bc

Sak Wijining Dino

book_age18+
12.8K
FOLLOW
156.7K
READ
rape
sex
forced
curse
playboy
bitch
queen
beast
tragedy
like
intro-logo
Blurb

21+

Diperuntukan untuk pembaca yang sudah menikah atau 21 tahun keatas.

Ahras, adalah seorang petani kopi dari desa Banduwangi. Setiap satu purnama, ia harus mengirim biji-biji kopinya ke Ardaka. Pertemuannya dengan Saras membawanya ke jurang zina yang tiada tara. Sebab, tak hanya Saras yang akan menjadi budak pelampiasan nafsunya.

Saras, Lastri, dan Alicia adalah tiga orang wanita yang memenuhi cinta dan nafsunya. Hidupnya yang semula biasa saja berubah ketika pertemuannya dengan Saras. Petualangannya berubah mengerikan ketika para kompeni menyerang Ardaka. Dibalik semua itu, ia adalah pria yang terkena kutukan oleh leluhurnya. Tubuhnya berubah seketika menjadi makhluk mengerikan ketika ia mencoba untuk menyelamatkan semuanya.

Ikuti petualangan cinta sekaligus nafsu Ahras?

chap-preview
Free preview
Chapter I. 01 : Saras
Wanita dengan kain jarik yang telah melorot itu berlari ke arahku. Ia berlari kebingungan sambil menggandeng putrinya yang kuperkirakan berusia 8 tahun. Di ujung persimpangan, ia berlari ke arah kereta kuda milikku. Kereta kudaku yang saat itu menghalangi jalan karena aku baru saja menurunkan bijih kopi yang telah kujual kepada seorang pemilik kedai di Kota Ardaka. Kudaku sedang minum, tak mungkin aku jalankan karena kuda akan mengamuk jika dia diganggu ketika makan atau minum. Aku berdiri di belakang kereta. Wanita yang berlari dari kejaran seseorang itu menatapku. Rambutnya lurus kebelakang, raut mukanya yang tirus di bagian pipi, bibirnya yang gincu, dan hidungnya yang sedikit pesek. Aku berpikir ia adalah seorang pelacur yang melarikan diri dari majikannya. Namun yang menjadi perhatianku adalah ia memiliki buah dada yang begitu menggoda. Buah dadanya berayun kesana kemari dengan begitu bebasnya seiring dengan gerakan langkah cepatnya kearahku. Putrinya berusia 8 tahun. Wajahnya yang lugu dengan rambut pendek berantakan, membuat dirinya pantas untuk dikasihani. Secara spontan aku berkata, "Jalan tertutup, sini masuklah!" Kubuka tirai yang menutupi kereta kudaku. Wanita itu menggendong putrinya dan kubantu untuk menangkapnya. Kusembunyikan dimana mereka? Tanyaku dalam hati. Aku melihat kotak sayuran yang ada kereta kudaku dan memasukan putrinya di dalam kotak itu. Ia-pun turut masuk kesana dengan wajah was-was karena kotak itu terlihat terlalu sempit untuk mereka berdua. Namun kotak yang terbuat dari rotan itu ternyata cukup untuk mereka. Aku turun dari kereta dan menutup kembali kain tirai kereta kudaku tersebut. Aku melihat dari bawah kereta ternyata kudaku sudah tak haus lagi. Aku menyisipkan tubuhku di celah lorong sempit itu untuk menuju ke depan kereta kuda. Akhirnya aku berhasil sampai di depan kereta. Aku mengambil ember tempat minum kudaku dan memasang gantungan ember itu di samping gagang kereta kuda. Lalu kupacu pelan kereta itu keluar dari belakang kedai itu. Aku pulang ke pekebunanku di desa Banduwangi. Disana aku memang hidup sendiri. Kedua orang tuaku entah pergi kemana. Aku tinggal bersama nenekku yang telah meninggal setahun yang lalu. Terpaksa aku mengurus kebun kopi itu sendirian. Aku memanennya sendiri dan menjualnya ke Ardaka. Tidak ada teman bagiku karena teman seumuranku kebanyakan merantau ke kota besar untuk menjadi Ksatria Kedaton. Bayarannya cukup lumayan untuk hidup sebagai perantau. Terkadang teman-teman sebayaku berhasil pulang dengan memperistri gadis kota. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Sifatku yang selalu teguh memegang amanah dan selalu membuatku berpikir dua kali apabila ingin meninggalkan rumahku di desa Banduwangi. Nenekku berpesan untuk tetap menjalankan kebun peninggalan Kakek, karena bijih kopi di desaku adalah yang terbaik. Kopi-kopi ini kukirim ke kota setiap masa panen. Banyak yang memesan bijih kopiku karena tuak sudah dilarang di kota ini. Namaku Ahras, usiaku 23 tahun, aku hidup sendirian di perkebunan kopi peninggalan kakek dan nenekku. Rambutku berwarna hitam lurus pendek. Tubuhku tidak begitu besar namun sedikit berotot. Sekarang aku dalam perjalanan pulang ke desaku, bersama wanita dan putrinya yang dalam pelarian. Setelah keluar agak jauh dari kota Ardaka, kuhentikan kudaku dan memeriksa kotak sayur yang berisi wanita beranak itu. Kubuka perlahan, terlihat wajah wanita yang seksi itu melihat ke arah mataku. "Kita sudah sampai diluar kota." Ia kemudian bergegas berdiri dan melompat dari kotak sayur itu. Ia melompat turun dan berlari dari kereta kuda. Putrinya menangis melihat ibunya pergi darinya. Aku secara reflek mengejarnya. Ia masuk kedalam hutan tanpa berkata apapun.  Ibu macam apa itu, meninggalkan anaknya sendirian. Aku harus mengalihkan ranting-ranting daun yang menghalangiku. Ia menghilang di balik pohon jati yang cukup besar. Aku mengejarnya ke arah pohon itu dan menemukan ia sedang jongkok di bawah pohon itu. Ternyata Ia berlari karena ingin buang air. Suara desiran air terdengar di telingaku. Suara yang cukup keras karena mungkin ia telah menahan air kencingnya terlalu lama. Sempat terlihat kedua bongkahan pantat yang cukup besar menurutku. Aku malu dan membalikkan badanku, lalu berjalan ke arah kereta kudaku tadi. Tak kusangka dia berlari karena ia ingin buang air kecil. Aku melihat putrinya yang menangis meneriakkan kata-kata ibu. Rasa iba menghinggapi diriku ketika aku menggendongnya. Tiba-tiba muncullah sang ibu dengan wajah merah padam karena malu. Mungkin Ia mengira aku telah melihat bongkahan pantatnya yang tersibak ketika ia kencing tadi. Ia tidak mengatakan apa-apa ketika Ia meminta anaknya kembali ke gendongannya. Aku bertanya,"Siapa namamu?" Ia hanya diam dan berlalu saja. Aku merasa tersinggung atas sikapnya yang apatis itu. Aku kembali bertanya,"Mau kemana kau?" Ia menjawab seraya berpaling kearahku,"Aku tidak punya tempat tinggal!" Kulihat matanya berkaca-kaca. Aku merasa ada tanda kesedihan yang terpancar dari matanya. "Baiklah, apakah kau punya keluarga, atau seseorang yang kau kenal?" Tanyaku. "Hanya pelacur dan mucikari di Rumah pelacuran Ardaka yang kukenal." Ujarnya. Tebakanku benar, Ia adalah seorang pelacur dari Ardaka. "Kenapa kau lari dari mereka?" Tanyaku lagi lebih serius. "Karena mereka ingin memakai putriku?" Ujarnya. Bangsat! Orang macam apa yang ingin melakukan hal seperti itu kepada gadis berusia 8 tahun ini. Aku tidak habis pikir, banyak wanita cantik dan bohay di tempat pelacuran. Kenapa orang itu menginginkan gadis ini. Benar-benar psikopat. Itulah yang terbeslit dipikiranku. "Bagaimana denganmu selanjutnya?" tanyaku. "Aku tidak tahu, terserah kau!" ujarnya. "Tidak bisa, kau tidak bisa ikut denganku, desaku berjarak 3 hari dari sini!" keluhku. "Aku bisa tidur dirumahmu, tidur di ruang tamu tidak apa!" katanya. "Bukan masalah itu, aku adalah seorang petani kopi." Kataku namun disela olehnya. "Kebetulan aku pernah bekerja di kebun kopi, aku bisa memasak, aku bisa memijat, dan melakukan pekerjaan rumah tangga." Rayunya. Aku kembali berpikir, kalau aku punya seseorang lagi untuk mengurus kebunku. Penghasilanku akan berlipat ganda. Aku bisa lebih cepat dalam memanen kopiku dan aku tidak perlu lagi memasak untuk diriku sendiri. Lagipula mereka tidak memiliki apa-apa dan tidak punya siapa-siapa. Aku hanya perlu memberi mereka makan setiap harinya saja, tanpa harus membayar mereka. Kalaupun kuberi upah, mereka juga tidak akan bisa kemana-mana. Mengingat desaku sangat terisolasi, kepeng hanya akan berlaku di kota. Untuk kekota memerlukan waktu tiga hari tiga malam. Bisa - bisa, sebelum sampai ke kota, harimau akan menerkam mereka duluan. Yang lebih mengasikkan lagi aku bisa setiap hari melihat buah dadanya yang besar mengayun kesana kemari. Aku menelan ludahku sendiri ketika memikirkan hal itu. "Baik, naiklah, kau di terima di kebun kopiku." Ujarku. "Tunggu dulu, siapa namamu?" tanyaku lagi. "Saras, dan ini putriku Niar," jawabnya sambil menidurkan putinrinya di lantai kereta. "Baik, duduklah dengan tenang!" Kataku sambil menutup tirai kereta kudaku. Kupacu kudaku untuk meneruskan perjalanan. Sore itu langit mendung, seakan hujan akan segera tiba. Kudengar ringkikan kudaku seakan berteriak kepadaku karena terlalu lelah. Suara desiran air dari kejauhan membuat diriku yakin tempat ini adalah tempat dimana kita akan istirahat malam ini. Kuhentikan kudaku. Aku turun dari kereta dan menurunkan tiang sandaran ke tanah. Kubuka ikatan kuda dengan keretanya dan kutuntun kudaku kearah pohon dan kuikat kudaku disana. Aku mengambil ember tempat minum kuda dan berjalan ke arah suara desiran air yang mengalir. Aku mengambil seember dan tak lupa kuisi tempat minumku, lalu kukembali ke kereta. Aku berikan kudaku minum sembari kuelus rambut surainya, kemudian aku teringat bahwa aku bersama seorang wanita dan putrinya yang berada di dalam kereta. Mereka berdua tidak kunjung keluar dari kereta. Aku menghampiri mereka dan sedikit membuka tirai kereta itu. Pemandangan luar biasa terlihat olehku. Ia tidur memeluk anaknya dengan kemben yang mulai melorot. Anaknya yang tertidur dengan mulut yang masih menancap di puting susu kiri ibunya. Sungguh pemandangan yang luar biasa menurutku. Kedua bongkahan buah dada yang selama ini hanya aku bayangkan mendadak tersedia dihadapanku. Buah dada yang besar dan kencang, dengan puting susu kecoklat-coklatan. Aku memandangnya begitu lama sehingga tidak sadar batang kemaluanku mengeras dan menonjol di celanaku. Tiba-tiba Saras terbatuk dan membuka matanya. Aku buru menutup tiraunya dan meninggalkannya. Sialan! Pikirku, sedang asyik-asyiknya malah Ia terbangun. Kubayangkan jika aku di posisi putrinya itu. Sudah pasti kulumat habis puting susunya yang kenyal itu. Aku kemudian melakukan aktifitasku untuk mencari kayu bakar dan menyiapkan makanan. Setelah selesei aku mencari kayu bakar. Kulihat Saras dan putrinya turun dari kereta kudaku. Dia duduk di akar pohon besar sambil menggendong putrinya yang  masih tertidur. Aku pun menyusun kayu tersebut, namun sial. Belum apinya menyala, hujan turun dengan lebatnya. Aku bergegas masuk ke dalam kereta, agar terhindar dari hujan. Saras menyusulku, aku membantu menggendong putrinya dan menidurkannya di lantai kereta. Kami berdua duduk dalam kereta kuda. Dingin melanda, dia tidak memakai pakaian semestinya. Hanya menggunakan kain jarik yang diikatkan melilit dibadannya. Terlihat belahan buah dada yang besar dihadapanku Ia mulai menggosokkan tangannya sebagai tanda kedinginan. Aku merasa kasihan. Aku-pun berpindah ke sampingnya dan berkata. "Kau kedinginan?" Ia menjawab dengan anggukan saja. Aku kemudian melingkarkan tanganku kebahunya. Kami berdua merasa malu. Baru tadi siang aku bertemu dengannya, sekarang kita sudah duduk sedekat ini. Kutepiskan pikiran kotorku jauh-jauh namun tak bisa. Secara sadar ataupun tidak, aku mengintip kebawah dan terlihatlah ke dua tonjolan yang membuat setiap pria terpesona. Aku mencoba untuk menghangatkannya dengan mengusapkan tanganku di pundaknya. Ia hanya bisa memalingkan pandangan terhadapku. Ia yang dari tadi melipatkan tangannya di dadanya mulai menurunkan tangannya ke pahanya. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, seakan-akan dia membusungkan kedua buah dadanya. Kurasakan punggungnya makin melengkung kedepan. Aku mulai nakal dengan mendekatkan wajahku ke pundaknya. Kuhembuskan napasku di kulitnya yang halus. Ia tetap diam terpaku melihat perlakuanku tersebut. Kuarahkan wajahku ke depan, tepat di belahan dadanya. Ia sedikit mendorongku dengan tangan kirinya namun aku kembali lagi kesana. Tadi aku hanya melihat saja sekarang mulutku sudah menempel di buah dada kirinya. Kurasakan puting susunya dibalik kain jarik itu mulai mengeras karena perlakuanku. Ia hanya diam saja tak melakukan apa-apa. Kugerak-gerakan kepalaku memutar untuk memberi rangsangan lebih padanya. Kujulurkan lidahku dan kutekan ke arah putingnya sehingga meninggalkan bekas air liur yang membasahi jariknya. Karena gemas kugigit puting susu yang masih terbungkus dengan jarik itu. Ia mulai mendesah, "Auhhhh!!!" Aku membalikkan badan dan tidur di pangkuannya. Ia hanya diam saja, tangannya diayunkan kebelakang seakan ia rela buah dadanya aku lumat. Aku memiringkan badanku dan otomatis mulutku bersentuhan dengan perutnya. Kujulurkan lidah tepat pada pusarnya. Kumainkan lidahku di area sekitar pusar. Iapun sedikit menggerakan badannya karena risih pusarnya kumainkan dengan lidahku. Lalu aku mengangkat kepala dan mulutku tepat berada di atas puting susu kanannya. Kali ini tangannya menahan kepalaku dan menekannya ke arah buah dadanya. Dari luar jariknya kuhisap putingnya telah mengeras itu. "Buka." Kataku dengan suara serak penuh napsu. Iapun mengendurkan tangannya dan menarik salah satu ikatan di kain jariknya. Terlihatlah kedua buah dada yang menggantung namun kencang. Putingnya besar berwarna coklat kemerah-merahan. Aku langsung melumat puting susunya. Kugesek-gesekan ujung puting yang keras itu dengan gigiku sehingga Ia meracau tak karuan. "Auuhhhhh, sakit!" Kuulangi hal itu pada puting susu sebelah kanannya. Ia menutup mulutnya untuk menahan jeritannya. Tiba-tiba dia mendorongku keras kebelakang. Ia melakukan itu karena Ia melihat putrinya terbangun dari tidurnya. Ia segera menghampiri putrinya dan tidur membelakangiku. Aku pun kesal, sedang asyik-asyiknya malah anaknya terbangun. Hujan masih turun dengan derasnya, aku hanya terbaring di samping Saras yang tidur membelakangiku. Tiba-tiba Ia menarik jariknya, sampai bongkahan kedua pantat yang montok itu terlihat olehku. Pemandangan yang indah dan nyata. Ia menunggingkan pantatnya ke arahku seakan menunggu perlakuan dariku. Aku yang tahu kode itu, segera mengarahkan tangan kiriku untuk membelai pantat yang pada berisi itu. Kubelai pantat itu sambil mengikuti alur dibelahan lubang anusnya. Aku ikuti alur itu berulang-ulang sampai sadar aku menyentuh bagian lembut dan basah miliknya. Barang yang begitu hangat, lembut dan berbulu lebat. Aku menusuk-nusukan jariku kearah lubang tersebut. Kurasakan Napasnya memburu. Aku yang tidak tahan, langsung kubuka celanaku. Telihat batangku sudah menegang dan mengeras. Aku tempelkan batangku itu ke belahan pantatnya yang montok. Aku merasa pantatnya semakin ditunggingkan karena merasakan adanya benda keras menempel di belahannya. Aku tusukkan pantatku maju dan mundur secara perlahan. Tanganku yang lainnya kumasukan ke dalam jariknya yang telah kendor. Aku arahkan tanganku ke payudara kirinya. Ku remas secara kasar buah dada itu. Kurasakan puting susunya yang keras. Kupilin, kuputar dan kucubit bagian sensitif miliknya. Nafasnya memburu tak beraturan sambil memeluk putrinya yang tertidur disampingnya. Gerakannya pantatnya mengikuti gerakan pinggulku, hal itu membuatku semakin mabuk kepayang. Cairan hangat mulai terasa di barangku karena sesekali barangku menempel di bagian lubang kenikmatan itu. Kuhentikan sejenak gerakan pinggulku, kulihat dia tetap menggerakan pantatnya naik turun. Barangku mengikuti alur belahan pantatnya yang besar dan nungging itu. Aku ngos-ngosan menahan getaran cairan yang ingin keluar dari ujung barangku itu. Darahku berdesir hebat diiringi dengan kejangan hebat diseluruh tubuhku. Nyawaku seperti meloncat keluar dan masuk lagi, meloncat keluar lagi dan masuk lagi kedalam tubuh. Mataku menengadah keatas dan mulutku merintih lirih merasakan sensasi yang jarang sekali aku rasakan. Cairanku membasahi belahan pantatnya yang putih dan tanganku tetap memilin putih kirinya dengan kasar. Tubuhku memeluknya dari belakang. Rasa hangat melanda tubuhku akibat perbuatannya itu. Barangku berangsur-angsur menyusut seraya aku memasukannya kembali ke dalam celanaku. Kulihat Ia juga merapikan jarik bagian bawahnya yang sedikit terbuka. Tubuhku yang lemas, memaksaku untuk tertidur. Lama kelamaan, mataku tertutup dan suara desiran air hujan menghilang dari telingaku. Desingan suara sayap nyamuk mulai menganggu tidur lelapku. Tak terasa hari sudah sangat gelap dan udara dingin menusukku. Aku bangkit lalu melihat sekitarku, suara ringkikan kuda menandakan bahwa aku tidak sedang bermimpi. Suara percikan api terdengar dari luar kereta. Aku keluar dan melihat Saras dan putrinya, Niar sedang duduk berhimpitan di samping api unggun. "Hei, kecilkan apinya!" Aku melompat dari kereta dan menarik beberapa kayu untuk mengurangi kobaran api unggun itu. "Badak akan datang jika melihat api besar!" Saras dan putrinya melotot melihat omelanku. Lalu Saras menunduk lagi dan membelai halus rambut putrinya yang panjang dan lurus. Kurasa, aku terlalu keras kepada mereka. Namun, mereka harus tahu bahwa hutan bukanlah tempat yang aman untuk orang kota seperti mereka. Api memang berguna untuk mengusir harimau atau babi hutan, tetapi Badak bercula satu akan datang apabila melihat api yang besar. Badak itu akan marah dan seketika mematikan api itu dengan kaki-kakinya tebal, itu kalau kita sedang beruntung. Biasanya badak itu akan menyeruduk dan menghajar apapun yang bergerak disekitarnya sebelum mematikan api itu. Itulah kenapa hutan ini sangat jarang dari terjadi kebakaran karena populasi badak yang tinggi. "Perutku lapar," ujar Saras dengan wajah memelas. "Sama, perutku juga lapar." Aku bangkit dan mengorek kotak berisi makanan di dalam kereta kuda. Sial! aku lupa membeli makanan lebih untuk mereka berdua. Selama ini aku hanya membeli persediaan makanan untukku saja. Bisa gawat jika aku mati kelaparan di desa nanti. Aku mengeluarkan sekotak tempe oncom yang baru kubeli dari kota. Aku membaginya menjadi tiga bagian dan menusuknya dengan ranting. Lalu aku menaruhnya di atas api untuk membakarnya. Niar, putri Saras terlihat heran dengan makanan yang Ia pegang. "Bu, aku ingin makan daging!" Saras langsung membantah perkataan putrinya itu, "Niar, tak boleh milih-milih makanan ya, nduk?" "Tapi aku ingin makan daging!" rengeknya. Akupun angkat bicara, "Niar, pernah melihat harimau?" Mata Niar menatap tajam ke arahku seraya menganggukkan kepalanya padaku. "Apa makanan harimau?" tanyaku. "Daging," "Nah, itu tahu. Kalau dihutan kita tak boleh membawa daging, karena bau daging akan tercium oleh harimau dan harimau itu akan mengejar kita," ujarku dengan halus. "Mau apa?  dimakan sama harimau?" Sorot matanya ketakutan dan Ia menggeleng, sepertinya usahaku berhasil membujuknya memakan tempe oncom itu. Ia pun menuruti kata-kataku untuk tidak makan daging untuk hari ini, bisa aku pastikan seterusnya karena tidak ada daging di desaku. Desaku, Banduwangi merupakan desa perkebunan terbesar di wilayah kedaton Ardaka. Penduduk biasanya bertani kopi dan teh. Kakekku memilih kopi karena perawatan bijih kopi lebih mudah daripada merawat teh. Kita juga tidak perlu memetiknya setiap hari seperti teh yang harus dipetik ketika embun masih menempel di daunnya. Rumahku berupa gubuk kecil ditengah perkebunan. Rumah satu penduduk dan penduduk lain sangat jauh, karena luasnya perkebunan. Namun kebunku tak begitu luas karena aku tak mampu mengurusnya sendirian. Perutku sudah kenyang, kulirik Niar, Ia sudah tertidur di pangkuan ibunya. Mata Ibunya, Saras memandang kobaran api yang berkobar temaram. "Tidurlah didalam," ujarku. Ia bangkit sambil menggendong putrinya menuju ke dalam kereta. Keretaku cukup besar untuk kami bertiga. Udara dingin yang menusuk membuatku teringat kejadian sore tadi. Dikala itu, pikiranku melayang membayangkan belahan pantatnya yang tersentuh oleh barangku. Tak terasa barangku telah berdiri dengan sendirinya memikirkan hal itu. Kulepaskan ikatan kudaku dan memberinya seember air untuk dia minum. Sengaja aku lepaskan ikatannya agar dia bisa melarikan diri jika harimau datang. Kudaku sangat terlatih, jika dia tak ada, tunggu saja setengah hari. Dia akan kembali lagi ke keretaku. Aku mematikan api setelah sebelumnya menyalakan sebuah lilin agar tetap terang. Aku membawa lilin itu masuk ke dalam kereta kuda. Terlalu bahaya jika aku masih diluar. Lalu aku masuk ke dalam kereta dengan cahaya lilin yang lembut. Sekilas aku melihat Niar yang sedang menyusu di payudara ibunya. Mulutnya menancap dan menghisap. Suara decapan terdengar olehku ketika kurebahkan tubuhku setelah sebelumnya menaruh lilin di tempat yang aman. Pikiranku semakin kacau ketika Saras mengeluh pada putrinya. "Jangan digigit Niar, sakit!" ujarnya sambil menepuk pantat putrinya. Niar hanya berdehem sekali dan ibunya sedikit salah tingkah kepadaku. Malam semakin larut dan gerimis mulai terdengar samar. Aku masih terjaga karena sore tadi aku sudah tidur setelah memuntahkan cairanku di punggung Saras. Saras berbaring memunggungiku, posisi yang sama saat sore yang menyenangkan tadi. Kucoba untuk memikirkan hal lain, namun adegan itu selalu terbayang olehku. Aku membalikkan tubuhku lagi ke arahnya. Terngiang desahan napasnya siang tadi, saat ia menggoyangkan pantatnya menyentuh adik kecilku. Tak sadar, tubuhku mendekap dirinya perlahan dari belakang. Tak ada tanda apapun dari dirinya karena kurasa Ia sudah terlelap di alam bawah sadarnya yang terdalam. Kurasakan kulit disekitar bahunya yang ditumbuhi bulu-bulu roma yang begitu halus. Tengkuknya yang sedikit tertutup oleh gerai rambutnya yang berombak. Aroma wangi rambutnya masih tercium. Perlahan tapi pasti, kudekatkan bibirku menyentuh kulit pundaknya yang halus itu. Kulitnya yang halus berangsur-angsur menjadi kasar karena bulu romanya telah berdiri. "Mmmnnnn," Saras melengkuh lirih merasakan perlakuanku yang membangunkannya. Saras sudah terbangun,  Ia sedikit menegakkan kepalanya dan melirik kearahku yang terus memberi rangsangan kepada dirinya. Adikku yang telah mengeras kugesekan menyentuh bongkahan pantatnya yang mulai menungging. Bibirku mengarah ke lehernya yang jenjang karena Ia sekarang dalam posisi terlentang. Nafasnya semakin memburu ketika kuremas kedua payudaranya yang begitu kencang dan menantang. Tak pelak, ia menggigit bibirnya perlahan. Lama kelamaan, kuarahkan bibirku mengarah ke bibirnya yang halus. Pikiranku melayang diantara alam sadar dan tak sadar. Nafas kami berdua bertautan saling melawan satu sama lain. Lilitan lidah kami saling beradu memperebutkan rongga mulut. Saras memang mahir dalam melakukan ini, aku teringat bahwa Ia adalah seorang pelacur. Ia tak risih kepada orang asing yang menjamahi dirinya, termasuk aku. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.1K
bc

Hubungan Terlarang

read
501.0K
bc

✅Sex with My Brothers 21+ (Indonesia)

read
924.0K
bc

Aku ingin menikahi ibuku,Annisa

read
52.8K
bc

SEXRETARY

read
2.1M
bc

Istri Muda

read
391.9K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook