“Ya, ada apa, Rhea?” suara Arvin terdengar lembut, penuh perhatian. Rhea menghela napas pelan, menundukkan kepala sejenak sebelum berani menatap wajah pria di sampingnya. “Senior, terima kasih sudah membantuku, sudah menemaniku di saat aku rapuh seperti ini. Aku sungguh tidak tahu balasan apa yang bisa kuberikan padamu.” Ucapannya lirih, namun sarat dengan ketulusan. Arvin terdiam beberapa detik. Kata-kata itu membuat dadanya bergetar, hatinya seperti disentuh sesuatu yang hangat. Ada desir halus yang mengalir di balik tenangnya wajahnya. Ia ingin berkata lebih banyak, ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini ia simpan, tapi ia menahan diri. Ia tahu, ini bukan saat yang tepat. Akhirnya ia tersenyum tipis, menoleh pada Rhea. “Tidak apa-apa, tidak perlu berlebihan begitu dengan aku. Ya

