Suasana di dalam mobil benar - benar hening sejak keluar dari halaman hotel tempat Nadira menginap. Beberapa menit yang lalu, di mobil yang sama, ada tawa, ada obrolan ringan, ada kehangatan yang menenangkan. Sekarang, di kursi penumpang itu, duduk seorang perempuan yang menatap kosong ke depan matanya sembab, wajahnya dingin, tapi hatinya bergejolak hebat, sementara sang pria wajahnya tegang. Clarissa menggenggam tas kecilnya erat - erat di pangkuan, seolah kekuatan dari genggaman itu bisa menahan sisa air mata yang terus menggenang di pelupuk. Bian, yang duduk di sebelahnya hanya fokus menyetir, rahangnya mengeras, matanya sesekali melirik sekilas ke arah Clarissa, tapi tak sanggup memulai percakapan. Ia tahu, apa pun yang ia katakan saat ini, hanya akan memperkeruh keadaan. Hening.

