bc

Pedang Arunika

book_age18+
164
FOLLOW
1.6K
READ
fated
badboy
powerful
brave
student
drama
bxg
female lead
another world
superpower
like
intro-logo
Blurb

Seorang berkacamata yang duduk di belakang melemparnya dengan botol minum.

"Pergi kau, kuyang!"

Aru menghindari botol. Botol itu menggelinding di bawah kakinya. Dahinya mengernyit. "Kuyang apa?"

Mereka semua berpandangan. Lelaki berkacamata mata itu malah semakin marah dengan reaksi Arunika. "Alah... gak usah berlagak oon. Kan emang lo tuh kunyang. Wewe. Dasar s***n!"

Kehidupan Arunika yang membosankan mulai berubah begitu dia masuk ke dalam bus aneh. Bus itu melemparnya pada kota asing dimana satupun tak ada yang dia kenal. Masalahnya bertambah satu demi satu, tidak cukup bertemu dengan Wewe. Kali ini dia dituduh Wewe.

Bagaimana Aru harus lepas dari tuduhan dan bebas dari kota yang penuh dengan Wewe, monster pemakan bayi itu?

Sedangkan Bayu, seorang lelaki yang pernah patah hati. Membuang seluruh hatinya ke laut melihat kekasihnya mati melindunginya. Dia memfokuskan hidupnya untuk bekerja dan menyelamatkan Kota Sabin. Dia dikenal sebagai bad boy yang setiap minggu berganti pasangan.

Bagiamana pertemuan mereka terjadi? Mampukah mereka berdua membasmi teror?

chap-preview
Free preview
Dunia Paralel
"Aku nggak percaya apa yang tadi kamu sebut? Dunia paralel?" Aru beranjak dari duduk dan mencangklong tas kain miliknya.   Aru menunjuk ke wajah gadis di hadapannya. "Lu… kebanyakan nonton kartun Doraemon deh!"  Gadis itu, Dewanti, mencengkram tangan Aru. Dia sedikit kesal menghadapi sifat keras kepala Aru. "Ini tuh kayak fiksi ilmiah gitu!" Gadis itu berpikir sebentar lalu melanjutkan ucapannya. "Kamu percaya mimpi kan? Nah, hal hal yang kita alami dalam mimpi terasa nyata kan?" "Tapi kan ketika bangun, kita tahu bahwa semua itu nggak nyata. Cuma kerja otak kita aja, yang membentur-benturkan kenangan." Dewanti melepaskan tangan Aru. Kemudian memegang kedua pundak Aru. Sorot matanya seperti mampu menembus jiwa Aru. "Masih banyak di dunia ini yang menjadi misteri. Masih banyak pertanyaan yang belum ada jawabannya. Siapa tahu, di dunia paralel itu, Lu jadi orang yang jahat." Perdebatan tentang dunia paralel ini tidak ada hentinya. Gadis cantik yang sekarang menjadi temannya ini ternyata menggilai dunia paralel. Aru hanya harus memakluminya.  Aru melepaskan tangan Dewanti dari pundaknya. "Eh sorry sorry to say. Arunika. Cahaya Matahari siap menaburkan kebaikan di seluruh dunia. Di manapun." Dewanti meringis. Dia tidak tahan untuk membuat Aru kesal. "Contekin gue ujian nanti!" Arunika langsung melotot. Percakapan mereka berubah arah secepat kilat. Dengan tegas Aru menolak.  "Ogah!"  "Terus kebaikan apaan? Slogan doang?" Dewanti menggoda Aru.  Aru tahu, Dewanti tidak akan berhenti, jadi lebih baik dia  melarikan diri. Aru menutup telinganya dan berlari menjauh dari Dewanti.  "Macam banner Anti korupsi pinggir jalan!"  Dewanti berteriak geli melihat Aru kabur.  ***  "Aru, kapan kamu mau jalan sama aku. Aku cuma mau ngajak kamu nonton!"  "Emang mau nonton apaan sih?" " Ini ada movie Doraemon terbaru. Stand by me. "  "Gak ada lebih keren gitu? Putri Huan Zhu misalnya?"  "Film apa itu Nik?"  Dewanti yang lewat langsung menyolot.  "Drama cina jadul. Macem Yoko. Tahu tuh anak. Suka drama sejarah. Aneh banget. Nonton moon Scarlet aja nih. Masuk ke dunia Joseon."  Aru memberikan pembelaan terhadap seleranya. "Ini gegara emak gue tuh. Yang ditonton drama cina Mulu. Tokohnya lelaki dengan rambut kepang. Aneh kan?"  "Barangkali jodohlu kali!" Ujar Dewanti iseng.  "Idih. Amit amit. Lelaki kepangan." Aru mengibaskan tangan di depan wajah.  "Lu gak suka, tinggal potong." Dewanti memperagakan gunting menggunakan dua jari. Telunjuk dan tengah.  Juni yang melihat adegan itu cuma senyum senyum. Seperti melihat pertengkaran adik kakak.  "Kayaknya kalau drama itu nggak harus ke bioskop ya. Kita nonton di rumah aja. Di rumahmu atau di rumahku."  "Rumah gue aja," sahut Dewanti.  "Bebas!"  Juni mengacungkan jari jempol.  "Ah ogah ah. Ada Abang lu yang super rese. Males. Kita ke bioskop saja. Naik bus " "Bus? Bus cosmos?" "Cosmos apaan? Blender?" "Dasar jadul!"  "Bus cosmos yang ngetren itu? Katanya bisa masuk dunia paralel?  "Iya lu kok tau sih?" " Kayaknya pulang sekolah kemarin dibagiin selebaran deh. Soal bus cosmos."  "Udah ada yang pernah coba belum" "Kata anak anak busnya asyik. Tapi ya gak ada pengalaman aneh aneh sih."  "Gosipnya ya, cuma orang orang yang terpilih yang bisa masuk dunia paralel sebenarnya." Juni mengangkat alisnya. Memandang Aru.  Aru menghela nafas. "nggak usah dipikirin. Dia emang gitu. Terobsesi dengan dunia paralel atau apalah itu." "Makan tuh paralel!" "Dasar cewek jadul!" *** Arunika sedang duduk di dalam kelas, dia sibuk dengan buku - buku sejarah yang dibawanya dari perpustakaan.  Matanya teralih dari buku ketika menyadari seorang duduk di depannya. Laki-laki itu tinggi, dengan rambut ikal. Kulitnya coklat terang.  "Aru, kamu beneran bisa lihat hantu?" "Memangnya kenapa?" Aru menjawab sekenanya. Bahkan tanpa memandang laki-laki di hadapannya. "Aku mau minta bantuan. Sepertinya di rumahku ada hantunya."  "Aku malas ke rumahmu!"  "Nanti setelah itu aku traktir nonton!"  Aru menggerling. Dia tahu arah pembicaraan ini. "Nggak berminat!"  Dewanti datang tiba-tiba langsung melonjorkan kedua tangannya ke meja. Memisahkan Juni dan Arunika   "Cara pedekate kuno, Jun," kata Dewanti menengok ke arah Juni. Matanya berkedip kedip manja.  Juni gelagapan. Dia tidak siap bila perasaannya diketahui Aru sekarang. "Beneran kok!" Dewanti tidak percaya. Sudah beberapa kali dia memergoki Juni mencuri pandang melihat Aru. Dia tidak akan melepaskan Juni begitu saja. "Aku ikut kalau kalian nonton." "Ya kan, aku nggak ngajak kamu, Dewanti," Juni mulai kesal karena Dewanti sama sekali tidak peka.  "Aku jadi obat nyamuk tidak masalah kok! Asal bisa nonton dan makan gratis!"  Juni mengamati Dewanti. Dia bertanya tanya, apa yang dipikirkan Dewanti. Sudah jelas, Dewanti sadar akan perasaannya pada Aru, tetapi dia tidak membiarkannya dekat dengan Arunika. Sekelompok anak laki-laki melewati mereka dan bersiul-siul.  "Ditraktir kita-kita aja, Dewanti!"ajak seseorang dari tiga sekawan itu pada Dewanti.  Dewanti menengok ke belakang. Rambutnya yang panjang ditiup angin mengenai mata Juni. Juni merintih perih. Dewanti tersenyum manis pada mereka tiga orang itu.  "Nggak ah. Kalian cuma manusia biasa. Nggak tertarik!"  Aru yang sedari tadi sibuk dengan bukunya kali ini ikut menimpali.  "Kalian harus jadi pangeran berkuda putih. Baru bisa menarik perhatian Dewanti," seloroh Aru.  "Eh ada Aru. Tadi malam keluar nomor berapa, Ru?"  Dewanti mendengus. Aru berdecak. Mulai lagi mereka. Belum puas juga menganggu Aru. Memangnya dia mangsa buruan? Hingga harus menghadapi musuh yang datang silih berganti.  Juni yang sedari mengucek matanya langsung berdiri. "Sudah kalian pergi saja!" "Eh ketua kelas nggak usah ikut campur lah. Belagak banget! Baru juga ketua kelas. Belum presiden!" Olok Anak bertubuh gendut.  Anak berambut gundul itu mencibir. "Kribo kribo. Tempatnya orang negro!" "Jaga tuh mulut. Rasis banget!" Juni berdiri. Dia tidak terima dengan perkataan anak - anak itu. Tubuhnya memang kurus, tetapi bukan berarti dia takut.  Aru menutup bukunya. Dewanti memutar badannya, menyimpangkan kedua tangan ke dada. Juni menatap mereka dengan tajam. Kedua tangannya sudah terkepal di samping tubuhnya.  Ketiga anak itu menatap mereka buas. Siap memangsa siapapun lawannya. Tidak peduli berapapun jumlahnya.  Anak-anak itu pun merasa terancam. Mereka tidak berniat melakukan adu jotos. Jadi mereka memilih pergi.  "Cabut yuk!" Ajak si gendut kepada tiga temannya.  Aru tidak bisa membiarkan mereka begitu saja. "Pemilik sepeda berwarna hijau, hati hati aja ya! Terutama di tikungan."  Sang pemilik yang rupanya salah satu anak gerombolan itu berhenti berjalan dan berbalik.  "Kenapa? Akan ada apa?" Aru cuma mengangkat bahunya. Wajahnya tanpa ekspresi. Membuat mereka semakin takut.  "Sudah cabut yuk. Seram dekat dia." Si gendut menarik ketiga temannya pergi menghilang dari hadapan Aru.  Ketika mereka sudah pergi, Juni bertanya pada Aru, apa yang ada di tikungan.  "Kendaraan dari arah berlawanan," jawab Aru singkat.  Mendengar perkataan Aru, seketika Dewanti tertawa terbahak bahak. Sudut matanya sampai mengeluarkan air mata.  Sedang Juni perlu beberapa detik memahami ucapan Aru. Juni geleng geleng kepala. "Lu ngerjain dia. Kamu berubah banyak dari yang pertama kita bertemu, Ru."  Aru tahu tanpa perlu disebutkan. Dia masih ingat bagaimana pertama kali  dia hadir di sekolah itu. Dia selalu dirundung terkait alisnya. 

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Pengantin Pengganti

read
1.4M
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.2K
bc

The Ensnared by Love

read
103.6K
bc

UN Perfect Wedding [Indonesia]

read
75.4K
bc

Kupu Kupu Kertas#sequel BraveHeart

read
44.0K
bc

Mentari Tak Harus Bersinar (Dokter-Dokter)

read
53.9K
bc

Istri Kecil Guru Killer

read
156.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook