Evelyn: Awal Perjalanan

1125 Words
Kami adalah makhluk dominan. Berada di puncak rantai makanan, dan menguasai seluruh permukaan. Namun, peradaban, kebudayaan, sains dan teknologi yang sudah ribuan tahun kami bangun, hancur hingga hanya menyisakan puing-puing yang hanya bisa terlihat dari kejauhan. Kami hidup di zaman setelah kehancuran. Di zaman ini manusia sedang berusaha membangun lagi peradaban. setelah masa kehancuran, populasi manusia yang ada di bumi menurun drastis. hanya menyisakan satu juta jiwa di atas permukaan Bumi. Kami semua tinggal di satu wilayah. Satu tempat aman terakhir di Bumi yang di sebut Eden Shelter. Bukan manusia namanya kalau tidak bisa beradaptasi dengan cepat. Setelah zaman kehancuran, manusia yang selamat berusaha keras membangun tempat tinggal baru yang akhirnya bisa kami tempati hingga hari ini. Walau begitu, Eden Shelter membutuhkan rentang waktu 300 tahun dalam masa pembangunannya. Bumi kembali seperti saat zaman purbakala. Zaman yang primitif dimana Makhluk-Makhluk raksasa tanpa akal, menguasai permukaan bumi. Semua benua bertabrakan menjadi satu benua besar seperti masa lampau. Eden Shelter dibangun sedikit ke bagian utara karena iklim di arah utara lebih hangat, dan lebih bersahabat untuk kami para manusia yang tersisa. Kami membangun ulang peradaban, kebudayaan, sains, dan teknologi yang lebih baik dalam waktu singkat berkat para pendahulu kami. Kisah yang ingin aku sampaikan ini bukanlah kisah tentang kami para manusia baru. Bukan juga tentang zaman kehancuran yang menghancurkan dan menyisakan hanya sedikit populasi manusia di bumi. Kisah ini adalah kisah dari peradaban yang jauh, bahkan sangat jauh sebelum peradaban kami. Namaku Evelyn Cage. Aku adalah seorang penjelajah sekaligus Arkeolog, bisa juga disebut penggila petualangan. Lebih banyak menghabiskan hidupku untuk menjelajah, mencari sisa-sisa peradaban masa lalu yang sudah mulai dilupakan. kini aku sedang berdiri di depan satu-satunya perpustakaan yang ada di bumi. Terletak di tengah Eden Shelter, perpustakaan yang begitu megah seperti istana ini adalah rumah bagi seluruh buku yang masih tersisa. Tujuanku ke tempat ini adalah untuk sedikit bersantai sambil berharap menemukan petunjuk untuk petualanganku selanjutnya, yang mungkin masih bersembunyi di sudut-sudut rak buku. Menaiki beberapa anak tangga kecil, aku tiba di depan pintu masuk yang begitu megah. Perpustakaan terdiri dari delapan lantai dengan penataan buku sesuai kategori yang tersusun rapih. Seperti biasa aku langsung menuju ke lantai 7 di sudut kanan tangga dimana buku-buku tentang sejarah, dan ilmu arkeologi di letakan. Tidak hanya buku, namun ada juga gulungan-gulungan, teks, dan manuscript masa lampau di rak yang berbaris ini. Ku ambil beberapa buku dan gulungan-gulungan tua secara acak, karena sebenarnya hanya ingin mengisi waktu luang, sambil berharap menemukan hal menarik yang bisa menjadi petunjuk baru untuk menentukan kemana petualanganku selanjutnya. Setelah membolak-balik buku, membuka gulungan-gulungan tua, sayangnya masih belum ada hal yang menarik perhatianku. Hanya tersisa 1 gulungan terakhir. Ku buka dengan hati-hati dan penuh perhatian karena gulungan terakhir ini terlihat sangat rapuh. Gulungan ini terbuat dari kulit hewan, dan di ikat dengan tali berwarna hitam yang juga terbuat dari kulit. Ternyata isi gulungan ini adalah sebuah peta. Digambar menggunakan tinta, sangat jelas usia gulungan ini sangatlah tua. Dengan tinta yang sudah memudar disana-sini, menggambarkan benua baru dan beberapa pulau kecil disekitarnya. Tapi tunggu! Aku tanpa sadar mengerutkan dahiku sambil berpikir. Benua baru yang terbentuk saat zaman kehancuran, baru ada sekitar 300 sampai 400 tahun lalu. Setelah zaman kehancuran, memang benar kami mengalami kemunduran di bidang teknologi. Tapi dari catatan yang ada, tidak sampai kembali ke zaman dimana harus menggunakan tinta dan kulit hewan untuk membuat sebuah peta. Apa ada orang dari luar Eden Shelter yang menggambar peta ini dan membawanya kesini? Gambar peta ini menunjuk ke suatu tempat ke arah barat dari Eden Shelter. Karena sibuk mencari dokumen yang berhubungan dengan peta tua itu, tanpa terasa hari sudah mulai gelap. Pada akhirnya aku pulang dengan tangan kosong. Sambil berbaring di ranjangku, pikiranku berkelana kesana-kemari karena penasaran. Tidak ada petunjuk lebih tentang peta ini. Hanya peta, tanpa ada dokumen apapun yang berhubungan. Rasa penasaran dan kesal semakin menusuk sampai ke dalam tulangku. Jangankan tidur, kepalaku terus berpikir tanpa henti hingga pagi hari pun tiba. Karena kesal, tak perlu berpikir lagi! hanya tersisa satu hal, yaitu aku harus pergi ke lokasi peta ini. Walaupun kemungkinan besar aku akan kembali tanpa hasil, tapi aku sudah membulatkan tekadku. Sebelum bersiap berangkat, aku menyempatkan diri untuk sarapan lebih dulu. Tak ada yang spesial, hanya teh herbal dalam cangkir favoritku yang mengepulkan sedikit asap, disandingkan dengan sepotong roti tanpa isi. Hangatnya cahaya yang masuk dari jendela dan suara nyanyian angin yang lembut pun tak ku hiraukan, karena pikiranku sedang dihinggapi rasa penasaran sekaligus senang akan petualangan tidak jelas yang akan aku lalukan. Jam di tanganku menunjuk angka 10:15. Ku putuskan untuk menyudahi sarapan tenangku, dan bersiap menyusun perbekalan. tepat pukul 11:00 aku pun berangkat meninggalkan rumah nyamanku, keluar dari Eden Shelter yang aman, Menuju dunia luar yang liar dan berbahaya. Di zaman ini kami tak lagi menggunakan kendaraan beroda. Sebagai gantinya kami menggunakan kendaraan android terbuat dari besi berbentuk kuda, karena lebih mudah untuk bermanuver di medan yang liar di luar Shelter. Kalau perhitungannya tepat, jarak dari Eden Shelter ke tempat yang ditunjukan oleh peta misterius ini sekitar 1200km. Kira-kira akan memakan waktu 5 sampai 7 hari dengan kecepatan ini. Aku mulai menyusuri hutan yang terletak tidak jauh dari Eden Shelter. Ya,,, aku mengenal jelas hutan ini. Karena terletak dekat dari Eden Shelter, hutan ini adalah tempat yang pertama aku jelajahi saat baru memutuskan menjadi seorang penjelajah sekaligus arkeolog 10 tahun lalu. Ditumbuhi pepohonan yang besar, cahaya mataharipun sulit masuk ke dasar hutan. Membuat hutan ini terasa suram, namun hangat. Hutan ini adalah salah satu tempat teraman diluar Eden Shelter. Karena di tumbuhi pepohonan yang sangat lebat, jarang ada monster berukuran besar yang masuk ke dalam hutan. Terkadang para penjelajah dari Shelter memang menemukan monster di hutan ini. Namun ukurannya tidah lebih besar dari manusia, dan itu dapat ditangani hanya oleh satu orang penjelajah. Para penjelajah dari Eden Shelter dibekali pedang yang bisa memanjang dan memendek sesuai keinginan penggunanya dalam jangkauan sekitar 1 meter di kedua punggung telapak tangan, dan senapan yang digantung di bagian pinggang. Begitupun aku yang sekarang ini sedang menjelajah diluar Eden Shelter. Dengan kecepatan ini, saat hari menjelang sore kemungkinan aku sudah keluar dari hutan ini. Tak ada halangan yang berarti, karena hutan ini terletak di dataran yang cukup rendah. Aku hanya perlu terus menyusuri dan menghindari pepohonan. Melewati tanah hutan yang ditutupi dedaunan mati berwarna kecoklatan, terkadang aku berhenti sejenak untuk memetik buah berry liar yang bisa kumakan sambil menikmati perjalanan dalam hutan suram ini. Sore hari sekitar pukul 4, aku melihat cahaya dari depan yang menandakan aku akan segera keluar dari hutan ini. Sedikit demi sedikit aku menambah kecepatan karena tidak sabar ingin cepat keluar dari hutan. Aku keluar hutan dengan senyuman menyambut petualanganku. Sesaat setelah keluar dari pepohonan yang rimbun, tiba-tiba seperti ada batu besar yang menghantamku dari arah kiri, dan semuanya menjadi gelap.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD