bc

Mata Batin Seruni

book_age16+
1.6K
FOLLOW
12.4K
READ
goodgirl
powerful
student
bxg
mystery
scary
multiverse
supernature earth
supernatural
horror
like
intro-logo
Blurb

- Sudah Tamat -

Genre : Horor, Paranormal, Misteri, dan sedikit lelucon.

Seruni Saharaya, ia adalah mahasiswi tingkat akhir yang akan melaksanakan agenda wajib setiap kampus, yakni Kuliah Kerja Nyata atau biasa disebut KKN.

Semenjak lahir ke dunia, Seruni telah dianugerahi mata batin yang terbuka, ia sering melihat makhluk-makhluk gaib yang berseliweran.

Mata Batin Seruni semakin menajam tatkala ia melaksanakan KKN di desa misterius nan terpencil, di sana ia mengalami kejadian dan teror yang mengerikan.

*Cover design by : STARY / INNOVEL

chap-preview
Free preview
1 : Seruni Saharaya
Seruni Saharaya, seorang mahasiswi tingkat akhir yang akan melaksanakan KKN yang selalu menjadi agenda wajib tiap-tiap kampus, ia adalah gadis yang tak terlalu mencolok, juga tak terlalu pendiam. Seruni sapaannya, ia bersikap netral dalam beradaptasi. Ramainya suara yang berasal dari lorong panjang yang menghubungkan antara jalan masuk ke tiap kelas serta pintu menuju keluar, hampir semua mahasiwa yang ada di sana sedang memegang ponselnya dan membaca sebuah informasi yang ada didalamnya. Terkecuali Seruni, ponselnya masih ada didalam tasnya dan ia belum sempat mengecek notifikasi apapun yang masuk, ia mengambil langkah lebar untuk segera masuk ke dalam ruang kelasnya, sama seperti yang terjadi diluar sana, didalam kelas pun teman-temannya sibuk memperhatikan ponsel mereka masing-masing. Tak ambil pusing, Seruni memilih untuk duduk di bangku yang tersisa dan berniat membuka tasnya untuk mengambil ponsel. Namun, niatannya urung tatkala seorang gadis menarik sebuah bangku untuk duduk didekatnya. “Astaga, Run! Aku senang sekaligus sedih secara bersamaan.” Gadis itu langsung saja mendumel pada Runi, membuat sang empunya menggelengkan kepala heran. “Memangnya ada apa?” Sahut Runi yang tak paham maksud perkataan sahabatnya. “Kelompok KKN kita.” Balas gadis berambut gelombang itu. “Eh sudah dibagi kelompoknya?” Tanya Seruni terkejut, pantas saja banyak mahasiswa yang memelototi ponsel masing-masing, ternyata sedang membaca informasi mengenai pembagian kelompok KKN yang disebar melalui grup Whatsapp. Buru-buru ia melanjutkan niatnya untuk meraih ponsel dari dalam tas. “Kamu belum mengeceknya? Dasar kamu ya.” Dengusnya. “Dengar, Amel! Kemarin aku sibuk menerima tamu, ada acara arisannya Ibu, maka dari itu aku tidak sempat membuka ponsel barang sedikit pun.” Seruni mencebikkan bibirnya, oh ayolah apa hanya dirinya yang ketinggalan informasi? Amel menganggukkan kepala asal, ia langsung merapatkan duduknya pada Seruni dan hendak membisikkan suatu kalimat di sana. “Asal kamu tahu, kita sekelompok dengan Dayu, anak kelas A yang dinginnya minta ampun. Terus juga, kata orang-orang yang sekelas sama Dayu, dia itu aneh, selalu menyendiri dan tidak mau bergaul dengan siapapun. Sumpah aku tidak bisa membayangkan jika harus sekelompok sama manusia seperti itu!” Seruni menghentikan aktivitas menscroll chat grup Whatsapp-nya, ia menoleh menatap Amel yang juga berekspresi murung. “Serius?” “Ya, Runi. Tapi, ada kabar baiknya, kita juga akan sekelompok sama Sahel, si pintar dan rajin itu dari kelas sebelah, lumayan kan.” Amel berseru dengan senangnya, membuat beberapa mahasiswa lain menatapnya. Benar juga apa yang dikatakan Amel, Seruni melanjutkan menatap ponselnya untuk melihat lebih detail siapa saja dan dari fakultas serta prodi apa saja orang-orang yang akan menjadi kelompok KKN-nya kali ini. Seruni dan Amel adalah sahabat yang sudah lengket semenjak mereka menjadi teman satu kelas di Fakultas Pendidikan program studi Bahasa, keduanya sudah saling akrab satu sama lain. Seruni menghentikan jari-jarinya lalu menatap sebuah nama yang dimaksudkan Amel tadi; Dayu. Desas-desus yang beredar memang Dayu sangat tertutup, bahkan ia lebih memilih mengerjakan tugas secara individu dibanding kelompok jika itu memungkinkan, bahkan Dosen pun harus menegurnya tatkala ia menolak mengerjakan tugas presentasi yang diwajibkan berkelompok, sekali lagi Dayu lebih memilih mengerjakannya sendiri. Aneh? Tentu saja, tapi nampaknya para Dosen sudah tidak mengambil pusing akan hal itu. Namun, pelaksanaan KKN ini Dayu tidak akan bisa mengambilnya secara individu, oleh sebab itu Dosen ingin melihat sebagaimana Dayu bisa bertahan dengan rasa kesendiriannya itu. Hari ini jam mata kuliah sedang kosong dan diganti dengan pengumuman serta informasi mengenai pelaksanaan KKN, mahasiswa dan mahasiswi di sana terlihat sibuk dengan ponsel masing-masing. Terkecuali Seruni dan Amel yang masih setia berbincang mengenai persiapan apa saja selama KKN berlangsung nanti. “KKN nanti kita akan jauh dari orangtua, jauh dari rumah dan barang-barang tersayang. Apalagi KKN kita berada di luar kota dan desa terpencil, pasti sinyal pun akan sulit didapat.” Amel mengeluh sembari menopang dagunya malas. “Kan memang sudah seperti itu arusnya, jangan mengeluh!” Balas Seruni seadanya. Dua detik setelahnya tiba-tiba saja Amel mengangkat kepalanya dengan cepat, membuat Seruni keheranan dibuatnya. Raut wajah Seruni tampak tidak mengenakkan. “Ada apa, Mel?” Tanya Seruni. “Kamu tahu tidak kalau tempat yang akan menjadi KKN kita tidak jelas asal-usulnya, maksudku desa itu sangat tertinggal, bahkan sangat sulit akses keluar masuknya dan juga sangat misterius. Sebenarnya Bu Ina sudah melarang mahasiswa untuk KKN ke sana, tapi apa daya karena kelompok kita adalah yang terakhir dan mendapat sisa-sisa, akhirnya kita yang mendapat jatah KKN di desa itu.” Amel berujar dengan nada sok misteriusnya, padahal gadis itu sendiri penakut. Seruni mencerna perkataan sahabatnya, ia juga sudah merasakan firasat itu. Namun, apalah dayanya yang tidak memiliki koneksi apapun di kampus ini sehingga tidak bisa mengeluarkan pendapat agar didengar oleh pihak Dosen ataupun Dekan Fakultas. “Aku takut jika desa itu banyak hantunya, tahu sendiri kan kalau desa-desa tertinggal seperti itu konon banyak hantunya.” Amel bergidik ngeri, sedangkan Seruni masih berkelanan dipikirannya. Diam-diam Seruni mengalihkan tatapannya menuju sudut ruang kelas, matanya memincing melihat suatu obyek berdiri dengan pakaian lusuh, kakinya tidak menapak ke lantai, tubuhnya terlihat seperti asap putih yang dapat menembus benda-benda apapun. Seruni menelan ludahnya susah payah, tangannya gemetar menyaksikan pemandangan itu. Sudah tidak terlalu heran mengapa dirinya begitu, Seruni memiliki mata batin terbuka yang diwarisi dari sang kakek, Seruni bahkan bisa melihat mereka dari bawaan lahir. Ayah dan Ibunya sepakat untuk menutup mata batin Seruni untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Namun, pada saat usianya menginjak lima belas tahun, mata batinnya terbuka secara perlahan. Awalnya Seruni tidak paham terkait kondisinya, ia selalu menangis dan tak ingin pergi ke sekolah karena di sanalah sarang makhluk halus berada. Ia bahkan tertekan hingga harus bolak-balik pergi ke psikiater, Ayah dan Ibunya sudah bisa menebak, mata batin Seruni akhirnya terbuka meski mereka sudah menutupnya. Tak dapat dipungkiri, garis keturunan sang buyut serta kakeknya memang memiliki kelebihan tersebut, hal ini pula membuat Seruni tidak bisa menolaknya. Sejak saat itu Seruni mau tak mau harus dipaksa beradaptasi dengan ‘mereka’. Takut? Tentu saja, tapi ia hanya bisa menerima takdirnya sebaik mungkin. Tak ayal, Seruni juga sering melihat penampakan bangunan kampusnya yang sangat ramai oleh makhluk halus, berbagai bentuk rupa ada di sana, termasuk yang saat ini ia lihat. Mata batin Seruni memang tidak selalu terbuka, ada kalanya di saat-saat tertentu Seruni akan peka terhadap mereka. “Ada apa?” Tanya Amel pelan-pelan, jika sudah seperti ini ia yakin bahwa Seruni sedang melihat apa yang tidak ingin Amel lihat. Ya, Amel sudah tahu mengenai kemampuan sahabatnya itu, bahkan dari sejak mereka memulai persabahatan di bangku kuliah ini. Amel selalu curiga saat Seruni bersikap tegang tanpa alasan, tangan gemetar serta wajah pucat pasi, Amel pun memaksa Seruni untuk menceritakan apa yang terjadi, mau tak mau Seruni pun berkata jujur pada sahabatnya. “Biasa.” Balas Seruni sembari memaksakan senyuman. Amel mengangguk mengerti, ia tidak mau bertanya lagi. Ya, Seruni sedang melihat sosok gaib penunggu kelasnya yang telah mendiami tempat itu selama beberapa tahun silam, sosok tersebut memang kerap kali memperlihatkan esistensinya, tapi untung saja ia tidak mengganggu para mahasiswa. Seruni mengalihkan tatapannya untuk menghindari pemandangan tak mengenakkan itu, di saat yang bersamaan muncul Dosen Bahasa yang mengajar kuliah. Amel langsung memperbaiki posisi duduknya, ia menggeser bangkunya tepat di samping Seruni. “Selamat pagi.” Ujar Dosen perempuan dengan hijab dikepalanya, senyum merekah dari bibirnya untuk menyapa mahasiswa-mahasiswinya. “Pagi, Bu.” Jawab mereka serentak. “Sudah cek informasi mengenai KKN kalian kan? Ingat bahwa satu kelas ini memiliki kelompok yang berbeda-beda karena diacak, siang ini kalian diharuskan berkumpul di aula beserta kelompok kalian masing-masing. Saya harap kalian bisa membaur serta bekerjasama dengan teman-teman kalian yang lain meski bukan dari kelas dan fakultas yang sama, saling bekerja sama adalah hal yang paling dibutuhkan saat sedang melaksanakan agenda KKN. Kalian paham?” Bu Ina berujar memberi wejangan mahasiswanya. “Ya, paham Bu.” Amel masih memanyunkan bibirnya, oh ayolah ia masih kesal karena harus sekelompok dengan laki-laki aneh bernama Dayu itu. Setelah mengatakan informasi-informasi singkatnya, Bu Ina segera pergi dari kelas itu, memberi waktu untuk mereka bersiap-siap menuju ke aula kampus. Beberapa mahasiswa langsung pergi menuju aula, dan sisanya lagi lebih memilih menunggu di kelas hingga acara itu benar-benar dimulai agar tidak terlalu menunggu lama di sana. Amel dan Seruni memilih duduk sebentar didalam kelas, perlahan Seruni mengangkat kepalanya melihat sudut ruangan sana, syukurlah penampakan itu sudah tidak ada. “Eh Run, kamu KKN di Desa Rogokepaten ya?” Tanya salah satu mahasiswi yang baru saja berdiri dari duduknya, ia sengaja melewati bangku Seruni untuk menanyakan pertanyaannya. “Hati-hati selama di sana, aku tidak bermaksud menakutimu, tapi yang ku dengar bahwa desa itu sangat terbelakang dan masih mempercayai hal-hal magis.” Tambahnya, padahal sang empunya masih diam menatap gadis itu dengan cengo. “Adel diam ih, kamu nakutin aja.” Gerutu Amel, sejenak ia diam mencerna perkataan gadis bernama Adel itu, memang ada benarnya. Amel tak habis pikir dengan pemikiran Dosen beserta jajarannya yang malah menempatkan mereka dalam bahaya. Sebenarnya hanya beberapa orang saja yang mengetahui sisi menyeramkan desa itu, dan mereka yang tahu maka akan membenarkan bahwa Rogokepaten adalah desa berbahaya. “Apa yang dikatakan Adel memang benar, kakak sepupuku sekitar satu tahun lalu pernah sengaja datang ke sana untuk membuat video kontennya, dan kalian tahu apa yang terjadi? Setelahnya ia depresi dan nyaris gila sampai sekarang.” Sahut seorang laki-laki seumuran mereka, ia mengatakannya tanpa ada kebohongan sedikit pun. “Bukankah sepupumu itu depresi karena gagal memenangkan ajang konten creator ya?” Amel memincingkan mata, ia berusaha mencium bau-bau kebohongan dari salah satu teman sekelasnya itu. Laki-laki itu menghela napas panjang-panjang sebelum melanjutkan perkataannya. “Dengar! Kalian bisa percaya padaku atau tidak, itu urusan kalian. Gagal memenangkan ajang adalah alibi agar tidak ada orang yang curiga mengenai kegilaannya, yang sebenarnya terjadi adalah dia diteror makhluk halus penunggu desa itu. Teman-temannya bersaksi kalau mereka melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa desa itu banyak sekali penunggunya, dimulai dari pocong, genderuwo, bahkan lainnya. Sepupuku yang tidak kuat karena teror itu akhirnya menjadi tertekan sampai sekarang, ia sering berhalusinasi sambil teriak-teriak ketakutan seolah-olah sedang dihantu sosok-sosok tersebut.” “Keluargamu tidak mengusutnya?” Kali ini Seruni yang berujar, ia merasa agak tertarik dengan pembahasan kali ini. “Orangtuanya tidak berani mengusut hal ini lebih lanjut karena kawasan Rogokepaten memang tempat yang mengerikan, salah-salah yang ada Bibi dan Pamanku bisa dijadiin tumbal oleh warganya, hiih serem.” Mahasiswa itu bergidik ngeri, Amel meneguk ludahnya dengan susah payah, berbeda dengan Seruni yang masih amat sangat penasaran. “Gas, Ayo cepetan!” Sebuah suara membuat mahasiswa bernama Bagas itu segera beranjak dari tempatnya, ia sudah ditunggu oleh temannya yang lain untuk segera datang ke aula. “Udah ya, aku pergi dulu! Pokoknya hati-hati selama kalian di sana, jangan macam-macam dan harus waspada sama keadaan di sekitar, jangan mudah percaya sama omongan-omongan mereka jika hal itu menyesatkan. Bye bye…” Bagas segera pergi meninggalkan Seruni dan Amel yang masih terdiam berkecamuk dengan pikiran masing-masing. Amel yang sudah ketakutan, dan Seruni yang masih penasaran dengan pernyataan Bagas. “Tuh kan Run, apa aku bilang. Aku takut..” Amel menghela napas panjang, bahkan saat ini bulu kuduknya sudah berdiri meskipun hanya mendengarkan ceritanya saja, Amel adalah gadis yang memang terkenal penakut jika mengenai seputar makhluk gaib. “Sttt, itu semua masih menjadi pertanyaan, belum tentu sepupunya Bagas memang diganggu oleh mereka.” Jawab Seruni dengan mudahnya. Amel menghentakkan kakinya kesal, sungguh Seruni adalah gadis yang masih saja mengeyel. “Terserah deh, pokoknya aku akan terus ngintilin kamu kalau ada hantu di sana.” “Hmmm…” Balas Seruni cuek. Akhirnya ke dua gadis itu memilih untuk berjalan menuju ke aula yang akan menjadi tempat bagi para mahasiswa untuk mendapatkan informasi seputar KKN yang akan berlangsung selama kurang dari dua bulan ini. Di aula sudah banyak mahasiswa serta mahasiswi yang telah datang memenuhi panggilan, rata-rata dari mereka sedang tersenyum senang dan membagikan cerita dimana akan melaksanakan KKN. Amel dan Seruni memilih duduk di bangku agak depan, berada dibaris ketiga, sedangkan jika ditotal secara keseluruhan maka ada sepuluh baris bangku yang berderet dari depan ke belakang. Aura yang dingin serta pekat membuat Seruni hanya diam saja, ia tahu bahwa saat ini banyak makhluk tak kasat mata sedang merasa terganggu akibat ramainya ruangan ini. Seruni mengedarkan pandangannya dan setelahnya ia mengangguk pelan, kode bahwa Seruni juga menghormati makhluk lain yang bersemayam di ruang aula. Menit pun berlalu dengan cepat membuat beberapa mahasiswa dan dosen undangan telah sampai di aula, mereka mendudukkan diri pada bangku yang telah disediakan. Seruni menatap sebelahnya dimana Amel sedang menguap lebar sembari menyenderkan kepalanya pada bahunya, benar-benar tipikal gadis yang tak mau mendengarkan informasi. Seruni melihat-lihat ke seluruh ruangan memindai apa saja yang ada di sana, saat matanya menangkap seorang mahasiswa sedang duduk di bangku yang masih satu baris dengannya, mata Seruni menatap fokus titik itu. Seruni mengenali pemuda itu yang merupakan seseorang yang baru-baru ini hangat diperbincangkan, siapa lagi jika bukan Dayu Aji. Si mahasiswa pendiam dan cuek, terlebih lagi rumor mengatakan bahwa ia susah sekali bergaul. Bukan karena mahasiswa lain yang menjauhinya, tapi Dayu sendiri yang menolak berbagai jenis pertemanan, entahlah Seruni sendiri bingung bagaimana mungkin ada orang yang bisa hidup tanpa bersosialisasi. Jika dilihat-lihat memang benar apa yang dikatakan rumor tersebut, Dayu berdiri sendiri di baris paling sudut, ia juga tampak menggeser bangkunya agar berjauhan dengan bangku lainnya, Seruni cukup heran melihat tingkahnya. Apa seperti itu yang disebut sebagai Anti Sosial? Saat netranya masih fokus melihat gerak-gerik pemuda itu, tiba-tiba saja Dayu menoleh menatap lekat Seruni, tatapan mereka saling terkunci beberapa saat hingga membuat gadis itu gelagapan dan mengalihkan tatapannya dengan terbu-buru. ‘Ugh, ketahuan.’ Batin Seruni berujar, ia menggelengkan kepala merasa malu karena telah memperhatikan seorang pemuda, bahkan kini pipinya sudah memerah bak kepiting rebus. Untuk menetralkan ekspresinya ia berpura-pura sibuk membangunkan Amel dari tidurnya, membuat sang empunya bergerak tidak nyaman karena telah terganggu. “Eh, Mel. Bangun, Rektor lagi ngejelasin sistem KKN kita.” Bisik Seruni pada sahabatnya. Amel menggumam tidak jelas, mau tak mau akhirnya gadis itu membuka matanya dengan enggan luar biasa. Ia menatap Seruni dengan decakan sebal, sungguh ia masih mengantuk berat. Saat berusaha mengumpulkan nyawanya, Amel menatap ke sekitar dan tatapannya beradu pada Dayu yang saat ini sedang menatap ke arahnya, ahh lebih tepatnya sedang menatap Seruni dengan tatapan tajamnya. Aneh! “Run, itu Dayu kok ngeliatin kamu mulu sih, ada masalah apa kamu sama dia?” Ucap Amel berbisik pada sahabatnya. Sontak Seruni membulatkan mata terkejut, jadi Dayu masih melihat ke arahnya? “Iya kah? Dia masih melihat ke arahku?” Tanya Seruni dengan terkejut. Amel menolehkan kepalanya lagi, tapi entah bagaimana Dayu sudah tidak ada di bangkunya. “Sudah tidak, dia pergi.” Balas Amel mengendikan bahunya cuek. “Ohh syukurlah.” Gumam Seruni dengan pelan, sangat pelan karena suaranya teredam oleh microfon Rektor. Seruni menepuk-nepuk pipinya sendiri ia masih ingat bagaimana tatapan mata elang Dayu padanya, itu memancarkan penuh dengan kemisteriusan, untuk sejenak Seruni setuju pada omongan Amel bahwa Dayu memang sangat misterius. Entahlah bagaimana nanti jika ia berkelompok dengan mahasiswa itu, canggung, aneh, atau malah saling diam? Rektor memberi penjelasan mengenai tata cara KKN dan apa yang harus atau tidak boleh dilakukan selama program itu berlangsung, kebanyakan dari mereka menanggapi dengan senang-senang saja karena tempat KKN mereka memang asyik dan tentram. Berbeda dengan sekelompok Seruni yang hanya diam sembari mendengus sebal karena ditempatkan di Desa yang berhantu, begitulah pikirnya. “Selesai pertemuan ini kalian belum boleh pulang terlebih dulu, masing-masing dari anggota kelompok harus berkumpul untuk membahas program kalian masing-masing. Ayo-ayo, segera.” Ujar Rektor kepada para mahasiswa dan mahasiswi. Amel dan Seruni berdiri dengan malas pasalnya berpindah-pindah posisi adalah suatu hal yang dibenci kedua gadis itu, sudah mendapat posisi enak tapi harus digusur. Ya, mau bagaimana lagi karena memang seperti itu titahnya. Kelompok Seruni diperintahkan agar duduk di baris ke dua dari depan, Seruni dan Amel menurut saja karena baris itu tepat didepannya. Akhirnya semua kelompok telah bergabung dengan anggotanya masing-masing, Seruni menatap anggotanya dan lagi-lagi ia menemukan sepasang mata tajam yang kini tengah menatapnya. Seruni menelan ludah susah payah, kenapa harus dia lagi. Astaga! Kelompok Seruni terdiri atas sebelas orang antara laki-laki dan perempuan, mereka berasal dari program studi dan fakultas yang berbeda. Seruni sengaja mengabsen nama mereka satu per satu, selain dirinya dan Amel tentunya. “Kalian sudah mendapatkan gambaran tentang program apa saja yang dilakukan selama di sana?” Tanya sebuah suara, ia adalah Sahel Mananta yang merupakan mahasiswa terpandai di seantero angkatan. “Belum.” Balas sebuah suara yang terdengar sangat cuek, Roni; si mahasiswa malas yang menganggap semua hal adalah enteng dan mudah dikerjakan. “Tunggu-tunggu! Jadi aku sekelompok sama kalian, apa?” Suara cempreng memenuhi gendang telinga tertangkap, Venska mengernyit jijik melihat Roni dan yang lainnya secara bergantian. Venska dikenal sebagai mahasiswi yang sombong dan angkuh, ia bahkan tak segan-segan melontarkan kalimat pedasnya pada orang yang tidak ia sukai. “Bukan kami yang sekelompok denganmu, lebih tepatnya kamu yang sekelompok dengan kami. Jika tidak suka, maka dengan senang hati kami mempersilahkanmu untuk pergi mencari kelompok lain.” Yudi berujar, ia adalah orang yang sebenarnya menyukai humor meskipun itu tidak lucu sama sekali. Namun, kadang-kadang mulutnya bisa melontarkan kalimat pedas, seperti halnya saat ini ia membalas ucapan dari Venska. Venska menggeram kesal, bagaimana bisa kalimat pedasnya dikalahkan oleh mahasiswa bernama Yudi Isnaeni ini. “Sudahlah! Aku sedang tidak ingin mendengar perdebatan, jika belum ada gambaran mengenai program kerja kita, ayo segera membuatnya sekarang.” Ucap Seruni menengahi, ia tidak punya waktu banyak untuk mendengarkan perdebatan kusir mereka, ia hanya ingin segera menyelesaikan rundingan ini dan cepat-cepat pulang. Berada didekat Dayu membuat Seruni merasakan aura lain yang juga ikut mendekatinya, bagaimana tidak, saat ini Dayu berada tepat disamping kanannya, mereka duduk berdampingan meskipun Dayu tidak mengeluarkan sepatah dua patah kata. Namun, Seruni bisa merasakan punggungnya yang bak ditusuk oleh ribuan paku tak kasat mata. “Nah, betul Runi.” Seru Amel yang menyetujui usulan sahabatnya. Akhirnya mereka pun juga mengangguk setuju, semuanya memulai diskusi masing-masing melontarkan ide dan pikirannya. “Seruni, Amel, Yudi dan err— Dayu, karena kalian masih satu program studi maka kalian bisa menjadi grup kecil, dari yang sudah kita diskusikan aku mengambil kesimpulan bahwa; kalian harus mengajarkan anak-anak Desa Rogokepaten belajar menulis dan membaca dengan lancar, karena dari yang ku tahu jika kebanyakan anak-anak di sana masih minim pendidikannya.” Jelas Sahel karena ia mahasiswa terpandai dikelompok itu, sesekali ia melirik Dayu yang masih diam mendengarkan penjelasannya. “Kalian setuju, kan?” Tanya Sahel, ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Yoi bro, setuju dong.” Sahut Yudi Isnaeni dengan cepat. “Ya, kami setuju.” Amel dan Seruni bersamaan, berbeda dengan Dayu yang hanya mengangguk singkat dan seperlunya saja. Sahel menghela napas panjang-panjang, ini akan menjadi waktu yang lama. “Oh ya selanjutnya Roni, Putri, Venska dan Siska karena kalian berasal dari fakultas ekonomi maka aku memutuskan agar kalian membantu para warga desa agar bisa memulihkan ekonominya, membantu mereka untuk berkreativitas hingga mampu menjalankan roda perekonomian." Venska menatap Roni dengan garang, kenapa harus satu grup dengan si pemalas itu? Batin Venska sebal. “Lalu yang terakhir aku sendiri, Handi, dan Samirah akan menjalankan program yang berhubungan dengan kemasyarakatan dan juga sosial, dari masing-masing susunan program kerja yang telah kita diskusikan ini ada hal yang belum dimengerti?” Sahel mengamati satu per satu anggota kelompoknya. “Tidak, aku sudah paham.” Sahut Amel. “Sudah dimengerti.” Balas Roni dengan nada malas yang amat kentara, tak dapat dipungkiri bahwa memang seperti itulah sifat Roni. “Aku – “ Dayu mengeluarkan sepatah katanya, membuat semua atensi yang ada di sana menatap Dayu dengan pandangan bertanya-tanya. Setelah sekian lama tidak membuka suara pada akhirnya anak itu mau mengeluarkan suaranya. Namun, perkataan Dayu yang terpotong semakin membuat penasaran mereka. Mendapat tatapan seperti seekor mangsa membuat Dayu menghela napas panjang, haruskah ia melanjutkan ucapannya itu? “Ya? Katakan saja.” Sahut Sahel. Ia dipilih menjadi ketua kelompok, jadi mau tak mau Sahel memang harus bertanggung jawab atas anggotanya. “Aku hanya ingin berpesan bahwa kalian harus hati-hati selama berada di sana, jangan sampai melanggar apapun aturan dan juga jaga sopan santun serta perilaku.” Tukas Dayu dengan satu tarikan napas, bahkan tidak ada ekspresi khas yang ia tampilkan, hanya datar-datar saja. “Hanya itu?” Kini Handi yang menyahut. “Ya.” Balas Dayu yang kembali ke mode cueknya. Semua yang ada di sana melongo, hanya itu saja pesan yang Dayu katakan, hampir sama seperti pesan Rektor mereka. Sekalinya berbicara, Dayu hanya menyampaikan hal itu saja. Buang-buang waktu! Batin beberapa orang di sana, terkecuali Seruni karena ia paham arti kata ucapan Dayu. “Baiklah, diskusi kali ini ku tutup. Semangat menjalankan KKN kita, jaga kesehatan selalu dan jaga sopan santun dimana pun kalian berada. Diskusi telah selesai dan kalian boleh pulang, sedangkan aku akan melaporkan kesimpulannya pada Dosen pembimbing terlebih dulu.” Ucap Sahel, semuanya mengangguk lalu merapikan tas mereka masing-masing dan bergegas untuk pulang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.3K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
60.7K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
54.1K
bc

Dua Cincin CEO

read
231.3K
bc

Dependencia

read
186.2K
bc

Playboy Tanggung Dan Cewek Gesrek

read
462.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook