bc

Pesona Duda Anak Satu

book_age18+
3.3K
FOLLOW
22.5K
READ
possessive
CEO
mafia
comedy
icy
coming of age
widow/widower
wild
like
intro-logo
Blurb

Siapa yang mengira, jika pesona pria-pria muda tampan bisa kalah oleh seorang duda beranak satu? Zia Arnanta, seorang gadis cantik yang selalu di kelilingi pria tampan. Namun sialnya, dia malah terikat hubungan aneh dengan seorang duda beranak satu. Awalnya Zia menolak, namun lama kelamaan pesona pria duda itu ternyata lebih power dibandingkan dengan pria muda yang biasa ia temui.

“Kau membuat adik saya bangun Zia!” Ucap Dirga membuat Zia membulatkan mata. Zia mengerti jika duda memang lebih berpengalaman, tapi tidak harus kepadanya yang masih polos kan?

Aaaa duda sialan, ucapanmu mengotori telingaku. Hardik Zia kuat, namun matanya malah terus menatap wajah duda itu tanpa berkedip.

chap-preview
Free preview
Awal pertemuan
“Jadi seratus lima puluh ribu, Pak," ujar Zia sopan sambil menyodorkan buku. Pria yang Zia panggil Bapak itu menatap tajam, rahangnya terlihat berdiri dan mengeluarkan otot. Sepertinya ucapan Zia dengan memanggilnya Bapak telah menyulut emosinya. Tapi dia memang sudah tua, ya walau masih terlihat sangat tampan sih. Penampilannya juga menawan, tapi tetap saja kan, sudah tua? Tak lama kemudian, seorang wanita cantik dan sexy berlenggak lenggok menghampiri si pria. Dengan sedikit tertawa geli dia menatap pria itu kemudian mencium pipi kiri si pria dengan lembut, sontak Zia tertunduk. “Ini, kembaliannya kamu ambil ya," tutur wanita cantik itu. Menyerahkan dua lembar uang berwarna merah dan menerima buku tadi. Senyum manis menghiasi wajahnya, kemudian menarik si pria tadi wanita itu melenggang pergi. Bergelayut manja di lengannya. “Terima kasih," tutur Zia sambil menatap kepergian mereka. “Gila ya! Cowoknya cool banget. Ceweknya juga cantik banget sexy pula,” sambar Friska setelah kedua pasangan itu sudah lumayan jauh. “Cool?” tanya Zia menatap temannya heran. Friska mengangguk. “Sepertinya mereka belum menikah, mereka tidak menggunakan cincin pernikahan kan?” tanya Friska memastikan. Zia mengangkat bahu acuh. Gadis berusia 22 Tahun itu tidak terlalu tertarik dengan hubungan orang lain. Memikirkan nasib hidupnya saja dia pusing, apalagi jika harus mengurusi hubungan orang lain. “Tua gitu kok, apanya yang cool?” tanya Lia yang baru saja tiba membawa tumpukan buku. “Wah ada yang baru lagi?” tanya Zia antusias, kehadiran buku baru itu lebih menarik perhatiannya dari pada sepasang kekasih tadi. “Jangan kayak gitu, tar jodoh sama duda baru tau rasa lo berdua hahaha," jawab Friska membuat Zia dan Lia saling saling melempar pandangan dan bergidik ngeri. Bukan pria tua seperti itu yang Zia idamkan, melainkan pria muda yang tampan dan baik hati. Memiliki sifat ramah dan penyayang. Keesokan harinya … “Ziaaaa!” teriakan seorang wanita paruh baya memenuhi gendang telinga Zia yang masih terlelap tidur. Siapa lagi kalo bukan bibik kesayangannya? Bik May yang sudah Zia anggap sebagai ibu kandung sendiri. “Iya, ada apa, Bik?” tanya Zia setengah sadar. “Anak perawan ini! Siang bolong begini masih aja tidur? Bangun! Hari ini kamu pergi ke rumah Tuan Dirga ya, gantiin Bibik jagain anaknya. Bibik mau jenguk Nenekmu di kampung, katanya sakit mendadak," ujar Bibik tanpa jeda, padahal bibirnya sedang ia lukis menggunakan tinta merah. Mata Zia yang berat langsung melotot mendengar kata nenek di kampung. Dia bahkan sudah meloncat dari lasur menghampiri bibiknya. “Apa bik? Nenek, Nenek sakit? Zia mau ikut pulang kampung.” rengek Zia, memeluk lengan bibik kuat membuat lukisannya di bibirnya melewati garis. “Ish anak ini! Kalau kamu ikut pulang, siapa yang mau gantiin Bibik urus anaknya Pak Dirga?” Bibik menatap Zia sekilas, membersihkan bibirnya menggunakan tisu kemudian kembali mengulangi hal yang sama. Beres dengan itu, bibik mengambil benda seperti pensil kemudian mengukirnya di alis. “Kamu lupa, Pak Dirga itu orang baik, dia udah banyak bantu keluarga kita. Bibik dapet pekerjaan dari beliau. Bahkan rumah yang kita tinggali ini pun pemberian darinya. Apa kamu mau bibik dipecat dan pak Dirga mengambil kembali rumah ini?” ujar bik May sok garang guna menakut-nakuti Zia. Padahal Zia tahu, bik May bukanlah tipikal orang yang pemarah. Cenderung penyabar dan kuat. “Tapi Bik, pekerjaanku ….” “Pekerjaanmu kau tinggalkan saja dulu, lagipula kau hanya sebenar mengganti bibik," ucap bibik santai sambil memasukan alat-alat tadi kedalam tasnya yang berwarna coklat. “Tidak bisa, Bik. Itu pekerjaan tetapku.” Zia memohon. Menggenggam lengan bibik kuat-kuat. Bukannya tidak mau membantu bibik dan mengurus anak orang. Masalahnya, Zia tidak ingin sampai kehilangan pekerjaan tetapnya karena terlalu banyak ijin. “Pekerjaan tetap itu atau kita diusir?” Nah, kan. Dasar ibu-ibu, bisa saja dalam berdebat. Zia menghembuskan nafas panjang. “Sudah, sudah. Bibik buru-buru mau berangkat. Kamu jangan lupa hari ini ke rumah Pak Dirga dan jagain anaknya ya.” “Iya, Bibik hati-hati. Sampaikan salamku pada nenek.” Mencium punggung tangan wanita itu lembut. “Iya.” Setelah mengantarkan bibik ke depan, Zia langsung siap-siap kemudian bergegas ke rumah Tuan Dirga yang dimaksud. Zia tahu jika tuan itu merupakan seorang pria duda beranak satu, maka dari itu tuan Dirga meminta bibik menjaga dan mengurus anaknya. Sedang dia terus saja sibuk bekerja dan bekerja. Bibik selalu bercerita semua hal baik tentangnya, bahkan pria itu juga belum menikah hingga saat ini karena kecintaannya pada mendiang istrinya yang telah lama ini meninggal setelah melahirkan putri mereka. Kasian sekali, padahal wanita mana yang tidak mau dengan pria baik, kaya dan tampan sepertinya. Jujur, Zia memang belum pernah bertemu dengan tuan itu. Tapi Zia yakin dia sangat tampan karena Zia pernah melihat anaknya. Sangat cantik dan menggemaskan. Lama Zia melamun di atas motor yang ia tumpangi, hingga akhirnya mereka sampai di kawasan rumah elit. Zia masuk melewati satpam yang saat itu sedang bertugas, tersenyum ramah dengan sedikit membungkukan badan. Zia turun dan memberikan dua lembar uang sepuluh ribuan. Kemudian mendekati pintu dan mengetuknya. “Assalamu’alaikum.” Tidak ada jawaban dari dalam. “Permisi!” tutur Zia sedikit mengeraskan suaranya, takut jika penghuni rumah tak mendengar salamnya. Takut-takut Zia mendorong pintu kemudian segera berlari masuk ketika mendengar teriakan seorang anak kecil dari dalam rumah. “Aaaaaa!” teriaknya mengisi seluruh ruangan. Seorang gadis kecil naik ke atas kursi dan mengangkat tangannya tinggi-tinggi yang sedang memegang ayam goreng. Sedang dibawahnya seekor kucing sedang mengeong-mengeong menatap gadis kecil tersebut. “Hus, hus, hus.” Zia mengibas ngibaskan tangannya, berusaha mengusir kucing nakal yang mengganggu gadis kecil yang sedang makan itu. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Zia khawatir sambil membantunya kembali duduk di kursi setelah kucing itu pergi. “Tidak apa-apa, kakak siapa?” “Hm, perkenalkan. Namaku Zia. Aku kesini mau menggantikan Bik May," jelas Zia ramah. “Wah kakak cantik sekali, namaku Qeela," jawabnya antusias. “Kau juga sangat can-.” “Sudah datang rupanya!” hardik seorang pria dari arah belakang. Zia terdiam, dia seperti mengenal suara itu. Kemudian perlahan menoleh. “Bapak ....” Suara Zia menggantung, si pria tadi memicingkan mata. Oh shit! Umpat si Pria ketika mengingat wajah Zia. “Saya tidak mentolelir orang yang lambat dan lelet!” hardiknya tegas, menatap Zia intens kemudian duduk di kepala meja. Zia menelan salivanya susah. Inikah tuan Dirga yang ramah dan baik hati itu? Seorang duda dermawan yang selalu bibik banggakan? Bibi, anda salah menilainya. Ya tuhan, Kenapa dunia ini begitu sempit? Huh. “Maaf, Pak," ucap Zia lirih dan kembali membuat Dirga menatap tajam. Tatapan tajamnya persis seperti di toko buku kemarin, sangat mematikan. “Panggil saya tuan!” sergah Dirga masih dengan mata yang sama. “Ba-baik tuan," tutur Zia sambil tertunduk. Mata! Kondisikan mata anda, Tuan. Kalau keluar kan berabe urusannya. “Qeela! Cepat habiskan makanmu dan ikut dengan ayah. Ayah akan antar kamu ke sekolah hari ini," sentak Dirga membuat Zia kembali terkejut dengan suara Dirga yang menggelegar. “Tidak mau!” jawab Qeela cepat dan segera berlari menaiki tangga. “Qeela!” teriak Dirga lebih keras menggema mengisi seluruh ruangan. Mendengar sentakan Dirga membuat Zia kasihan kepada Qeela, cara sayang orang tua laki-laki memang berbeda dengan seorang ibu yang selalu lembut dan penuh kasih sayang. Takut-takut Zia menoleh Dirga yang sudah berwajah merah padam. Bahkan tangannya mengepal kuat. “Maaf tuan, bolehkan saya membujuknya?” tanya Zia takut-takut, pandangannya ia tundukan. “Terserah!” jawab Dirga acuh membuat Zia kembali menelan saliva. Gila! Baik apanya seperti ini. Zia langsung berlari menyusul Qeela, lama-lama bersama duda itu mengikis nyali juga ternyata. Padahal baru berapa menit Zia berada di depannya. Pria itu kemudian menyeruput kopi yang ada di depannya. Sedikit sudut matanya menatap Zia yang berlari mengejar Qeela. Namun kemudian kembali acuh ketika deringan nada di ponselnya terdengar. “Halo sayang?” Bersambung …

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook