"Rinai ... mana?" Wajar kalau Awan mendengkus. Jujur, menghadapi Arsen agaknya gimana gitu bila sebagai mertua ke menantu. Masih belum terbiasa, tetapi tetap memaksa sebagaimana mestinya. "Baru juga buka mata, Sen. Udah nyari Rinai aja. Bentar, Papa panggilin dokter dulu." Oh, ya, ternyata Arsen sedang berada di rumah sakit. Dia lantas meringis, merasakan perih dan ngilunya lebam membiru di wajah, bahkan di beberapa bagian tubuhnya. "Syukurlah nggak ada luka serius. Paling butuh waktu buat pemulihan aja." Dokter yang memeriksa bilang begitu, tetapi poin utamanya di pikiran Arsen adalah Rinai. Hari sudah siang soalnya ketika dia membuka mata, yang terlihat hanya Papa Awan saja. Well .... "Gimana Arsen bisa ada di sini, Pa?" Sambil meringis-ringis. Sudut bibirnya terluka. Papa Awan