisa menikmati indahnya hidup. Di manapun Agni berada, akan selalu ada kekacauan yang membuat Flora berakhir dengan menitikkan air mata.

Sakti Candra Pradipta, seorang pria berusia 27th. Pertemuannya yang tak di sengaja dengan Flora membawanya menemukan kepingan cinta masa kecilnya, gadis yang selama 16 tahun bertahta di kerajaan hatinya. Gadis yang kehadirannya umpama senja, datang sesaat akan tetapi begitu menyejukkan. Tak terhitung betapa besar Sakti mencintainya, tak terhitung berapa lama ia mencarinya.

Dapatkah Sakti menemukan kembali cinta masa kecilnya? Siapakah gadis beruntung itu? Lalu mampukah Flora menghadapi saudara tiri dan mengambil apa yang menjadi haknya?

"Kau adalah kata-kata, kalimat dan seluruh bahasaku. Selalu ada alasan aku membutuhkanmu. Tak terhitung ...." Sakti.

21 Maret 2021

chap-preview
Free preview
Kejutan Untuk Flora
Dewi bulan duduk di langit. Dengan bola cahaya yang memudar, jarum perak merajut malam. Bulan purnama bersinar terang. Gugusan bintang yang tergelar di langit begitu indah, kerlip cahayanya bersanding dengan kilau keperakan yang semakin menambah semarak malam ini. Berbeda halnya dengan alam yang terus bersenandung ceria, raut wajah seorang gadis yang tengah duduk di bangku tunggu, nampak mendung. Telah lebih dari tiga puluh menit ia duduk di sana, tapi yang ditunggunya tak kunjung keluar. Sampai kemudian pintu terbuka lebar, menampilkan seorang dokter diikuti beberapa perawat di belakangnya. "Bagaimana kondisi Ayah saya, Dok?" Gadis itu menghambur, menanyakan kondisi ayahnya pasca jatuh di kamar mandi. "Tekanan darahnya sangat tinggi, pembuluh darah arteri yang menyuplai darah dan oksigen ke otak mengalami penyempitan. Pak Panji mengalami stroke," jelas dokter paruh baya itu. "Ya Tuhan. Lalu bagaimana keadaannya sekarang Dok?" "Untuk saat ini pasien telah dipindahkan di ruang rawat inap, kami dari tim medis masih melakukan observasi. Hanya saja mohon maaf, dengan berat hati harus saya sampaikan kepada keluarga pasien untuk bersiap jika kemungkinan terburuk terjadi pada pasien." Gadis itu membekap mulutnya, tak percaya dengan penjelasan dari dokter mengenai kondisi ayahnya. Cairan bening yang menggenang di kedua telaga matanya luruh begitu saja. Cukup lama gadis bernama Flora itu menangisi ayahnya, hingga rasa lelah bercampur dengan emosi membuatnya terdampar di pulau mimpi. Flora Dimenara Rinjani. Gadis berambut panjang dengan warna kecokelatan, Tuhan menganugerahkan pahatan sempurna di setiap bagian tubuhnya. Alis hitam nan lebat, sepasang bola mata bening dihiasi bulu mata lentik nan panjang di atasnya. Hidungnya mancung, dagu lancip, lengkap dengan bibir tipis merah muda, semakin melengkapi kecantikannya. Bentuk tubuhnya juga semapai. Satu kata yang sanggup mewakili dirinya, sempurna. "Heh, gadis jelek! Bangun!" Flora terkesiap saat mendengar teriakan wanita yang sangat dikenalinya itu. "Ada apa Ma?" "Ada apa katamu? Ini sudah jam berapa?" Flora melirik jam yang menggantung di dinding. Pukul enam lebih lima menit. "Sekarang juga kamu pulang, siap-siap pergi ke kantor!" titah wanita berusia lima puluh tahun itu. Adelia Maheswari, seorang wanita angkuh yang arogan dan keras kepala. Wanita yang dinikahi ayahnya tiga belas tahun lalu, dua tahun setelah kepergian ibunya menghadap Sang Pencipta. "Bagaimana dengan Ayah, Ma? Siapa yang akan menjaganya?" "Soal gampang, Mama bisa menyuruh suster buat jagain Ayahmu selama kamu nggak ada." "Kenapa nggak Mama sendiri aja yang jagain Ayah?" "Mulai berani kamu ya?" berjalan mendekat, lalu detik berikutnya dia mengguncang kedua bahu Flora hingga gadis itu mengaduh kesakitan. "Kau tahu sendiri apa yang bisa Mamamu ini lakukan jika kau sampai membuatku marah." "Iya Ma, maaf." "Pulang sekarang!" Usai membentak anak tirinya, Adel mendorong tubuh Flora hingga gadis itu tersungkur di lantai. Ini bukan kali pertama Flora mendapatkan perlakuan seperti itu dari ibu tirinya, tapi entahlah ... setiap kejadian itu terjadi, air matanya selalu saja berlomba-lomba keluar tanpa bisa dikendalikan. Sepanjang perjalanan menuju rumahnya, Flora terus membisu. Angannya mengembara jauh, membayangkan satu masa dimana kehangatan dan kebahagiaan keluarganya tengah berlangsung. Masa-masa yang indah, ingin rasanya Flora kembali menikmati masa itu. Namun, sayangnya semua kebahagiaan yang dia rasakan sirna bersamaan dengan kepergian ibunya. Dunianya berubah drastis semenjak Adelia dan Agni masuk ke dalam kehidupannya. "Mau sampai kapan kamu terus-terusan di mobil? Cepat masuk dan buatlah sarapan!" Bentakan Adelia mampu mengembalikan kesadaran Flora. Gadis itu terkesiap saat menyadari jika mobil yang ditumpanginya telah sampai di garasi rumah. "Lebih cepat Flora! Masih muda tapi sudah malas. Jalan saja lamban sudah mirip siput." "Iya Ma." Tergesa, Flora langsung berlari menuju dapur begitu menginjakkan kakinya di bangunan menjulang tinggi berlantai tiga itu. Ada banyak pembantu yang dipekerjakan di rumah itu, tapi Adelia selalu saja menyuruhnya memasak. Tak jarang, pekerjaan pembantu seperti menyapu, mengepel lantai dan yang lainnya pun, seringkali Flora ikut mengerjakannya. "Mari Nona, semuanya sudah saya bantu racik. Nona tinggal memasaknya saja," ucap seorang wanita, setengah berbisik. "Terima kasih Bi," balasnya. Flora mengikat rambutnya asal, memakai apron dan mulai bergelut dengan peralatan masak. Pukul tujuh lebih lima belas menit, Flora telah duduk di meja makan bersama dengan Adel dan juga Agni, saudara tirinya. "Tanda tangani ini sebelum kita berangkat ke kantor!" titah Agni. Flora hendak membaca lembar itu sebelum membubuhkan tanda tangannya di sana, sampai wanita paruh baya di hadapannya itu kembali mengeluarkan suara empat oktafnya. "Cepat tanda tangani! Tunggu apa lagi?" "Aku harus membacanya dulu Ma," desis Flora. "Tidak perlu!" "Aku tidak mungkin sembarangan memberikan tanda tangan pada dokumen yang aku sendiri tidak tahu isinya." "Oh, jadi kau mau bernegosiasi denganku?" "Bukan begitu Ma," Flora menyanggah. "Nggak usah kebanyakan alasan kamu! Cepat tanda tangani, atau kau mau Ayahmu yang tidak berguna itu Mama hentikan pengobatannya," ancam Adel. "Astaga Mama! Nggak seharusnya Mama ngomong begitu. Ayah kan ..." "Cepat Mama bilang! Susah ya ngomong sama kamu!" "Alah, kebanyakan omong. Tanda tangan, atau kamu sama Ayahmu aku usir dari sini," sela Agni. Flora terdiam untuk beberapa saat lamanya. Ditatapnya kedua wanita di hadapannya itu secara bergantian, mata yang sama dengan kobaran api yang sama. Pasrah, dengan sangat terpaksa Flora membubuhkan tintanya di sana. Di atas selembar kertas bermaterai yang dia sendiri tak tahu apa isinya. 'Semoga saja bukan sesuatu yang buruk,' gadis itu membatin. "Bagus!" celetuk Adel. "Mulai hari ini! Kau bukan lagi pemegang kursi pimpinan perusahaan, karena aku yang akan menduduki posisi itu." Agni tersenyum miring. "Baiklah kalau begitu, izinkan aku merawat Ayah sampai sembuh," Flora memohon. "No! Nggak bisa!" tegas Adel. "Mama sudah membayar mahal suster untuk merawat ayahmu." "Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan Ma? Toh sudah ada Agni yang mengurus perusahaan," ucap Flora, tak mengerti. "Kau tetaplah berangkat ke kantor. Agni akan memberitahumu apa yang harus kau lakukan nanti," balas Adel. Flora merasa ada yang aneh saat tak sengaja memergoki antara ibu dan anak itu saling bertatapan, seperti ada sesuatu yang mereka sembunyikan darinya. Seharusnya dia menolak semua perintah Adel, tapi ia tak punya kuasa. Sekarang di sini Adel dan anaknya lah yang berkuasa. Bahkan hal sekecil apapun yang terjadi di rumah itu, akan berada di bawah kendali mereka. Flora berada di rumahnya sendiri, tapi dia merasa seperti sedang berada di tempat penyiksaan akibat neraka yang diciptakan ibu dan saudara tirinya. Seandainya saja sang ibu masih ada, seandainya saja ayahnya tak menikah dengan wanita ular seperti Adel, ketenangan dan kebahagiaan di rumah itu pasti masih ada. Lalu kehidupan seperti apa yang dapat Flora dapatkan jika seluruh dunianya telah hancur? Sementara Panji, sang ayah yang hidup menjadi pesakitan tak mungkin lagi dapat berbuat sesuatu. Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

A Secret Proposal

read
376.4K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
50.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Married With My Childhood Friend

read
43.7K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.0K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook