Matahari baru naik setengah, menembus tirai jendela dapur yang berdebu tipis. Aroma kopi mulai menguar perlahan dari teko yang sudah lama tak tersentuh. Shinta berdiri di sana, mengenakan baju tidur longgar berwarna abu muda. Wajahnya tampak lelah tapi ada ketenangan yang tak biasa. Ia menatap air yang mendidih di panci, mencoba mengingat rasa yang dulu sering ia buatkan untuk Raka kopi dengan sedikit kayu manis dan seujung sendok madu.
Sudah lama ia tidak menyiapkan sarapan. Biasanya rumah itu sunyi di pagi hari, masing-masing sibuk dengan dunia sendiri. Raka sering berangkat sebelum matahari benar-benar muncul, sementara Shinta lebih banyak mengurung diri di kamar, menatap halaman kosong dari jendela tanpa tujuan. Tapi pagi ini terasa berbeda. Entah karena suara lembut yang semalam ia d
