“Kamu janjian dengan Frian?” tanya Rafa, menoleh pada Nayla. Nayla cepat-cepat menggeleng. “Mana mungkin,” sangkalnya, suaranya tegas, sementara wajah Rafa jelas menunjukkan rasa tak suka. Tepat saat Frian hendak melangkah masuk ke halaman rumah, Rafa lebih dulu keluar dari mobil. Gerakannya spontan menarik perhatian Frian yang sontak berhenti. Rafa sekadar mengangguk singkat lalu beralih membuka pintu untuk Nayla. Tak hanya itu, ia juga membuka pintu belakang, mengangkat Bhanu dari car seat, dan menggendong si kecil. “Dokter Frian,” sapa Nayla, mencoba menjaga suasana tetap hangat. “Hi, Nay,” balas Frian dengan senyum tipis, sebelum pandangannya berpindah ke Rafa. Frian sudah cukup sering melihat Rafa bersama Nayla. Ia tidak pernah menuntut penjelasan apa pun—baginya, wajar jika mere

