Panggilan telepon sudah berakhir. Sean masih sibuk menggeliat di tempat tidurnya untuk mengumpulkan semua tenaga dan nyawanya agar dia bisa bangun dan turun dari kamar tidunya. Sean masih benar-benar tidak ingin bangun karena badannya terlalu lelah. Suara bel di pintu rumah Sean membuat pemuda itu mau tidak mau harus segera turun dari tempat tidurnya dan melihat siapa tamu yang datang ke apartemennya. Kalau Kevia dan pembantunya tidak mungkin membunyikan bel, karena mereka memiliki akses masuk ke apartemen itu. Dengan langkah gontai, Sean segera menuju ke layar intercom yang ada di dinding dekat pintu apartemen. Dia melihat siapa yang ada dibalik pintu apartemennya saat ini. “Ngapain dia ke sini?” Sean masih berdiri di depan layar interkom tanpa membuka pintu apartemennya. Dia seolah s