Too Young To Marry – 01

1568 Words
Apa yang kalian pikirkan saat mendengar kalimat menikah muda? Hmm... sebagian mungkin akan berpikir apakah sudah terjadi accident yang mengharuskan mereka menikah? Sebagian lagi mungkin mengatakan kenapa harus menikah muda? Pernikahan itu sebaiknya jangan cepat-cepat, tetapi menikahlah di saat yang tepat. Tidak menutup juga kemungkinan sebagian orang menganggap nikah muda itu biasa saja. Mungkin memang sudah jalannya, memang apa salahnya jika ingin menikah muda? Toh, kami sudah merasa yakin. Kami sudah merasa mampu. Kami sudah merasa siap lahir dan batin, jadi tidak ada salahnya dong menikah muda? Seperti itu jugalah pemikiran sepasang remaja berusia 18 tahun yang sedang dimabuk cinta. Tidak seperti teman-temannya yang sibuk memikirkan Universitas yang hendak mereka tuju,  Dua mahluk bucin itu malah sibuk memikirkan rencana menikah usai tamat SMA. Welcome to the story.... -Too Young To Marry. Terlalu Muda Untuk Menikah.   ---------   Malam sudah semakin larut. Dunia di luar sana sudah sepenuhnya terlelap. Hening dan tenang sekali. Yang terdengar hanyalah suara-suara binatang malam yang sesekali terdengar samar. Tidak lama berselang hujan pun turun perlahan. Suara rintik hujan itu langsung memecah kesunyian malam. Bagi kebanyakan orang itu adalah waktu terbaik untuk terlelap. Hujan di malam hari memang selalu menyenangkan. Namun tidak bagi seorang gadis dengan badan mungil yang masih serius duduk di meja belajarnya. Rambutnya yang panjang dan lurus kini di ikat sekenanya saja. Matanya yang bening dengan bulu mata yang lentik itu masih sibuk mengikuti barisan kata di buku. Bibirnya yang mungil dan berwarna merah muda masih komat-kamit membaca materi pelajaran. Dia belajar dengan sangat serius.  Sesekali dia menaikkan kacamatanya yang melorot karena gadis itu mempunyai hidung yang minimalis. Di sebelah kanan meja belajarnya itu terdapat sebuah lemari kaca khusus yang berisi deretan piala, piagam dan juga medali penghargaan yang terlihat berkilau. Nama ‘Mita Andriani’ pun terpampang jelas di setiap trofi penghargaan itu. Ada banyak sekali penghargaan yang sudah berhasil diraih oleh Mita. Diantaranya: Juara 1 olimpiade matematika nasional, juara 1 lomba karya ilmiah tingkat provinsi, juara 1 lomba debat tingkat SMA se-Jabodetabek, Juara 2 lomba menulis cerpen tingkat nasional, dan masih banyak lagi. Di sekolah Mita memang dikenal sebagai siswi yang multitalented. Mita adalah paket komplit yang sempurna. Dia bagaikan jelmaan malaikat dikehidupan nyata. Banyak yang mengangumi dia, tapi tidak sedikit juga yang merasa iri pada gadis cantik itu. Apalagi dia juga berhasil merebut hati casanovova sekolah, Daffa. Sosok siswa yang selalu berhasil membuat para siswi menjerit saat dia mengedipkan matanya. “Kamu belum tidur, Ta?” Mita terperanjat dan langsung memegangi dadanya. “Mamaaa... bikin kaget aja.” Sang mama tersenyum, lalu masuk ke dalam kamar putrinya itu. Dia menarik sebuah kursi dan ikut duduk di sebelah Mita. “Hmmm... akhir-akhir ini anak Mama rajin sekali. Karena sebentar lagi kamu akan mengikuti ujian nasional, kan?” Mitta mengangguk cepat. “Iya, Ma... Mita bener-bener udah nggak sabar tamat dari SMA.” Sang mama menjentikkan jarinya pelan. “Oh iya... bukannya kemarin kamu mendapatkan undangan khusus dari salah satu Universitas negeri karena memenangkan olimpiade di sana?” “Iya, Ma.” Mita tersenyum malu. Sang mama terlihat antusias dan menyenggol Mita dengan sikunya pelan. “Terus gimana? kamu berminat dengan tawaran itu.” Mita mencopot kacamatanya, lalu menggeleng pelan. “Sepertinya nggak deh, Ma.” “Hmmm.... kamu pasti punya target yang lain iya, kan? atau apa kamu mau kuliah di luar negeri?” tanya sang mama. “Mita juga nggak berniat kuliah di luar negeri?” Sang mama mengernyit bingung. “Terus kamu mau di mana dong? kamu ngincer Universitas yang mana? Ayo cerita sama Mama.” Mita tersenyum pelan. “Minta nggak ngincer Universitas mana pun, Ma.” Deg. Sang mama sediki terkejut. “Katanya kamu nggak sabar pengen tamat SMA. tapi kamu nggak ngincer universitas mana pun... kamu bahkan belajar sangat keras seperti ini. Lantas semua ini untuk apa? Kenapa kamu pengen cepet-cepet lulus SMA. coba?” Mita meneguk ludah. Dia menatap sang mama sebentar, lalu kembali menundukkan wajahnya. “Mita mau nikah sama Daffa, Ma....” Hening. Sang mama terperanjat dengan mata melotot dan mulut menganga, untuk sekian detik sang mama menatap nanar. Tapi setelah itu dia menepuk pundak Mita perlahan seraya tertawa. “Hahahaa.... kamu ini becandanya bikin Mama kaget aja! untung Mama nggak punya riwayat penyakit jantung.” Sang mama masih tertawa pelan seraya menggeleng-gelengkan kepala. “Tapi Mita nggak bercanda, Ma.” Mita menatap serius. Tawa sang mama terhenti dengan mulut yang masih menganga. Dia menatap putrinya itu lekat-lekat. Raut wajah Mita memang sangat serius. Sang mama tahu betul bahwa putrinya itu sedang tidak bercanda. “Kamu becanda kan, Ta?” Mita menggeleng cepat. “Aku serius, Ma... aku nggak sabar cepet tamat karena ingin nikah sama Daffa.” Sang mama menatap panik, tapi kemudian dia kembali tertawa. “Hahaha... Mama tahu kamu becanda! Tumben ih kamu becanda seperti ini. Apa jangan-jangan kamu langi nge-prank Mama?” Sang mama menatap kesekeliling kamar Mita untuk mencari kamera. “Di mana kameranya? Kamu pasti lagi bikin konten youtube kamu, kan? pasti judulnya prank mengaku ingin nikah sama Mama. Iya, kan?” Mita mendesah pelan. “Aku nggak pernah bikin konten seperti itu, Ma... Mama kan, tau sendiri kalau konten youtube aku fokus ke edukasi dan juga lifestyle.” Sang mama bangun dari duduknya, mengangkat kedua tangannya, lalu menggeleng pelan. “Nggak... pokoknya Mama yakin kamu lagi bercanda. Sebaiknya Mama tidur dulu daripada Mama terjebak sama permainan kamu malam ini.” “T-tapi Ma....” suara Mita melemah saat sang mama keluar dari kamarnya. Mita pun mendesah pelan. Kenyataannya dia memang tidak bercanda sama sekali. Satu-satunya alasan Mita ingin cepat-cepat tamat SMA memang karena dia ingin menikah dengan pacarnya Daffa. Mita pun beralih menatap layar handphone-nya. Pesan whatsapp yang terakhir kali dikirimnya masih belum dibaca oleh Daffa. “Apa dia ketiduran?” bisik Mita pelan. Mita menguap pelan seraya meregangkan tangannya. Rasanya hari ini sudah cukup. Dia menutup buku pelajarannya, lalu beralih mengambil buku diarinya. Buku catatan harian itu berwarna merah muda dengan gambar hari berwarna merah di depannya. Saat dibuka, halaman pertama diary itu menampilkan potret Mita dengan seorang cowok yang tampan. Rambut cowok itu sedikit ikal dan panjang. bulu matanya tebal dan menukik tajam. Berbeda dengan Mita yang mempunyai hidup minimalis, Hidung cowok itu mancung sekali. Bibirnya yang tengah manyun itu berwarna merah muda. Semua fitur itu pun semakin sempurna saat dibingkai oleh rahangnya yang tegas dan tajam. Ya, itu adalah Daffa. Sosok casanova di sekolah yang sudah menjadi pacar Mita dua tahun belakangan ini. Mita pun membalik diari itu hingga menemukan lembar yang masih kosong. Seketika sudut bibirnya terangkat. Mita pun mulai mencurahkan isi hatinya dalam diari itu. Dear Diary Hari ini aku bener-bener seneeeeeeeeng banget. Karena apa? karena tadi itu di sekolah Daffa yang beberapa hari belakangan cuek mendadak jadi super perhatian. Dia tadi bahkan membantu aku mengikatkan tali sepatu sebelum upacara di mulai dan dia ngelakuin itu di tengah-tengah ratusan siswa. Ya, hari ini dia kembali menjadi pemimpin upacara, sedangkan aku menjadi pembaca Undang-Undang Dasar 1945. Pokoknya tadi itu heboh banget... semua siswa dan siswi peserta upacara bahkan menjadi ricuh. Jujur aku ngerasa sedikit malu, tapi rasa bahagiaku jauh lebih besar lagi sehingga aku tidak peduli dengan beberapa cibiran yang datang kepada kami setelah itu. Hah.... pokoknya aku sudah tidak sabar lagi. Aku ingin segera tamat sekolah dan menikah sama Daffa. Mungkin bagi sebagian orang keinginanku ini terdengar sedikit gila, tapi... aku sudah yakin dengan keputusan ini. Aku yakin akan bahagia, walau kami memutuskan untuk menikah muda..... Pkpknya aku tidak punya cita-cita lain lagi sekarang selain menjadi istri dari sosok Daffa Septian. Kami berdua bahkan sudah menyusun rencana masa depan dengan sangat baik. Aku dan Daffa ingin mempunyai sebuah rumah mungil dengan halaman yang luas. Kami juga ingin mempunyai kebun, memelihara hewan ternak, hmmm... semua itu pasti akan sangat menyenangkan. Kata Daffa lagi, dia nanti ingin mempunyai empat orang anak, tapi aku sendiri maunya enam, biar lebih rame.... Terus apa lagi ya... oh iya, Daffa juga berjanji akan membuat aku bahagia dan aku sangat percaya akan hal itu! Ya, aku yakin kami akan bahagia hingga akhir hayat. Sampai maut memisahkan kami berdua nantinya. Karena Daffa dan Mita akan selalu bersamanya. Forever together. Mita menutup diarinya itu, lalu mengecupnya pelan. Dia lagi-lagi tersenyum kemudian beranjak ke lemari pakaian untuk menyiapkan seragam yang akan digunakannya besok pagi. Mita memang anak yang rapi dan juga disipilin. Kebiasannya setiap malam adalah menyiapkan segala keperluannya untuk besokk hari mulai dari seragam, sepatu, buku-buku, pokoknya semua keperluannya untuk esok hari pasti akan disiapkan di malam hari. Memang kepribadiannya itu terlihat jelas dari bagaimana kamarnya yang terlihat rapi dan bersih. Rak berisi khusus boneka di sisi kanan tempat tidur terlihat sangat rapi dan bersih. Di sisi kiri meja belajarnya terdapat rak buku yang sangatbesar seperti yang ada di perpustakaan sekolah. Buku-buku yang berjejer di sana juga ditata sedemikian rupa. Setelah selesai menyiapkan perlengkapan untuk sekolahnya besok hari, tiba-tiba Mita teringat sesuatu dan segera berlari ke kamar mandi yang juga berada di dalam kamarnya itu. Tidak lama kemudian Mita kembali sambil membawa sebuah sweater yang tadi dipakainya untuk ke sekolah. Mita langsung memeriksa kantong sweaternya dan tersenyum seraya mengacungkan uang kertas pecahan dua puluh ribu rupiah yang sudah kusut. Gadis periang itu bersiul pelan dan mengambil sebuah celengan berbentuk Doraemon yang dia sembunyikan disela-sela tumpukan pakaiannya di dalam lemari. Mita memeluk celengannya itu dan membawanya ke atas ranjang. Dia pun langsung melipat yang kertas tadi dan langsung memasukkannya ke dalam celengan itu. Di bawah celengan itu ada sebuah tulisan kecil yang ditempel menggunakan selotip. UNTUK BIAYA MENIKAH Itulah tulisan yang tertera di sana. “Wah... celengannya sudah terasa berat,” bisik Mita sambil mengguncang-guncangkan celengan itu. Mita pun larut dalam lamunan panjangnya. Dia mulai berandai-andai betapa bahagianya nanti jika dia dan Daffa sudah menikah. Gadis yang masih belum paham makna dan realita rumah tangga itu sepertinya mengira bahwa kehidiupan pernikahan itu seperti drama Korea yang sering ditontonnya. Always happy ending. Apakah semua memang akan berakhir seperti dugaannya...? Akankah dia memang bisa mendapatkan kebahagiaan dengan menikah muda...? _ Bersambung....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD