Bab 2

1163 Words
Ngeng! Ngeng! Brum! Brum! “Bagaimana Bro? Sudah siap!” tanya Willy yang merupakan sahabat karib dari Arrion Lie. “Ok Bro!” teriak Andre dari atas motornya. “Lo Yon, bagaimana? Kok lesu banget, semangat dong!” teriak Willy saat melihat sahabatnya seperti tidak bersemangat. “Ha, santai aja Bro. Gue pasti yang menang,” ucap Arrion seperti tidak yakin dengan apa yang ia ucapkan. Dari tadi Rion hanya diam. Sebenarnya dia tidak fokus mengikuti balapan kali ini. Pikirannya benar-benar kacau, setelah mendengarkan sebuah kebenaran yang menyakitkan dari orang tuanya. “Kenapa hubungan gue dengan Celin yang kena imbasnya? Ini benar-benar tidak adil,” pikir Rion dalam hati saat berada di atas motor, siap untuk balapan. Namun, karena pikiran Rion yang dari tadi tidak fokus, dengan cepat Andre menyalip motornya. “Yeah! Gue yang menang!” teriak Andre dengan girang karena sudah berhasil mengalahkan para sahabatnya itu. “Berhubung lo yang kalah Yon, itu artinya lo harus melakukan apa yang sudah menjadi rencana kita. Sedangkan lo Wil, lo harus menemani Rion. Lalu gue, yang jadi penontonnya. Hehe.” “Sombong banget gaya lo Ndre! Yon, lo kenapa? Kayak nggak fokus aja. Lo lagi banyak pikiran ya? Apa lo berantem lagi sama bokap Lo?” tanya Willy yang merasa heran, karena melihat sahabatnya seperti kurang bersemangat. “Tau ah Wil, gue pusing,” ucap Rion yang malas untuk membahas penyebab kekalahannya. “Sudah-sudah, cepat kita jalankan rencana kita. Ini kan hari Jumat, biasanya jam segini, tu cewek lewat di depan markas kita.”  “Ok, Sip bro! Ayo Yon!” ajak Willy kepada Rion. “Biar gue sendiri aja.”  “Yakin lo Yon, nggak mau gue temani?” tanya Willy heran. “Hmm.” Rion pun langsung pergi melajukan motornya. Ketika Khayra sedang berjalan menuju perpustakaan, rintik hujan pun turun. Dengan cepat ia mengeluarkan payung yang ada di dalam tasnya. “Hey Nona! Ayo naik!” tawar Arrion kepada Khaira. “Ti-tidak, terima kasih.” “Mau secara halus, atau gue paksa?” Khayra sangat terkejut, ketika mendengar perkataan dari laki-laki yang tidak dikenalnya itu. “A-apa mau kamu? To-tolong jangan ganggu saya.” Setelah mendengarkan ucapan Khayra, Rion pun langsung turun dari motornya. “Ayo ikut!” ucap Arrion sambil menarik pergelangan tangan Khayra dengan paksa. “Apa maumu, lepaskan tangan saya!” ucap Khayra yang terus meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari genggaman Arrion. Arrion tidak memperdulikan rengekan Khayra. Ia terus menarik khayra untuk masuk ke dalam markas nya.  “Tolong, lepaskan saya, hiks-hiks. Kamu tidak boleh menyentuh saya, karena kita bukan muhrim! Hiks-hiks,” ucap Khayra sambil menangis tersedu-sedu. Menatap iba kearah Arrion, agar pria itu mau melepaskannya. “Muhrim? Gue tidak peduli apa itu muhrim? Sekarang lepaskan kerudung lo!” perintah Arrion secara paksa kepada gadis itu. “Ti-dak, ja-ngan. Saya tidak mau melakukan dosa.” “Jangan sok suci, lo! Lepaskan sekarang! Atau gue yang akan melepaskannya!” “Tolong, jangan lakukan ini kepada saya. Apa salah saya sama kamu?” Khayra pun tak kuasa lagi menahan tangisnya. Kini, air matanya mengalir begitu saja tanpa bisa ia cegah. “Lo mau tahu? Gue kalah balapan. Jadi, teman-teman gue minta gue untuk melepas kerudung lo. Sedangkan, kalau lo mau tahu apa kesalahan lo? Kesalahan lo adalah, kenapa lo mesti lewat di depan markas gue?” “U-untuk apa kalian mau melepaskan hijab saya? Lalu menjadikan saya, barang taruhan kalian?” ucap Khayra yang tidak menyangka dengan apa yang telah dilakukan oleh laki-laki itu, bersama teman-temannya. “Karena teman-teman gue ingin melihat wajah asli lo. Lalu setelah gue berhasil mendapatkan gambar lo tanpa kerudung itu, lo boleh pergi. Sangat mudah, kan?” “Kalian benar-benar jahat! Asal kamu tahu, dengan membuka hijab ini, sama artinya saya membuka aurat saya! Dan itu perbuatan dosa bagi agama saya!” “Hehe, gue nggak peduli dengan itu semua!” Arion pun berlahan-lahan mendekati Khayra. Membuat Khayra memundurkan langkahnya. “Lo tahu, lo itu cantik. Kenapa kecantikan lo harus tutupi dengan selembar kain ini?” ucap Arion sambil memegang hijab yang kini Khayra kenakan. “Ja-jangan sentuh saya,” ucap Khayra dengan penuh ketakutan.  “Sebaiknya kamu diam,” bisik Arion tepat di telinga Khayra. Seketika itu membuat bulu kuduk Khayra merinding.  Karena seumur hidup, Khayra belum pernah sedekat itu dengan lawan jenisnya. Tapi apa daya, kini Khayra hanya bisa pasrah, dan-. Cekrek! Hijab itu pun terlepas secara paksa dari kepalanya. Membuat rambut Khayra yang hitam dan panjang terurai di hadapan pria yang bukan muhrimnya.  “Puas kamu sekarang!” “Lo boleh pergi, sebelum gue bertindak lebih jauh,” ucap Arrion yang merasa tidak bersalah dengan apa yang telah ia lakukan. “Coba kamu pikirkan, jika apa yang kamu lakukan terhadap saya, menimpa pada saudaramu atau ibumu. Apa perasaanmu tidak hancur?” ucap Khayra dengan bibir yang sedikit bergetar, meminta pertanggungjawaban dari laki-laki itu. Mendengar ucapan Khayra, membuat Arrion tidak bergeming sedikit pun.  “Asal kamu tahu, perbuatanmu itu adalah dosa besar. Puas kamu sudah membuat diri saya kotor di hadapan Allah? Bertobatlah, dan tolong jangan ulangi lagi perbuatanmu, karena itu sama saja dengan kamu melukai hati ibumu dan juga saudara perempuanmu, hiks-hiks.” Setelah mengucapkan kalimat itu Khayra pergi meninggalkan Arrion yang diam dan terpaku, memandang wanita yang baru ia kenal beberapa menit yang lalu. “Apa maksud ucapan perempuan berkerudung itu?” Ketika Khayra keluar dari markas genk motor Arrion, tanpa sengaja ia berpas-pasan dengan Willy dan juga Andre yang merupakan sahabat karib dari Arrion. “Wah, sepertinya si Rion berhasil, Ndre.” “Iya sih, tapi kok gue merasa bersalah ya melihat perempuan itu menangis,” ucap Willy yang tidak tega melihat Khayra yang berlari sambil bercucuran air mata. “Cemen banget si lo, Wil. Ayo kita lihat Rion di dalam.” Willy dan Andre pun segera masuk ke dalam markas genk motor mereka. “Good job Rion. Gue tau lo berhasil melaksanakan taruhan kita. Mana fotonya, Yon?” ucap Willy dengan antusiasnya. Arrion hanya diam, tidak mendengarkan ocehan dari kedua sahabatnya itu. “Yon, lo kenapa si diam aja? Mana fotonya?” ucap Willy yang sudah tidak sabar lagi. “Lo Wil! Jangan pernah lagi lo ajak gue ikut dalam permainan gila, yang lo buat!” “Eh Yon, maksud lo apa?! Ini bukan ide gue, tapi ini idenya Andre. Lagi pula, lo kan setuju-setuju aja waktu gue ajak taruhan. Lo kenapa si! Biasanya juga yang kita lakukan lebih parah dari ini, tapi lo santai-santai aja. Lo-.” “Bubar! Gue ingin genk motor ini bubar!” ucap Rion lalu pergi meninggalkan kedua sahabatnya itu. “Yon! Yon!” panggil Andre. Namun, Arrion tidak menghiraukannya. Ia terus melajukan sepeda motornya hingga hilang dibalik pertigaan. “Lo mau ke mana, Ndre?” tanya Willy kita melihat Andre menghidupkan sepeda motornya. “Gue mau menyusul Rion, lo ikut nggak?” “Sudah nggak usah disusul, Ndre. Biar tu anak menenangkan pikirannya dulu. Mungkin sekarang dia lagi kesambet.”  Akhirnya Andre pun mengikuti ucapan Willy. Ia mengurungkan niatnya untuk mengejar Arrion. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD