Bagian 2

1599 Words
Nadin mendesah dan bangkit dari kursinya. Ia tiba-tiba membayangkan dirinya yang lain itu. Ia masih merasa asing dengan pemikiran jika ada sosok dirinya yang lain di dunia palsu itu. Nadin menatap langit-langit kamarnya. “Jangan-jangan dunia itu sebenernya cerminan dari dunia asli? Tapi kenapa aku bisa tiba-tiba pergi ke dunia itu sih? Semuanya sama persis. Aku ga bisa ngebedain mana dunia yang asli dan palsu,” dengkusnya. Nadin duduk di dan menatap jendela. Matanya menatap pemandangan sekitar dengan lekat. Nadin tidak ingin Elina dan Mega merasa kebingungan lagi akibat kejadian aneh yang ia alami. Tentu saja dia tidak ingin mempermalukan dirinya sendiri. Nadin segera mengambil ponselnya dan memotret keadaan sekitar. Ia juga memotret kamarnya sendiri dan meletakkan beberapa barang di tempat berbeda. “Sayang sekali aku tidak bisa membuat perbedaan di sekolah,” ucapnya. Gadis itu berpikir dengan keras dan segera menulis berbagai spekulasi di bukunya. “Saat aku berada di dunia palsu itu, aku hanya membawa apa yang ada di tubuhku. Ponselku dapat menyala namun salurannya tidak terhubung dengan dunia palsu itu.” “Aku harus mengetahui diriku yang ada di dunia palsu itu untuk mengetahui segalanya lebih dalam. Aku tidak bisa menyelesaikan ini semua sendirian,” ucap Nadin dan tangannya terus bergerak. Ia meletakkan pulpen dan bukunya lalu pergi ke ranjang. Nadin menguap dan memutuskan untuk tidur. Ia berharap bisa memecahkan masalah ini secepatnya. Nadin akhirnya tertidur karena kelelahan. *** Gadis itu tersentak ketika mendengar bunyi alarm yang berdering dengan keras. Ia menoleh ke arah jam dan segera mematikan alarm itu. Nadin mengerutkan keningnya ketika melihat jam. “Astaga, aku engga pernah ngatur alarm jam empat pagi! Siapa yang ngubah sih?” tanyanya kesal. Nadin melihat ke sekeliling kamarnya dan tertegun ketika melihat beberapa barang yang letaknya kembali seperti semula. Nadin menggigit bibirnya dan beranjak dari ranjang. Ia membuka salah satu buku dan melihat halaman yang kosong. Nadin kembali ke dunia palsu itu. Nadin berharap dirinya yang lain melihat bukunya dan bisa menjawab semua pertanyaannya. Mata Nadin terpaku pada sebuah kertas ulangan. “Nadin Lily Nararya? Bukannya namaku itu Nadin Lunaria Nararya?” tanya Nadin bingung. Ia akhirnya mencapai kesimpulan jika mereka memiliki nama yang berbeda. “Baik! Semoga Lily tahu nama tengahku biar kalo ada ulangan, nama kita ga ketuker. Kan ga lucu kalo aku dianggap lupa nama sendiri,” ucap Nadin sambil cemberut. Ia kemudian segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Setelah itu, ia sarapan dan segera pergi ke sekolah. Mata Nadin kemudian menatap sekolahnya dengan lekat. Ia segera memotretnya dan mendesah. Ia mengabaikan beberapa adik kelasnya yang menatapnya dengan aneh. “Syukur aku sudah kelas sembilan, kalo enggak aku pasti udah dibully kakak kelas,” dengkusnya dan Nadin segera berjalan ke kelasnya. Ia bisa melihat beberapa anak yang sudah datang. Namun Elina dan Mega belum datang. Jari Nadin mengetuk-ngetuk meja dan ia mengeluarkan ponselnya. Kini ia sedang berada di dunia palsu dan Nadin tidak bisa membuat perhatian. Nadin menelan ludahnya ketika Elina bertanya kapan ia berangkat. “Semoga Lily bisa bohong ke Elina dan Mega. Aku sangat percaya sama mereka, tapi aku yang enggak percaya dengan diriku sendiri. Bahkan aku masih ragu kalo aku bener-bener pindah dunia atau engga,” pikirnya. Nadin memutuskan untuk membuka bukunya dan melihat jadwal pelajaran. Tidak ada yang berbeda. Bahkan apa yang mereka pelajari pun sama persis. Nadin tahu jika Lily sangat berambisi dan ia tak ingin membuat Lily kecewa. “Nadin! Kamu udah belajar belom? Kata kelas sebelah soalnya susah banget lho,” ucap Mega. Perempuan itu segera duduk di depan Nadin. Para murid memang duduk sendiri-sendiri di sekolah Nadin. Nadin mengangguk ragu. “Lumayan sih. Kamu ga dapet bocoran dari kelas sebelah? Kalo ada bocoran kan lebih gampang ngerjainnya,” ucap Nadin sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Elina kayaknya dateng siangan nih. Semoga dia dapet bocoran soalnya. Temen-temennya dia kan banyak di kelas sebelah,” sahut Mega. Mega membuka tasnya dan segera mempelajari beberapa buku. Nadin menelan ludahnya. Tiba-tiba waktu berjalan dengan sangat lambat. Nadin terus berdoa jika Elina yang ada di dunia ini bisa mendapatkan bocoran soal. Elina akhirnya datang ketika bel hampir berdering. “Elina! Kamu dapet bocoran soal ga?” tanya Nadin panik. Ia tidak masalah dengan nilainya sendiri, namun ulangan yang akan ia kerjakan adalah milik Lily. Nadin tahu jika Lily sangatlah pintar. Elina menggeleng. “Kata mereka soalnya terlalu susah, mereka udah pusing ngerjain jawabannya. Mereka bener-bener sepusing itu sama soalnya,” desah Elina. Dia segera duduk di bangku sebelah Nadin. Jantung Nadin berdebar dengan keras. Dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Nadin tidak memiliki pilihan selain mengerjakan ulangan itu sebisa mungkin. Ia menulis nama Lily di kertas dan matanya berpaling ke arah jendela. Tanpa sadar, Nadin melamun. Ia memikirkan apa yang harus ia lakukan jika nilai ulangan itu tidak memenuhi ekspetasi Lily. Nadin kemudian menoleh dan terkejut ketika nama yang ada di kertas sudah berganti menjadi namanya. Ia mendesah lega dan segera mengerjakan soal-soal itu semampunya. Lily tampaknya belum mengerjakan soal itu sehingga kertasnya masih kosong. Nadin mengabaikan itu dan tersenyum ketika ia bisa mengerjakan semua soalnya. Waktu istirahat tiba. Elina langsung merangkul bahu Nadin. “Gimana? Gampang ga ngerjainnya? Kalo aku ga dapet bocoran soal, mungkin tadi kita sama sekali ga bisa ngerjain. Apa lagi soalnya susah banget.” Nadin meringis pedih. Dia bahkan tidak dapat mendengar Elina membocorkan soal-soal itu. Tapi setidaknya Nadin dapat menjawab semua soal itu. Nadin memeriksa ponselnya dan mencoba mengirim pesan ke grup mereka. Ponsel Elina dan Mega langsung berbunyi. Diam-diam Nadin bernapas lega. “Kayaknya aku ga boleh melamun lagi biar ga tuker posisi sama Lily. Tapi gimana caranya biar kita ga tuker posisi pas tidur?” pikirnya bingung. Nadin pulang dari sekolah dengan pikiran yang masih dipenuhi dengan Lily. Ia membuka bukunya dan tersentak ketika melihat tulisan dari pertanyaan yang ia tulis. Nadin segera duduk dan membaca buku itu dengan baik. Halo, Luna. Kamu bisa panggil aku Lily karena nama kita yang sama. Awalnya aku juga engga sadar kalo kita bertukar posisi. Tapi semuanya menjadi sangat berbeda. Oh iya, duniaku bukan dunia palsu ya, Luna. Kita semua manusia nyata kok. Jujur, aku ga ngerti kenapa kita bisa tukeran posisi. Biasanya kita bakal tukeran posisi kalo kita lagi melamun atau tidur. Dunia kita itu sama persis. Bahkan wajah kita juga. Aku sudah nyoba nyari dan aku bisa tarik kesimpulan. Dunia kita adalah dunia paralel. Alam semesta ini sangat luas, Luna. Aku tidak terlalu terkejut ketika aku mengetahui ada Nadin yang lain di dunia ini. Hidup kita sangatlah persis. Namun ada beberapa kejadian yang membuat hidup kita berbeda. Contohnya, gempa yang terjadi di duniaku. Aku sudah pasang pita ungu di kaki mejamu biar kamu bisa membedakan dunia kita. Aku tahu ini sangat sulit, karena aku juga merasakan hal yang sama. Kita memang sama namun kita memiliki aktivitas yang berbeda. Aku masih belum tau gimana cara untuk menghentikan pertukaran posisi ini. Mungkin Nadin-Nadin lain yang ada di dunia paralel juga mengalami hal yang sama dengan kita. Mereka pasti kesulitan seperti kita. Karena itu, aku harap kita bisa bekerja sama hingga kita tau gimana cara menghentikan ini semua. Nadin membulatkan matanya setelah ia selesai membaca surat yang diberikan Lily. “Jadi dia panggil aku Luna ya? Aku sering denger tentang teori dunia paralel, tapi aku engga tahu kalo itu nyata. Bahkan aku bisa tukeran posisi dengan Lily.” Nadin merenung sejenak. Ia mulai menghitung berapa kali ia bertukar posisi dengan Lily. Ia tersentak ketika menyadari sesuatu. “Aku cuma bisa balik kalo aku bener-bener pengen balik ke duniaku. Kalo engga, aku enggak bakal balik,” ucapnya. Ingatannya beralih ketika ia tidak sadar bertukar posisi dengan Lily. Nadin tidak berpikir untuk kembali ke dunianya dan ia tetap bertukar posisi dengan Lily dalam jangka waktu yang lama. Namun ketika dia sudah sadar, mereka selalu berganti posisi dengan cepat. Nadin segera menulis spekulasinya itu. “Tapi bisa ga ya aku dan Lily ga perlu tuker posisi? Jadi kita bisa ketemuan di salah satu dunia. Kalo untuk komunikasi dengan Lily harus tuker posisi dulu, bakal susah.” Perempuan itu mengetuk-ngetuk pulpennya di atas meja. “Kalo spekulasi Lily bener, ada berapa Nadin yang ada di dunia ini ya? Pasti banyak banget. Ada yang nasibnya jadi orang kaya raya engga ya? Pasti enak.” Nadin menggeleng-gelengkan kepalanya. “Masa bodo. Yang penting sekarang aku harus tau gimana caranya biar kita engga tukeran posisi lagi! Kira-kira ada ga ya orang yang ngalamin hal yang sama kayak aku?” keluhnya. Nadin kemudian berjalan ke ranjang dan merebahkan badannya. Matanya menatap ke langit-langit kamar dan beralih ke arah jendela. Suasana malam itu sangatlah tenang. Nadin dapat mendengar suara beberapa serangga yang bersahutan. “Yang pertama, aku sebisa mungkin ga boleh mikirin Lily dan dunianya. Yang kedua, aku ga boleh ngelamun. Padahal kita udah tukeran posisi berkali-kali. Tapi baru ketemu petunjuk dua. Kira-kira ada lagi engga ya?” Nadin memejamkan matanya dan memijat kepalanya. “Malu banget kalo inget salah ngomong sama Elina dan Mega. Kalo bukan sahabat, pasti aku udah dianggap orang aneh. Lily pasti ngerasain yang sama.” Setelah lelah berpikir, Nadin beranjak dari ranjangnya dan matanya menatap cermin. Ia terkejut ketika bayangannya berbeda. Nadin segera mendekati cermin dan menyadari dirinya yang lain itu kini tengah belajar. Nadin mencoba untuk memukul cerminnya namun sepertinya perempuan itu tidak menyadarinya. “Lily! Halo! Kamu bisa denger aku enggak? Lily! Ini aku Luna!” pekik Nadin sambil terus memandang cermin. Nadin menyerah ketika Lily tidak dapat mendengarnya. Ia memutuskan untuk menutup cermin itu dengan kain dan kembali ke ranjangnya. Pikiran Nadin kembali pada Lily. Dia harus memberitahu Lily jika mereka dapat saling melihat lewat cermin. Nadin kemudian tertidur nyenyak setelah hari yang panjang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD