"Stella, kami berhasil nemuin Karen di dekat sungai harapan. But ... she's gone. Karen is dead, Stella."
                                                                        ***
ujuh hari setelah kematian Karen.
SMA Nusantara, Jakarta.
SMA Nusantara telah  dihebohkan dengan berita hilangnya Karenina Wijaya--siswa berprestasi  yang selalu menduduki peringkat tertinggi seantero sekolah--selama dua  hari. Keributan di sekolah yang identik dengan siswa siswi  berprestasinya itu semakin menjadi-jadi setelah kabar hilangnya Karen  itu naik statusnya menjadi berita duka. Karenina Wijaya dinyatakan telah  meninggal dunia saat ditemukan oleh polisi di dekat sungai harapan yang  letaknya cukup jauh dari sekolah.
Samuel Anggada  Putra--sepupu Karen--bersama Antoni--ayah Karen--dan kepolisian setempat  berhasil menemukan gadis malang itu pada pukul sembilan malam setelah  melakukan pencarian selama belasan jam sebelumnya.
Samuel mungkin syok  karena pertama kali melihat mayat dengan kedua matanya sendiri dan  meminta izin untuk tidak masuk ke sekolah selama beberapa hari setelah  kematian sepupunya.
Hari ini, cowok paling  popular di SMA Nusantara itu akhirnya menunjukkan batang hidungnya. Ia  pergi ke sekolah dan menghebohkan siswa-siswi di SMA Nusantara karena  kemunculannya. Samuel berjalan melewati gerbang tanpa ekspresi apapun,  berusaha menghindari tatapan penasaran dan bisik-bisik siswa lain di  sekitarnya yang ingin tahu tentang alasan di balik kematian Karen. 
Ada rumor yang  mengatakan bahwa Karen bunuh diri karena dirisak oleh senior di hari  sebelumnya. Namun rumor tetaplah rumor, belum terbukti kebenarannya.
Samuel kemudian sampai  di depan kelasnya. Sebelas IPA 1;kelas terfavorit di SMA Nusantara.  Matanya menatap papan panjang bertuliskan nama kelas yang menempel di  pintu dengan ragu sembari menghela napas panjang sebelum akhirnya  memasuki ruangan. 
Samuel langsung  mengedarkan pandangannya ke sekitar, mencari sahabat-sahabatnya yang  juga berada di kelas itu, tapi sesuatu mengganggunya. Ia pun segera  masuk dan mengabaikan tatapan penasaran dari siswa lain untuk segera  duduk di sebelah Stella;gadis popular di sekolah sekaligus salah satu  sahabat Samuel. "Stell?" 
Gadis yang sedang asyik membaca novel dengan kedua telinga yang ditutup headset itupun menyadari kehadiran seseorang di sebelahnya dan menoleh. "Samuel?" Stella buru-buru melepaskan headset dan mematikan musik dari ponselnya. "Lo sekolah hari ini?" 
Samuel tersenyum dan mengangguk. "Tapi, kenapa lo sendirian? Yang lain mana?" 
Stella menarik napas dan mengangkat kedua bahunya. "Everything's changed, Sam," katanya sedih.
Cowok itu mengerutkan kedua alis tebalnya karena tak mengerti. "Maksudnya?" 
"Kita ngobrol di taman aja ya pas istirahat." 
***
Samuel  dan Stella duduk bersama pada sebuah kursi kayu di sudut taman sekolah.  Terdapat beberapa pohon besar yang rindang di belakangnya, sementara  bunga warna warni yang sengaja ditanam para siswa pada pot plastik  berjajar di sisi-sisi taman, melengkapi suasana teduh yang diciptakan  tumbuh-tumbuhan hijau di taman itu sendiri. 
Stella menyedot teh  kotak di tangannya dan menatap jauh ke arah lapangan di sebrang taman  sebelum akhirnya berbicara. "Gue juga nggak tahu kenapa. Tapi semuanya  berubah setelah mereka tahu Karen meninggal, Sam." 
Samuel meletakkan teh kotak miliknya ke samping dan menatap Stella penasaran. "Maksudnya berubah?" 
Cewek yang membiarkan  rambut panjangnya terurai ke punggung itu pun mengangkat kedua bahunya  dan menoleh ke arah Samuel. "Seperti yang lo tahu, gue jadi sendirian  semenjak Karen meninggal," katanya sedih.
"Clara memangnya kemana?" tanya Sam ingin tahu. "Bukannya kalian berdua selalu kemana-mana bareng, ya?" 
Pertanyaan itu akhirnya  keluar dari mulut Samuel. Lagipula siapa yang tidak tahu? Stella dikenal  selalu dekat dengan Clara dan Karen. Mereka pergi ke toilet bersama,  makan di meja yang sama bahkan punya jadwal menginap setiap akhir  pekannya. Aneh rasanya jika melihat Stella sendirian sekarang.
"Clara tiba-tiba jadi  dekat sama Ganisa dan menjauh gitu." Stella mengalihkan pandangannya ke  lapangan lagi. Menatap siswa-siswa yang tengah bermain basket di sana  dengan pandangan sendu. "Setiap kali ditanya, dia selalu menghindar.  Mungkin dia udah nggak mau temenan sama gue."
"Ganisa? Kok bisa? Kalian bukannya musuhan sama Ganisa?" cecar Samuel tak puas. "Ini benar-benar nggak masuk akal."
"I don't know, Sam. I really don't know," kata Stella yang kembali menyedot minumannya tersebut. "Lala berubah, so with Juna and Dimas."
Selain Clara, Stella dan Samuel bersahabat dengan Juna Aditya--bad boy nya  sekolah--dan Barata Dimas--si kutu buku yang kemana-mana selalu baca  komik. Mereka berenam dikenal sebagai siswa terpopular di SMA Nusantara  karena visual yang cantik dan tampan. Namun siapa sangka salah satu dari  mereka akhirnya meninggal dan yang lainnya telah berubah. 
Sam menatap Stella tak percaya. "Juna juga? Bahkan si kutu buku Dimas pun melakukan hal yang sama, begitu?" 
Stella menggeleng lemah  dan meletakkan teh kotak yang dibeli Samuel dari kafetaria sekolah ke  sisinya, dekat dengan teh kotak milik sahabatnya itu. "Juna diskors  karena mukulin senior sedangkan Dimas sibuk dengan persiapan lomba.  Mereka kaya hilang di telan bumi aja gitu, mereka udah nggak pernah  nyari gue," tukasnya. "Tapi anehnya mereka semua berubah setelah tahu  kalau Karen meninggal." 
Samuel memicingkan matanya curiga. "Apa jangan-jangan mereka tahu sesuatu?"
Kali ini giliran Stella yang mengerutkan dahinya. "Maksudnya tahu sesuatu?"
"Alasan di balik  kematian Karen. Gimana kalau mereka tahu sesuatu dan mencoba menghindar  karena nggak mau bikin lo curiga?" tebak Samuel. Membuat kening cewek  yang duduk di sebelahnya justru semakin berkerut dalam. "Bisa jadi,  'kan?"
"Bukannya Karen meninggal karena bunuh diri?" 
"Kayaknya lo harus tahu sesuatu, deh."
Stella terkesiap. "Gue  nggak ngerti, asli. Sebenarnya apa yang mereka sembunyiin dari gue dan  apa yang harus gue tahu dari lo, Sam?" 
Samuel melihat ke kanan  dan ke kiri, memastikan tidak ada siapapun selain mereka berdua di sana.  Ia kemudian mendekatkan diri kepada Stella dan berbisik, "Gue nggak  percaya kalau Karen meninggal karena bunuh diri, Stell." 
Cewek itu melebarkan  matanya terkejut. "Maksud lo, Karen mungkin meninggal karena dibunuh?"  tanya Stella dengan suara yang tak kalah pelan. "You must be careful with your mouth, Sam!"
Samuel menggeleng  kuat-kuat. Ia menatap Stella dalam dan penuh percaya diri. "Gue nemuin  kertas ini di tangan Karen malam itu," ungkapnya seraya menunjukkan  secarik kertas yang telah lusuh kepada Stella. "Dia pegang kertas ini  erat-erat sampai kukunya sendiri hampir masuk ke dalam kulitnya." 
Stella yang penasaran pun akhirnya menarik kertas tersebut dari tangan Sam dan membacanya perlahan, "Someone please help me,  Karen." Mata hitamnya yang bulat refleks melebar karena terkejut. "Lo  harusnya jangan simpan ini, Sam. Lo harus kasih kertas ini ke polisi!"  pekiknya dengan suara tertahan, berusaha agar siapapun tidak mendengar  suaranya meski Stella benar-benar ingin memaki Samuel karena  kebodohannya itu sekarang.
Sam mendesah dan menarik  kembali kertas tersebut untuk kemudian menyimpannya kembali ke dalam  saku celananya. "Gue nggak bisa ngasih tahu ini ke Om Antoni, Stell. Gue  nggak bisa lihat dia lebih sedih lagi," katanya beralasan. "Jangan  kasih tahu siapapun tentang ini, cukup gue dan lo yang tahu." 
Stella menoleh ke arah  lain, ke tempat siswa-siswa lain bermain basket. Ia mendesah frustrasi  dan menggaruk tengkuk lehernya canggung. "Now, what? Kita nggak punya petunjuk atas kematian Karen dan kita nggak mungkin nuduh sahabat-sahabat kita juga, bukan?" 
"Karen selalu tertutup  sama kita," tandas Samuel. "Tapi mungkin ada sesuatu yang dia coba  bilang sama kita, tapi kitanya aja yang nggak sadar selama ini. Iya,  'kan?"
Stella menggumam. "Gue  jadi bertanya-tanya, sebenarnya kita ini sahabat Karen atau bukan, sih?  Dia meninggal pun, kita nggak tahu karena apa." Ia lantas menatap Samuel  prihatin. "Bukankah kita ini sahabat yang menyedihkan, Sam?"