bc

Olivia's Life

book_age18+
5
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
student
drama
sweet
bisexual
loser
realistic earth
school
slice of life
shy
like
intro-logo
Blurb

Remaja yang ambeyen karena malu dengan yang beken.Mau berusaha keren, ehh kesasar tren. "Ada masalah apasii, huh." sambutnya

Berdiri mengintip jendela, wanita muda ini terseok-seok dan melongok.

"Ah itu doang, Gua bisa mah."

"BRAKK..ADUUUHH"

"Saaakit mamaaaa," gerakan olivia yang terlalu percaya diri.

Dia pun menuntut dengan surut, Mamanya memang tidak ada dirumah. Sedang dia yang tersiksa teriak seperti orang gila. Dalam fikirnya berbicara, tak sanggup untuk menerima semua hal yang memojokkan dirinya.

Tak mampu, merasa harus tau, memaksakan semuanya harus sepaham dengan isi buku.

"Lama-lama Aku muak, HAH!."

Seperti keran yang bocor, tak ada bedanya dengan wanita yang selalu merasa lemah dengan yang tersohor.

chap-preview
Free preview
01 : Gaya Hidup Shella
SREETHH..SYUTT...AHH! bunyi resletting baju bagian belakang milik Olivia. Karena susah payah menutup celah itu, Dia memaksakan untuk menariknya. "Cuih norak, ga cocok ... ga cocok!" Aku melempar bajuku dan membuatnya seperti keset kaki. Tersengal nafasku berjalan ke arah cermin, memukulnya berkali-kali hingga darahku mengalir sebagaimana air terjun di Ciporolak, Banten. "Kenapa mereka bisa? sementara Gua yang ga bisa apa-apa, Gua sudah coba semua, udah!" Aku berbicara dengan pantulan cerminku sendiri. Sangking sabarnya, Dia hanya mengikuti gerakanku. Karena Dia hanya tahu patuh dan tidak mengerti Aku yang sedang mengeluh. Jadi, Aku memukulnya hingga berdarah. Tapi ... yang berdarah malah tanganku, sial. Aku pun kembali memegang bajuku. Melipatnya rapi-rapi, sambil diriku memejamkan mata perlahan. Semuanya ini terasa beban dan banyak hambatan. Sulit kurasa, saat semua orang menemukan apa fetish-nya, siklus gaul-galau-nya. Ku hanya bisa menjadi penonton setia atas semua hal itu. Menangis, adalah cara terbaik untuk melumpuhkan diri lebih dalam. "Gua harus apa ya, mama juga nggak nuntut apa-apa, les belajar Gua tolak. Kelas seni,musik, tari juga, pfft.. ga guna banget idup gua ini." Aku memandangi laptop dan hp, mataku ini mengitari se..isi kamarku. Semua hal sudah lengkap, tidak ada satupun yang bisa menjadi teman karibku. Bahkan teman-temanku sebagian ada yang malas berbicara denganku. Keahlianku memang ada, itupun membuatku lebih menderita sementara orang lain meminta impian-impian yang ku capai. Bergegas ke arah luar rumah, mencari udara segar di pagi hari, justru tidak ada segar-segarnya untukku. Padahal, daerah di area rumahku tempatnya sejuk, dan semua orang di sini baik-baik. Ku susuri pelataran luar rumahku, banyak anak yang seusiaku tertawa ria. Sempat aku meredam dalam gumam, dan ku harap mereka hancur seperti ku. Pekat hitam dalam keningku, melihat hal semanis itu menjadi lebih buram dan curam. Disitu ada yang menyapaku, dan Aku menganggap mereka adalah senyuman yang palsu. Sepanjang jalan, ku hanya menegakkan badan seperti orang yang sedang menjadi pasukan gerak jalan. Sesekali menoleh ke arah dua sejoli itu, membuat badanku lebih terasa panas dari demam di musim panas. Suara yang tak ku kenali, namun ku rasa hadir dari arah belakang yang berucap, "Olivia resma! hahaha, gausa murung terus Lu. Ikut Gua bentar aja" sambut orang yang mengaku sebagai sahabat untukku. Sementara Aku tak berfikiran sejauh itu. Dia menaruh tangannya di pundakku. Mengajakku berbicara sesuai topik yang Ia mau. Aku hanya berkata ya dan oh. Karena memang, anak ini tidak penting sekali buat diriku. Buktinya, saat meraih apa yang Dia usahakan, sedikit pun tidak ada untukku panggilan atau pun pesan ringan. Sedang dikala gundah dan amarah menguasainya, maka Aku lah tempat Dia melempar kata "durhaka". Jadi, kalimat munafik itu adalah daya tarik yang unik agar aku mendapatkan makhluk hidup yang bernama "teman" Menarik paksa tanganku, Dia rupa-rupanya membawaku ke tempat ini lagi. Cafe terbaik di kota kami . Dia benar-benar mempermalukanku hari ini. Shella memang tak bertingkah konyol dan semacamnya, Aku saja yang tak biasa berada di tengah mereka yang pandai bergaya. Seharusnya dia faham, tapi begitulah sifatnya. Bajuku hanya kaos lengan pendek yang kupakai dari 2 jam lalu. Parfum belum saja kupakai, anak ini tidak mengabariku sebelumnya. Aku merasa murah di tempat ini, sampai tak ku minum latte yang Shella pesan kan untukku. "Shel, Gua cabut dulu. Nyokap panggil nih" Aku harus berbohong supaya tidak meledak perlakuan yang bisa mempermalukannya nanti. "Itu lagi deh alasannya, yaudah.. tiati yak. Eh pake jaket Gua aja, hujan tuh di luar." Lagi-lagi anak ini mengatakan hal itu. Aku tidak membalikkan badanku dan terus berjalan keluar pintu kaca cafe ini. Aku benci orang yang sok baik hanya karena merasakan keadaan terbaik. Nampak salah satu pelayan cafe, sedang membersihkan meja yang berada di luar. Hentak kaki ku dengar dan ku abaikan saja. Lagi pula siapa yang mau menemaniku. Dia mencengkram pundakku dengan kasar. "Sini dulu, Lu itu cewek, biar Gua yang anterin pulang nanti" Ku lepas tangan hangat itu. Lalu, reflek saja ludahku ku buang tepat di wajahnya. Tak ku perdulikan bagaimana reaksinya, Aku hanya berjalan dan harus pulang. Sesampainya aku di persimpangan lampu merah, Dia menarikku paksa masuk ke dalam mobilnya. Kejadian ini tak ku duga, di tengah hujan deras itu aku menindihnya dari atas "Lu ngapain sih! dasar cabul!'" Aku pergi meninggalkannya dan kembali kelayapan di tengah hujan yang berjalan Dia menyoroti ku dengan lampu mobilnya, Aku merasa tak tenang. Pria ini memaksa diriku untuk berlari lebih jauh. Terus saja Dia mengikutiku. Akhirnya Aku mendapat satu celah gang yang sempit. Syukur, Aku hampir di perkosa orang itu. Mengikat rambutku yang panjang, terdiam lemah badanku. Ini adalah gang buntu, dan pria tadi sembari menghampiriku. "Tenang dulu, Gua ini bos cafe yang Lu datangin. Nah, barengan napa Gua juga mau pulang tau" pria tersebut mencoba membujukku agar diriku tak kehujanan. "Urus diri Lu sendiri. Lu kan boss. gausa baik sama Gua. Gua norak ntar lu malu! cih pergi sono!" Aku meneriakinya sangat kencang. Ku lihat Dia tersenyum lebih lebar. Sampai punggungku terpojok di ujung dinding gang itu. Dia membawaku, sambil menggenggam tanganku erat sekali. Di dalam mobil miliknya, tangan gempalnya membuka koper kecil. Menyuruhku memakai baju kaos yang Ia pegang. "Dih najis, bau nasi basi ntar badan gua" Dia hanya tertawa lepas tanpa memarahiku. "Yaudah iya... rumah Lu dimana dek" Mengingat ini sudah terlalu larut, dia ingin membawaku pulang lebih cepat. "Dasar lu goblok emang!" Mendengar omelanku matanya melotot tajam dan kemudian sambil menundukkan kepala. "Napa Lu.. mo nampar?.. tampar aja ni luas pipi Gua" Emosiku semakin menjadi-jadi. "Maaf gua salah bicara. Kelihatannya Abang lu udah ga ada ya" Pria ini berbicara sambil meneguk ludahnya "Y-ya, gapapa...maaf buat Lu kepikiran bang" Aku tak sadar ucapan "abang" pada dirinya itu membuat dia mengatakan hal yang menyenangkan hatiku. "Gua mau jadi Abang lu, boleh gak?" tersisir jelas sedikit ruang kotor di hatiku. "Dah,dah ah.. ga jelas. makasi tumpangan lo, ni gope!" Aku memberinya uang pas. Dia tak berbicara, hanya memberiku salam dan sapa. Aku berjalan ke dalam rumah. Lagi-lagi mama dan Ayah jalan jam segini. Melepas kaos busukku, aku menirukan bentuk layangan dan rebah dari pandangan. "HAH! hari yang menyebalkan" hanya itu kata-kata yang terus keluar di bibirku selama ini. ****

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.5K
bc

Single Man vs Single Mom

read
102.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.1K
bc

My Secret Little Wife

read
97.4K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.0K
bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook