bc

Unpredictable Lover

book_age18+
5.8K
FOLLOW
28.9K
READ
CEO
drama
sweet
bxg
brilliant
special ability
like
intro-logo
Blurb

#Special Ability 2

.

Gibran Adelard tidak pernah menyangka Tiara kekasihnya adalah seorang pengkhianat. Ternyata perempuan itu komplotan Baron, pengusaha pesaingnya. Awalnya dia berniat melamar Tiara, tapi sebelum itu terjadi semua terbongkar, dan dia juga disekap demi menggagalkan kerja sama dirinya dengan pengusaha asing ternama.

Namun, keberuntungan masih berpihak padanya karena seorang wanita bernama Daisy menyelamatkannya. Wanita itu lincah dan memiliki kecepatan tangan yang luar biasa.

.

Apa sebenarnya alasan Daisy menyelamatkan Gibran? Inilah awal mula kisah antara Gibran sang CEO tampan, mapan, berhati lembut dengan Daisy sang pencuri cantik yang memiliki kemampuan khusus.

.

Baca juga :

‐Special Ability 1 : Powerful Twins (Sinta & Santi)

‐Special Ability 3 : My Unique Wife

***

Cover by Shenaarts

chap-preview
Free preview
1. Tiga Sekawan
Sore ini, Daisy, Aster, dan Lily sedang berdiskusi tentang rencana mereka. Menurut kabar, diadakan pesta kecil di klub malam Aquena yang akan dihadiri pria-pria paruh baya konglomerat dan mereka juga memesan wanita penghibur untuk pesta tersebut. Tiga sekawan itu berniat menyamar menjadi wanita penghibur dan memasuki pesta. Tujuannya tentu saja untuk merampok. Begitulah pekerjaan mereka selama ini, mencari target pria-pria hidung belang di klub dan merampok barang-barang berharga. Malam pun tiba, ketiganya sudah siap beraksi mengenakan baju mini berdada rendah, tampilan mereka sungguh menggoda. Lalu, dengan koneksi yang Aster miliki, tidak sulit bagi ketiganya untuk menyamar menjadi wanita penghibur dan masuk ke dalam ruang VVIP tempat pesta berlangsung. Daisy, Aster, dan Lily masuk bersama lima wanita penghibur lainnya dalam ruangan itu. Di sana sudah ada sekitar enam pria paruh baya yang sedang berpesta. “Ck, sudah tua bangka, bukannya tobat malah pesta dengan wanita penghibur," batin Daisy menyindir pria di dalam ruangan. Pria paruh baya tampak terpesona melihat Daisy, Aster, dan Lily daripada wanita penghibur lainnya. “Cantik, duduk dekat Om,” ajak salah satu pria paruh baya dan diikuti oleh yang lain. Daisy sebenarnya merasa mual mendengar ajakan itu, tapi dia harus sedikit bersabar kali ini. “Aku mau duduk di sebelah Om yang paling kaya,” ucap Daisy dengan nada manja dibuat-buat. “Lihat dompet Om isinya uang merah semua dan kartu unlimited. Lihat juga jam tangan Om harganya dua ratus juta.” Beberapa dari mereka memamerkan barang-barang berharga milik mereka. Daisy memilih duduk di sebelah pria tua yang menurutnya paling kaya, begitu pula Aster dan Lily memilih pria yang menggunakan jam tangan mahal. Pria yang duduk di sebelah Daisy terus saja meraba pahanya dan ketika pria itu ingin mencium Daisy, mendadak ia pusing dan tak sadarkan diri. “Baru juga sebentar sudah mabuk," ungkap Daisy pura-pura kecewa. Pria tua yang lain pun tertawa karena mengira temannya itu ambruk karena mabuk, padahal semua ulah wanita yang duduk di samping temannya, siapa lagi kalau bukan Daisy. Wanita itu berpindah ke tempat duduk lain. “Om, aku duduk di sini ya?" “Boleh." Tidak berapa lama pria tua yang duduk di sebelah Daisy lagi-lagi mendadak tak sadarkan diri. Begitu pula dengan yang lainnya dan bukan hanya itu, lima wanita penghibur yang berada di sana juga mengalami hal serupa. “Sudah aki-aki masih saja buat maksiat. Jadi, jangan salahin kita!” hardik Daisy memutar-mutar jam tangan di jarinya. “Betul banget." Aster dan Lily mengangguk setuju, mereka bertiga tersenyum remeh melihat enam pria paruh baya yang telah pingsan. “Dai, sudah beres semua?” tanya Lily. “Beres, ayo cabut!” “Ayo!” Tiga sekawan meninggalkan ruangan sebelum orang lain datang menjemput pria-pria paruh baya di sana. Saat keluar dari ruangan, Daisy sempat melihat pria yang paling ia benci memasuki ruangan VVIP lain bersama seorang wanita. Pria itu adalah mantan suaminya yang bernama Baron Ducan seorang pengusaha ternama di Ibu kota. *** Sesampainya di mobil, Lily mengambil laptopnya dan dengan kepintarannya, ia menghapus semua jejak rekaman CCTV yang menampilkan mereka di dalam klub itu. “Wah, kita bisa dapat ratusan juta kalau jam-jam tangan ini dijual!” pekik Aster sambil mengamati barang-barang serta uang tunai yang diambil oleh Daisy, sahabatnya. Daisy yang memiliki kecepatan tangan luar biasa bisa mengambil barang-barang itu dengan mudah. Saat sekolah dulu, Daisy dijuluki si tangan ajaib. Dia pula yang membuat semua orang di ruangan tak sadarkan diri. Dia menusukkan jarum obat bius ke leher mereka tanpa diketahui dan setelah pria-pria tua itu sadar, mereka tidak akan ingat kejadiannya. Bahkan, mungkin mereka tidak ingat pergi ke klub malam ini. Jarum-jarum obat bius yang Daisy gunakan memang tidak dijual di pasaran dan ia dapatkan dari seorang teman yang bekerja di laboratorium klinik. Temannya hobi membuat eksperimen benda semacam itu. Sebenarnya tujuan pembuatan jarum bius untuk melindungi diri, bukan untuk melakukan tindak kriminal seperti Daisy dan kawan-kawannya. Lumayan menguras kantong membeli jarum-jarum itu. Namun, hasilnya sebanding, selama ini tidak ada polisi yang mencari mereka karena korban sendiri tidak ingat apa pun. “Dai, setelah aku hitung uang tunai ada sekitar sepuluh juta, tapi kalau jam-jam tangan ini dijual kita bisa dapat kira-kira lima ratus juta!” pekik Aster dengan nada semangat. Namun, Daisy tidak menanggapi karena sibuk dengan pemikirannya sendiri. Aster serta Lily yang mengemudi saat ini mendadak heran dengan aksi diam Daisy. Dari tadi sahabatnya itu hanya menatap ke arah kaca mobil sambil melamun, benar-benar tidak seperti Daisy yang biasanya. “Daisy!!!” teriak Aster dan Lily bersamaan. “Apa sih, aku dengar kali!” “Memangnya kamu dengar apa yang tadi aku omongin?” tanya Aster. “Total uang tunai sepuluh juta terus perkiraan kalau kita jual jam-jam tangan itu bisa sampai lima ratus juta. Benar, ‘kan?” jawab Daisy santai. “Benar, tapi kamu dari tadi diam aja jadi kami takut kamu kesambet.” “Kamu lagi mikir apa, Dai?” tanya Lily penasaran pasti sahabatnya itu sedang memikirkan sesuatu. “Aku tadi lihat Baron di klub itu.” “Baron? Mantan suami kamu?” “Ya, dia masuk ke ruangan VVIP lain.” “Terus?” “Aku baru ingat saja selama ini belum bisa balas dendam ke dia.” “Susah, Dai. Apalagi kita rakyat jelata kecuali kamu punya pendukung yang sederajat kekuasaannya dengan si berengsek Baron," ujar Aster. “Benar, kalau tidak seperti itu, kamu nggak bisa berhasil balas dendam ke si Baron." Lily menambahkan. Tentu Aster dan Lily ingin sekali membantu. Namun, mereka tahu kemampuan keduanya, jika digabung dengan Daisy belum cukup mengalah seorang Baron Ducan. Daisy kembali berpikir, benar juga apa yang dikatakan kedua sahabatnya, ia harus bisa mencari pendukung, tapi itu menyusahkan. Tentu banyak orang yang tidak menyukai Baron Ducan. Namun, kekuasaan mereka masih di bawah Baron, akhirnya orang-orang itu juga akan mengemis kepada Baron. “Aku jadi penasaran tadi dia ngapain di klub? Aku lihat dia masuk sama cewek.” “Kalau kamu penasaran, kamu bisa lihat rekaman CCTV ruangan itu di laptopku. Aku udah mengakses semua rekaman CCTV di klub Aquena,” balas Lily yang masih fokus menyetir. Daisy menatap sahabatnya itu dengan mata berbinar. “Lily, kamu memang genius. I love you ....” “Jadi mual dengarnya,” sahut Lily dengan bergaya akan muntah. Sementara Aster hanya tertawa melihat ekspresi Daisy yang memuja Lily, hingga Lily ingin muntah dibuatnya. Tiga sekawan sampai di kontrakan-kontrakan kecil bersusun tempat tinggal mereka. Kebanyakan dari tetangga ketiganya memang bekerja sebagai wanita penghibur hanya mereka bertigalah yang diam-diam menjadi pencuri. Target tiga pencuri itu biasanya di klub malam, mereka mencuri barang-barang mahal milik pria-pria hidung belang yang ada di sana. Sekarang ketiganya sedang berkumpul di kontrakan Daisy. Mereka menonton rekaman video percakapan Baron dengan seorang wanita dan beberapa pria lainnya. “Siapa Gibran?” tanya Daisy. Dia mengetahui Baron telah menyekap Gibran, sehingga besok pria itu akan gagal melakukan pertemuan dengan pengusaha dari Singapura. Proyek Gibran tidak akan berhasil dan Baronlah yang besok mengambil klien dari Singapura tersebut untuk bekerja sama dengan perusahaannya. Lily mencari nama Gibran, tapi terlalu banyak orang bernama sama. Ia berpikir kembali, Gibran mungkin adalah pengusaha terkenal yang sederajat dengan Baron. “Mungkin Gibran yang dimaksud adalah Gibran Adelard, CEO perusahaan R&G Hotel and Resort,” ujar Lily. “Bisa jadi karena perusahaan Baron juga bergerak di bidang yang sama.” “Ini fotonya.” Lily menunjukkan foto Gibran di layar laptopnya. “Cakep Dai, tapi kenapa sedikit mirip—” Aster menggantung ucapannya, kemudian mengingat sesuatu. “Mirip siapa?” tanya Daisy heran. “Eh, bukan siapa-siapa, mungkin aku salah ingat. Mending kamu selamatin si Gibran itu terus gaet langsung biar kamu bisa balas dendam.” Daisy memeriksa ponselnya, melihat akun media sosial milik Gibran Adelard. Ternyata benar Gibran adalah kekasih dari wanita yang bersama dengan Baron di klub tadi. “Oke, aku bakal ke gudang itu sekarang!” Memang Daisy dan yang lain juga mendengar tempat penyekapan Gibran di rekaman video itu. “Sekarang? Nggak nunggu besok pagi aja," usul Aster. “Kita ‘kan nggak tahu pertemuan besok jam berapa. Gimana kalau pagi banget dan aku telat nyelamatin tuh CEO?" “Benar juga. Ayo aku ikut," ajak Aster, tampak ingin ikut dalam aksi penyelamatan kali ini. “No! Kamu sama Lily tunggu aja di kontrakan masing-masing.” “Nanti kalau kamu kenapa-napa, gimana?” “Aku lebih takut kalau kalian kenapa-napa.” “Tapi—" “Aster, kita di kontrakan aja dan kamu Daisy ingat hati-hati! Terus kalau sudah selesai langsung hubungi kita. Nanti sampai pukul satu dini hari kamu belum ada kabar, kita bakal susul ke sana.” Lily berusaha menghentikan perdebatan antara Daisy dan Aster. “Siap Komandan! Doain ya gaes.” Daisy mengambil kunci mobil dan bergegas pergi ke gudang kosong yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka. “Kenapa sih kita nggak ikut aja, Ly?” “Kalau kita ikut memang bisa apa? Berkelahi aja kita nggak bisa, apalagi kalau kita ketangkap bakal repot jadinya. Mending Daisy sendiri, dia bisa lebih lincah dibandingkan harus bawa kita.” “Benar juga, tapi kenapa nggak lapor polisi aja?” Lily mencubit lengan Aster cukup keras. "Aauuu!" “Kamu gila! Alasan pertama, kita itu pencuri, gimana kalau polisi malah menyelidiki kita? Kedua, Daisy nggak akan percaya yang namanya polisi, kamu pasti masih ingat cerita masa lalunya dia.” “Iya juga, tapi nggak usah pakai nyubit kali, sakit tauuuu!” Begitulah obrolan singkat antara Aster dan Lily sebelum mereka kembali ke kontrakan masing-masing menunggu kabar dari Daisy. Mereka berharap tidak terjadi apa-apa dengan Daisy.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sweetest Diandra

read
70.5K
bc

Long Road

read
118.3K
bc

A Secret Proposal

read
376.3K
bc

Mrs. Rivera

read
45.3K
bc

LEO'S EX-SECRETARY

read
121.1K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
260.3K
bc

You're Still the One

read
117.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook