bc

Under The Fear You Gave Me

book_age18+
128
FOLLOW
1K
READ
HE
badboy
doctor
drama
bxg
city
cheating
wild
substitute
like
intro-logo
Blurb

Mature Content! Please Be Aware!

Sofia Alexandra didiagnosis menderita kanker payudara. Alih-alih menjalani pengobatan, wanita itu justru bepergian jauh dan berniat menjalani sisa hidupnya dengan bersenang-senang di Kanada. Dalam masa itu, dia dipertemukan dengan pria yang mengaku bernama Ian dan mereka bersenang-senang di sana selama dua minggu, menjalani hubungan panas tanpa ikatan pasti.

Setelah mereka berpisah dan Sofia kembali ke Prancis, dokter menyebut bahwa dirinya tidak pernah menderita kanker. Namun, apa yang lebih mengejutkan adalah diagnosis hamil padanya ketika tabungannya hampir habis untuk bepergian.

Dengan segala harapan, Sofia pulang ke Indonesia untuk mencari keberadaan Ian. Beruntungnya, wanita itu menemukan Damian yang ternyata seorang dokter di sebuah rumah sakit. Namun, pria itu sama sekali tidak mengakui pertemuan dan hubungan panas mereka di Kanada beberapa minggu lalu.

Mengapa Damian menyangkal keberadaan Sofia dan apakah hidup Sofia akan berakhir mengenaskan?

chap-preview
Free preview
One Night Stand
“Ini sel kanker. Meski ukurannya masih kecil, kami menyarankan untuk melakukan operasi pengangkatan benjolan di payudara Anda.” Sofia pada awalnya datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin sebagai kewajiban yang harus dilakukan setiap karyawan perusahaan. Namun, bukannya mendapat hasil baik, tiba-tiba saja dia divonis menderita kanker payudara. “Di bagian kanan ada benjolan sebesar biji kelengkeng,” kata dokter bernama Margareth itu. Dia menunjukkan foto rontgen pada Sofia dan melingkari benjolan yang dimaksud. “Seharusnya Anda bisa merasakan tiap kali menekannya. Atau setidaknya pasangan anda harusnya sadar ada yang tidak beres.” Sofia masih terdiam di posisinya. Dia menatap foto rontgen yang kali ini membawa kabar buruk. “Kalau saya operasi, apa dijamin saya bisa hidup dan penyakit itu tidak akan muncul lagi?” “Untuk kanker stadium awal, kemungkinannya sangat besar untuk bisa bertahan hidup. Namun, sel kanker bisa saja kembali jika Anda tidak menjalani hidup sehat.” Dokter Margareth menjelaskan dengan baik agar pasiennya itu bisa menerima dan berpikir sungguh-sungguh. “Setelah operasi juga Anda diharuskan menjalani perawatan rutin.” “Kira-kira berapa biayanya, Dok?” tanya Sofia putus asa. Margareth memberitahu banyak rincian, mulai dari biaya operasi, lalu perawatan pasca operasi, juga biaya rawat jalan yang harus dilakukan setiap satu bulan sekali sampai dipastikan sel kanker itu tidak kembali. Tidak sedikit yang harus Sofia keluarkan, bahkan bisa saja semua tabungannya selama lima tahun ini ludes untuk biaya kesehatannya. Dia bukannya perhitungan, tetapi menghabiskan banyak uang untuk sesuatu yang bahkan tidak seratus persen menjamin kesembuhannya, Sofia agak merasa sayang. Dia masih ingin bepergian ke beberapa tempat, salah satunya ke sebuah desa yang terletak di Kanada Utara. Jika boleh memilih, dia akan menghabiskan uang dan sisa waktunya untuk mengunjungi banyak tempat, lalu mati dengan damai. Namun, dia juga masih ingin hidup lama dan melakukan banyak hal seperti orang-orang. “Apa kamu bisa meminjamkan aku uang?” tanya Sofia tiba-tiba. Margaret menggeleng seraya melipat kedua tangan. “Atau setidaknya apa aku bisa mencicil selama beberapa tahun? Kau tahu, aku belum ingin mati, tapi aku tidak bisa menghabiskan semua uangku untuk operasi!” “Memangnya aku bank-mu?” Margareth mencemooh. Sofia beranjak dan memohon padanya dengan mata berkaca-kaca. “Sofia, aku turut bersedih dengan kondisimu, tapi aku juga masih jadi Dokter Residen. Kamu tahu maksudku, bukan?” Sofia lantas melepaskan tangannya dari Margareth, lalu menghela napas panjang dengan bahu lemas. Dia juga tahu posisi Margareth saat ini yang bahkan jauh lebih sulit dibandingkan dengan dirinya. Mereka berdua adalah teman satu kelas saat di sekolah menengah atas, tetapi kemudian berpisah haluan ketika Sofia memilih kelas ekonomi, sementara Margareth memutuskan untuk sekolah kedokteran. Meski demikian, mereka tidak pernah putus kontak. “Jadi aku harus bagaimana?” Sofia menatap temannya dengan wajah memelas, seolah-olah tidak ada harapan yang tersisa. “Atur ulang masa depanmu dan segera operasi! Kamu bisa pergi saat kondisimu kembali seperti semula. Aku tidak mau kamu mati lebih dulu.” Margareth pikir temannya itu bakal menuruti perkataannya, tetapi setelah beberapa hari kemudian, Sofia mengunggah foto sebuah bandara di Kanda. “Dasar gila! Kalau cuma ingin melihat aurora, di Norwegia juga ada!” Begitu teriak Margareth ketika Sofia telah berada di Kota Yellowknife, tempatnya aurora berada. Selama berjam-jam ini gadis itu tidak pernah berhenti, sejak tiba di Bandara Saskatoon, dia kembali terbang ke Kota Yellowknife, lalu menaiki mobil untuk sampai di sebuah desa yang mempunyai banyak teepee, tenda yang secara tradisional terbuat dari kulit binatang yang dipasang pada tiang-tiang kayu. Pada masa kini, hanya ada dua puluh satu teepee yang masih asli, sementara teepee lain yang digunakan untuk menginap para pelancong terbuat dari jenis-jenis yang berbeda, alias lebih modern. Tepat pukul sepuluh malam, Sofia duduk di depan tendanya. Ditemani api unggun kecil dan minuman hangat, gadis itu menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Musim dingin di Kanada memang mempunyai suhu rendah sekali sehingga selimut dan api hanya sedikit membantu. Sofia pikir bepergian kali ini akan sepi dan tenang, hanya ada dirinya di desa terpencil ini. Namun, ada banyak orang yang juga datang berpasangan, memadu kasih dan bercinta di dalam tenda dengan cahaya aurora yang terlihat samar menggantung di udara. “Ya bodoh saja jika aku mengira hanya ada aku di sini. Aku datang ke desa ini juga karena informasi dari internet,” gumam Sofia dengan nada tidak semangat. Dia lalu menyeruput minuman hangatnya yang manis. “Aku juga datang ke sini setelah melihat foto-foto di internet,” kata seseorang yang baru saja menghentikan kaki di depan tenda Sofia. Gadis itu mendongak, menatap pria berambut kecoklatan dengan mata hitam seperti kedalaman samudera. Sebagian wajahnya tertutup oleh syal yang hangat. “Apa kamu punya gelas alkohol?” tanya pria itu seraya menunjukkan alkohol yang dibawanya. Dia menarik syalnya ke bawah, menampilkan hidung mancung dan bibir tipis yang agak kemerahan. Tampan sekali, pikir Sofia. Dia tidak berpikir menolak pria itu sebab kedatangannya ke sini adalah untuk bersenang-senang, termasuk bermalam dengan seorang pria. “Duduklah. Aku punya dua gelas kosong dan aku masih punya tempat kosong di sebelah.” Tersenyum, pria itu lantas mengambil duduk di sebelah Sofia dan meletakkan alkohol yang membuat suhu tubuhnya semakin hangat. “Alkohol memang lebih bagus daripada minuman hangat seperti itu,” ujarnya sambil melirik minuman milik Sofia. Keduanya melanjutkan obrolan, bertanya nama dan asal masing-masing yang lantas membuat mereka terkejut karena berasal dari negara yang sama. “Aku juga dari Indonesia!” seru Sofia girang, “bukankah ini takdir?” Pria yang mengaku bernama Ian itu tersenyum dengan tatapan fokus kepada mata Sofia. Perempuan itu cantik dan mudah diajak berbicara, bukan tipe perempuan yang jual mahal dan membatasi diri dengan orang lain. “Jadi, kamu jauh-jauh ke sini hanya untuk melihat aurora?” tanya pria itu. Sofia mengangguk. “Tiga tahun ini aku tinggal di Prancis karena pekerjaan, tapi sesuatu terjadi begitu saja dan akhirnya membawaku ke tempat ini.” Ian mengangguk-angguk mengerti meski tidak tahu apa yang terjadi hingga membuat perempuan itu datang ke tempat jauh ini. Akan tetapi, pertemuannya ini tentu bukan hanya sekadar kebetulan, melainkan pertemuan yang sudah tertulis dalam garis takdirnya yang sebentar. “Mau bersenang-senang denganku?” tawar pria itu dengan tatapan yang terkesan menggoda. "Bersenang-senang seperti apa contohnya?" Sofia bertanya balik tanpa melepas pandangan. Dia juga ingin menggoda pria yang baru saja ditemuinya itu. "Kamu mau yang seperti apa?" Ian bertanya lagi. Kini pandangannya tertuju pada bibir Sofia yang kemerahan; warna termanis untuk bisa menarik perhatian seorang pria. "Aku bisa memberi apa yang kamu mau jika kita masuk ke tenda sekarang juga." Tanpa balasan berupa kata-kata, Sofia menarik tubuhnya mundur perlahan-lahan dan memasuki tenda yang besarnya tidak seberapa. Ian yang mengerti pun lantas menyusul gadis itu tanpa sedetik pun melepas pandangan darinya. "Kamu sungguh bisa memberi apa yang aku mau?" Ian mengangguk dan setelah itu dia memperhatikan Sofia yang berusaha melepas jaket bulu miliknya, menanggalkan satu persatu pakaian hingga tersisa pakaian dalam warna hitam yang seksi. Agaknya gadis itu sudah memperhitungkan perjalanan kali ini; bertemu dengan seorang pria yang bakal membawanya pada sensasi asing yang orang-orang sebut sebagai surga dunia. "Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jadi ... kuserahkan semuanya padamu." Tanpa banyak bicara, Ian mendekat ke arah Sofia, menyentuh sisi wajahnya dan bergerak ke leher lalu menekan bagian belakang kepala gadis itu sebelum akhirnya dia mendaratkan ciuman yang menggebu-gebu di bibir Sofia. Ini memang bukan ciuman pertama bagi mereka, tapi ini adalah kali pertama bagi keduanya melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar ciuman. Sofia bahkan dibuat tidak bisa apa-apa ketika tangan kiri Ian tiba-tiba memberinya sentuhan yang mengejutkan, sementara ciuman pria itu berangsur turun ke area leher dan membuat Sofia mendesah tanpa bisa ditahan. "Kamu serius ini pengalaman pertamamu?" tanya Ian memastikan. Dia berhenti mengecup leher Sofia dan tangan kirinya pun berhenti bergerak di tubuh perempuan itu meski masih berada di sana. "Aku tidak tahu bagaimana membuktikan ucapanku." Ian menyeringai, kembali mengecup dan meninggalkan jejak kemerahan di leher Sofia sebelum melepas bra wanita itu dan melemparnya ke sembarang arah. Lalu tanpa melepas pandangan dari tubuh Sofia, dia kembali menyentuhnya dengan pelan, memberi remasan-remasan sensual yang membuat gadis melenguh panjang. Belum lagi ketika dirinya menggunakan lidah serta mulutnya untuk memberikan kenikmatan lebih. Sofia hilang kendali dan dia kehabisan kekuatan untuk tetap duduk. Dia perlahan-lahan berbaring membiarkan Ian melakukan apa pun yang pria itu inginkan, bahkan jika harus menanggalkan semua yang ada di tubuh mereka. "Maaf jika terlalu tiba-tiba, tapi aku tidak bisa menahannya," ujar Ian tanpa berusaha menyembunyikan perasaannya. "Ya. Aku sedikit terkejut, tapi tidak masalah," balas Sofia tanpa mengalihkan pandangan dari milik Ian yang tampak kuat dan membuatnya ragu. "Setelah ini apa?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Siap, Mas Bos!

read
13.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook