bc

Penjelajah Dimensi

book_age16+
48
FOLLOW
1K
READ
murder
revenge
sensitive
brave
student
drama
bxg
female lead
highschool
like
intro-logo
Blurb

Nadin tidak pernah menyadari jika ia dapat pergi ke dimensi lain. Namun ia sangat senang ketika ia bertemu dengan dirinya yang lain, Lily. Namun seseorang mendengar pembicaraan Nadin tentang kemampuannya itu. Teman-temannya mulai menindas Nadin dan Nadin jatuh dalam keterpurukan.

Nadin akhirnya tidak mempercayai dirinya sendiri. Dia merasa jika itu semua hanyalah halusinasi. Namun pikirannya berubah ketika dia bertemu dengan sosok dirinya dari dimensi lain bernama Sakura. Nadin akhirnya percaya dengan kemampuannya itu. Nadin juga bertemu dengan Erland, seorang laki-laki yang memiliki kemampuan sama dengannya.

Sosok Lily mulai mengacau. Dia berniat membunuh semua orang yang pernah merundungnya dari semua dimensi. Nadin harus menghentikan Lily yang sudah membunuh orang dari banyak dimensi. Tapi Nadin tahu, jika dirinya tidak sebaik itu.

chap-preview
Free preview
Bagian 1
Nadin menatap teman-temannya di kelas. Mereka semua tampak sibuk dengan urusan masing-masing. Ia mendesah dan matanya menatap ke jendela. Beberapa siswa tampak berada di lapangan dan menikmati waktu istirahat. Nadin terkejut ketika merasakan getaran. Perempuan itu kemudian menyadari jika gempa sedang terjadi. Nadin segera keluar dari kelasnya dan mencari tanah lapang. Beberapa siswa mulai berkumpul. “Gila, kaget banget pas tiba-tiba kursiku goyang,” ucap Elina. Sahabat Nadin itu kini berdiri di sampingnya dengan napas yang terengah-engah. Mega mengangguk. “Kalo yang lain ga bilang kalo ada gempa, mungkin aku masih diem di kelas. Kayaknya kadar tidak pekaku semakin meningkat,” keluhnya. Nadin mengeluarkan ponselnya dan melihat beberapa berita tentang gempa. Dahinya berkerut ketika dia tak menemukan satu pun berita gempa. Elina dan Mega juga langsung mencari berita tentang gempa itu. “Pusatnya ternyata deket banget dari sini! Pantesan kerasa banget. Semoga kita dipulangin sama sekolah nih,” ucap Mega sambil tertawa. Nadin menatap ponsel Mega dan mengernyit. “Kok di hpku engga ada sih? Padahal aku udah cari beritanya di mana-mana lho,” sahut Nadin. “Mungkin kamu lupa isi kuota kali?” timpal Elina. Nadin hanya kembali memeriksa ponselnya namun dia yakin juga ponselnya masih terhubung dengan internet. Nadin mengabaikan itu dan kembali melihat teman-temannya. Mereka bersorak gembira ketika sekolah memutuskan untuk memulangkan seluruh siswa demi keamanan. Nadin segera merapikan buku-bukunya dan memesan ojek online. Nadin kemudian pulang ke rumahnya. Ia mengganti bajunya dan merebahkan dirinya di ranjang. “Kok beritanya masih engga ada sih? Padahal di rumah kan pake wifi. Terus ini juga masih bisa direfresh. Apa hpku rusak ya? Tapi keliatannya baik-baik aja kok.” Nadin meletakkan ponselnya dan menyalakan televisi. Dia bisa melihat beberapa stasiun yang menyiarkan tentang berita gempa. Karena merasa bosan, Nadin memutuskan untuk mengerjakan PR yang diberikan guru. Tangannya mengambil beberapa buku dan meletakkannya di atas meja. Nadin kembali mengerutkan keningnya ketika melihat buku yang sudah terisi dengan penuh. “Eh? Rasanya aku belum ngerjain PR yang ini deh?” tanyanya. Dia membalik semua halaman dan mengambil buku yang lainnya. Ia menganga ketika semua buku itu sudah terisi penuh. “Padahal aku kan belum ada ngerjain PR? Tapi kenapa semuanya udah dikerjain? Ini juga tulisanku kok. Tapi kapan aku ngerjainnya ya?” Nadin berpikir sejenak namun ia menyerah. “Ga penting sih. Yang penting aku udah ngerjain. Mumpung aku udah ngerjain semuanya, aku kasih Mega sama Elina deh.” Nadin segera memotret semua halaman di buku itu dan mengirimkannya kepada Mega dan Elina. Ia tersenyum dan memutuskan untuk makan siang. Nadin mengambil beberapa makanan di meja makan dan segera memakannya. “Tahun depan udah SMA. Mau pilih SMA yang mana ya?” tanya Nadin kepada dirinya sendiri. Gadis itu tidak pernah menyadari jika dia sangat kesepian. Orang tuanya bercerai dan ia merupakan anak tunggal. Namun Nadin tidak pernah mempermasalahkan hidupnya. Selama ia masih bisa hidup dengan tenang dan nyaman, Nadin tidak perlu merasa khawatir. “Apa aku lanjut di swasta aja ya? Kalo sekolah di negeri nanti perlu beradaptasi lagi,” ucapnya. Nadin menguap dan kembali ke kamarnya. Ia kemudian tertidur di ranjangnya. Dia tidak tahu jika sesuatu akan menantinya di masa depan. *** Perempuan itu terbangun dan menyadari jika hari sudah sore. Nadin segera mandi dan matanya beralih kepada tumpukan buku di atas meja. Nadin membuka bukunya dan terkejut ketika melihat halaman yang kosong. “Hah? Kok bisa?” tanyanya bingung. Nadin mencari bukunya yang lain dan menyadari jika dia tak mengerjakan satu pun PR. Ia mendengkus dan segera mencari ponselnya. Ia bersyukur semua foto itu masih tersimpan. Nadin segera menyalin semuanya dan mendesah ketika semuanya selesai. “Jadi yang aku foto ini punya siapa dong? Kalo bukan punyaku, kenapa tulisannya mirip banget? Sebenarnya apa yang terjadi?” Nadin mengacak rambutnya. Entah kenapa akhir-akhir ini ia selalu merasakan kejadian seperti itu. Pada awalnya Nadin mengabaikan itu namun sepertinya ia tak bisa mengabaikannya begitu saja. Semua kejadian itu membuatnya bingung. Bahkan Nadin menjadi curiga jika ia memiliki kepribadian ganda. Tapi Nadin tidak mengalami kejadian traumatis. Nadin cenderung tidak peduli dengan apa yang terjadi. Gadis itu hanya mendesah. Ia berharap peristiwa itu berhenti terjadi. Ia hanya ingin hidup dengan tenang. Keesokan harinya, Nadin pergi ke sekolah dengan lemas. Ia tak bisa tidur karena memikirkan kejadian kemarin. Gema dan Elina menatap Nadin dan terkejut. Kondisi temannya itu terlihat sangat parah. “Kamu ga bisa tidur semalem apa gimana dah? Matamu item banget lho,” tanya Elina sambil menatap dengan khawatir. Nadin meletakkan tasnya dan menatap kedua temennya. “Engga kenapa. Cuma mikirin hal ga penting. Kalian kemarin habis gempa langsung pulang ke rumah kan?” Mega mengernyit. “Gempa? Engga ada gempa, Nadin. Kemarin kita memang pulang lebih awal karena guru ada rapat. Kamu halusinasi atau kenapa sih?” Nadin terdiam dan membulatkan matanya. “Lho? Bukannya kemarin emang gempa ya? Getarannya kenceng banget! Masa kalian lupa sama hal sepenting itu?” “Nadin, kemarin emang engga ada gempa. Kita berdua seratus persen sadar kok. Kayaknya kamu kebawa mimpi deh. Kamu ada mimpi tentang gempa ya?” tanya Elina. Nadin tidak dapat membalas pertanyaan kedua temannya. Dia tidak bermimpi. Nadin tahu itu. Nadin tahu kapan dia tertidur. Lalu waktu yang berjalan juga masih sama. Nadin sangat yakin jika itu bukanlah mimpi. “BTW, makasih ya udah ngasih jawaban buat semua PR-nya. Tumben banget kamu rajin. Biasanya kita yang ngasih kamu jawaban,” kekeh Mega. Perempuan itu menunjukkan bukunya yang sudah terisi. Nadin hanya meringis. Tidak mungkin ia mengatakan jika dia bukanlah orang yang mengerjakan itu. Teman-temannya tidak tahu jika dia mengalami kejadian aneh. Jika Nadin menceritakannya, apakah mereka akan percaya? Nadin tersentak ketika guru masuk ke dalam kelas. Ia kemudian mengikuti pelajaran walaupun pikirannya masih melayang kepada kejadian-kejadian kemarin. Nadin merasa dia membutuhkan seseorang untuk menyelesaikan masalahnya. Nadin tersentak ketika Elina menepuk bahunya. “Ke kantin yuk? Aku masih takut kalo diem di kelas. Nanti gempa lagi kayak kemarin.” “Lho? Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau gempa itu engga ada?” tanya Nadin. Ia menatap kedua temannya dengan bingung. Kepalanya terasa pusing. “Hah? Aku engga pernah bilang gitu. Jelas-jelas gempa kok? Bukannya kita bertiga lari-lari kayak orang kesurupan ke lapangan ya? Kamu akhir-akhir ini kayaknya suka bahas kejadian yang ga pernah ada deh,” sahut Elina. Mega mengangguk. “Kamu kayaknya kecapekan karena terlalu ambis buat nyari SMA. Istirahat itu penting lho, Nadin. Mungkin kamu kayak gitu karena kecapekan belajar. Kamu harus bagi waktu untuk istirahat juga. “Aku engga pernah ngambis kok?” tanya Nadin bingung. Nadin termasuk golongan murid yang hanya belajar ketika ada PR saja. Bahkan biasanya dia akan menyontek PR milih Elina atau Mega. “Kamu emang ga pernah bilang kalau kamu ngambis, tapi kita berdua tau kok. Buku catatanmu itu penuh banget. Kamu juga selalu ngerjain PR pas guru baru ngasih PR-nya,” jawab Elina sambil menatap cemas. Nadin memegang dahinya. Kepalanya terasa sakit setelah mendengar ucapan teman-temannya. Kata-kata mereka sangat tidak masuk akal dan Nadin menjadi bingung. Nadin menatap ke sekeliling dan menyadari beberapa perbedaan kecil yang tidak terlalu mencolok. Nadin langsung merinding. “Sebenarnya aku ada di mana sih? Mereka itu manusia asli atau engga ya?” pikirnya. Nadin tidak memiliki pilihan selain bersikap senatural mungkin. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Elina dan Mega yang ada di sini. Nadin tidak bisa mempercayai siapa pun. Dia harus berhati-hati. “Nadin, jadi ke kantin engga?” tanya Elina dan Nadin tersentak. Ia mengangguk cepat dan segera mengikuti teman-temannya menuju kantin. Nadin bertekad akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padanya. ***  Nadin segera mencatat semua yang terjadi di buku hariannya. “Aku harus bisa ngebedain di mana aku berada. Kalo aku begini terus, aku akan mempermalukan diriku sendiri. Elina sama Mega aja sampe mikir aku halusinasi.” Tangannya menulis dengan cepat. Nadin mulai bisa membedakan di mana ia berada. Terkadang dunia palsu itu akan muncul ketika ia melamun atau tidak sadarkan diri. Nadin juga meletakkan tanda di kamarnya untuk membedakan kedua dunia itu. “Tapi sebenarnya apa yang bikin aku bisa pergi ke dunia palsu itu? Apakah ada sesuatu yang mengikatku di sana?” pikir Nadin. Otaknya terus berpikir dengan keras. Dia bahkan mencatat semua kemungkinan yang ada. Nadin tersentak ketika menyadari sesuatu. “Tunggu, Elina sama Mega yang di dunia palsu sempat bilang kalau aku terus-terusan ngelantur kayak gitu. Terus PR yang ada di dunia palsu itu udah dikerjain semua.” “Berarti.. ada aku yang lain dong di dunia itu? Tapi kok bisa? Ah, ini baru spekulasi. Tapi kalo cuma spekulasi, Elina sama Mega yang di dunia itu bilang kalau aku ambis banget. Berarti memang ada dua Nadin,” ucapnya. Nadin tiba-tiba merasa merinding. “Aku percaya kalo ada orang yang wajahnya mirip sama kita, tapi yang ini bener-bener aku yang lain. Kita punya rumah masing-masing dan tulisan kita berdua bahkan mirip banget.” Gadis itu tidak dapat menerima pemikirannya sendiri. Semuanya benar-benar terasa aneh. Tubuhnya merinding ketika membayangkan dia memiliki saudara kembar yang berbeda dunia. Nadin bahkan tidak tahu dunia apa itu. “Kalo aku pergi ke dunianya dia, berarti dia juga pergi ke duniaku, kan? Aku harus meninggalkan jejak biar dia juga tau kalau aku ada. Tapi apa ya?” mata Nadin menatap ke seluruh benda di kamarnya. Matanya kemudian tertuju pada sebuah buku. Nadin segera membuka buku kosong itu dan menulis semua hal yang ia ingin tanyakan. Nadin mendesah ketika ia selesai menulis dan memberikan tanda kepada Nadin yang lain untuk membukanya. “Semoga dia baca,” ucapnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Romantic Ghost

read
162.3K
bc

Time Travel Wedding

read
5.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
8.8K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.2K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.2K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.1K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook