Hening kembali mengisi kabin mobil. Hanya suara lembut mesin dan irama napas yang berpadu dengan musik instrumental dari radio. Ophelia menatap pemandangan kota yang bergerak perlahan di luar jendela, langit biru, lalu gedung tinggi, lalu pepohonan di tepi jalan. Entah kenapa, dadanya terasa sesak sekaligus hangat. “Leo, ” panggilnya pelan. Leo menoleh sedikit, memberi tanda bahwa ia mendengarkan. “Kamu hebat.” Suara Ophelia nyaris seperti bisikan, tapi tulus dan penuh makna. Leo terdiam, sedikit terkejut. “Saya tidak sehebat itu, Nyonya,” jawabnya tenang. “Saya hanya mencoba bertahan.” Ophelia tersenyum samar. Tatapannya melembut. “Justru karena itu kamu hebat, Leo. Karena kamu masih memilih bertahan.” Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan dengan nada lembut namun tegas. “Banyak oran

