"Kamu benar, Bi. Aku pria b******k, bodoh, dan serakah. Dulu, aku sempat ingin memiliki keduanya dan tidak ingin kehilangan salah satu dari mereka. Aku merasa mampu menjadi imam dari dua istri, tapi nyatanya satu saja belum bisa aku bahagiakan," ucapku lirih. Perkataan Abidzar sama sekali tidak membuatku emosi, justru aku merasa semua yang ia ucapkan adalah kebenaran. "Andai ... istrimu tidak ingin kembali dan mengajukan lagi gugatan, apa kamu akan melepasnya?" Abidzar kembali bertanya. Pertanyaan sama yang akhir-akhir ini berputar dalam pikiranku seandainya Isma bersikeras ingin bercerai setelah tahu fakta yang sebenarnya tentang Mama. Tidak menutup kemungkinan ia akan balik membenci keluargaku karena bertahun-tahun menutupi fakta tentang kecelakaan itu. "Aku mencintainya, Bi. Jika me

