Bagian 3

1677 Words
Nadin mendesah lega ketika dia tidak bertukar posisi dengan Lily saat mereka berada di sekolah. Namun Nadin memerlukan Lily untuk menemukan jawaban atas semua pertanyaan itu. Nadin juga harus memberitahu Lily tentang cermin itu. Nadin kemudian bercermin dan bisa melihat Lily yang sedang belajar. Nadin hanya bisa mendengkus pelan. “Kok bisa ya ada orang kuat belajar berjam-jam? Apa badannya ga sakit terus duduk?” tanya Nadin sambil memperhatikan Lily. Perempuan itu melamun dan tersentak ketika ia berada di meja belajarnya. Nadin segera melihat cermin dan menyadari Lily juga kebingungan. Nadin berusaha untuk menarik perhatian Lily dengan membuat banyak gerakan. Lily tersadar dan ia langsung melangkah ke arah cermin. “Lily! Baca bukuku yang ada di meja! Yang di sana!” pekik Nadin sambil menunjuk mejanya. Lily mengernyitkan dahinya karena dia tak dapat mendengar Nadin. Nadin berlari ke meja Lily dan mengambil salah satu bukunya. Ia lalu menunjuk ke arah mejanya sendiri. Lily langsung mengerti dan berjalan ke meja Nadin. Nadin mengembuskan napasnya ketika Lily mengerti maksudnya. Nadin harus menunggu Lily untuk selesai menulis. Matanya beralih kepada tumpukan buku di atas meja dan ia berdecak kagum. Ia dan Lily bagaikan langit dan bumi walaupun mereka mereka memiliki tubuh dan kehidupan yang sama. Matanya beralih kepada tumpukan kertas ulangan. Tidak ada nilai ulangan Lily yang berada di bawah sembilan puluh. Nadin meringis. Jarang sekali Nadin mendapat nilai sembilan puluh kecuali materi ulangan tersebut mudah. Nadin tersentak ketika kini ia sedang duduk di mejanya. Ia menoleh dan melihat Lily yang berada di cermin sambil menatapnya. Nadin segera mengambil buku itu dan membaca isinya. Sesekali matanya beralih kepada Lily. Kayaknya spekulasi kamu bener. Tapi, aku rasa aku dan kamu harus sama-sama pengen bertukar posisi. Tapi kita bahkan enggak bisa ngomong dan cuma berkomunikasi lewat tulisan. Coba aja kita bisa komunikasi secara langsung. Makasih udah kasih tau kalau kita bisa ngeliat satu sama lain lewat cermin. Walaupun kita ini sama, tapi tetep aja ga nyaman kalau ada orang yang ngeliat kita. Tapi aku juga baru sadar kalo kita ini beda banget. Tapi engga papa sih. Lucu juga ngeliat versi lain dariku yang beda banget dari aku. Aku engga tau kamu ngerasain ini juga atau enggak, tapi aku kesepian. Aku ngerasa engga ada orang yang bisa aku ajak cerita dan mengerti masalah hidupku. Karena kamu itu diriku di dunia yang lain, kamu pasti ngerti kan? Kita memang belum bener-bener kenal, tapi aku udah nganggep kamu sebagai saudaraku. Maaf kalo kamu enggak suka kalo aku nganggep kamu kayak gitu. Balik ke topik, kayaknya kita emang harus menghindari berpikir tentang dunia satu sama lain. Kalo pun kamu memikirkan duniaku, jangan sampe mikir kamu pengen balik ke sini. Aku juga bakal ngelakuin yang sama. Mata Nadin beralih kepada Lily dan ia menunjukkan ibu jarinya. Lily tersenyum senang dan ia segera kembali belajar. Nadin meringis melihat itu dan kembali ke ranjangnya. Ia kembali berselancar ke media sosial. *** Nadin mengembuskan napasnya dan melihat kedua sahabatnya. Elina dan Mega menatapnya dengan khawatir. Nadin senang karena setidaknya sahabatnya itu masih memedulikan dirinya. “Kalian boleh percaya atau enggak, tapi aku minta kerja sama kalian. Kalian tau dunia paralel gak? Aku yakin kalian pernah denger itu. Awalnya aku juga ga percaya tapi setelah kejadian yang aku alami, aku yakin kalau itu nyata.” Nadin mendesah pelan. “Aku engga tau kenapa, tapi aku tukeran posisi sama Nadin lain yang ada di dunia paralel. Dunia kita sama persis. Cuma ada beberapa kejadian yang buat kita bingung. Aku pernah tukeran posisi sama dia dan waktu itu di sana gempa.” Elina langsung mengangguk mengerti. “Jadi kamu nanya gempa itu karena kamu masih belum tau kalau kalian tukeran posisi?” tanyanya. “Iya. Kita bener-bener bingung. Ah iya, aku manggil dia Lily dan dia manggil aku Luna karena cuma nama tengah kita yang beda. Lily itu beda banget sama aku. Kalian inget waktu aku ngirimin kalian jawaban? Itu sebenarnya jawaban Lily,” lanjut Nadin. “Seharusnya kita berterimakasihnya sama Lily dong bukan kamu. Kamu mah cuma modal foto jawaban doang. Kamu udah bilang makasih sama Lily belum? Aku yakin kamu juga nyalin jawabannya,” tanya Mega menyelidik. Nadin bernapas lega ketika teman-temannya mempercayai kata-katanya. “Belum sih. Kita masih berusaha mecahin jawaban tentang kenapa kita bisa tukeran posisi. Kalian bisa bilang terima kasih sama Lily kalo kita lagi tukeran posisi.” Elina tersenyum. “Aku seneng karena kamu mau jujur sama kita. Sejujurnya kita malah ngira kamu punya kepribadian lain. Kamu biasanya yang males dengerin guru tiba-tiba malah fokus banget.” “Lily memang anak ambis. Kalian tau ga? Nilai ulangannya dia engga ada yang di bawah sembilan puluh! Beda banget sama aku yang jarang banget dapet nilai segitu. Intinya kita berdua itu beda banget,” timpal Nadin. “Berarti kalau dunia kita itu sama persis, berarti ada Elina dan Mega yang lain juga dong di sana? Sifat kita berdua mirip engga sih?” tanya Mega penasaran. Perempuan itu menatap Nadin dengan tatapan berharap. Nadin berpikir sejenak. “Kayaknya engga terlalu deh. Tapi Elina dan Mega yang ada di dunia itu sifatnya lebih lembut. Kalo kalian berdua cenderung lebih kasar. Aku enggak ngejek kalian ya! Aku cuma ngomong yang sebenarnya.” “Aku rasa sifat kita semua lumayan terbalik sih. Lily cenderung agak kasar dan kamu lebih lembut. Kita berdua juga beda di dunianya Lily. Intinya kita semua saling melengkapi,” celetuk Elina. Nadin mengangguk setuju. Ia dan Lily sudah sepakat untuk menceritakan tentang kejadian ini kepada Elina dan Mega agar mereka tidak bingung jika mereka sedang bertukar posisi. Memberi tahu mereka tentang ini juga akan mempermudah mereka. “Jadi aku mohon banget sama kalian, tolong bantu kita berdua kalo kita lagi tuker posisi. Kadang kita juga ga sadar kalo lagi tuker posisi. HP kita engga bisa nyambung di dunia yang lain jadi kita bener-bener butuh kalian,” pinta Nadin. Mega tersenyum. “Tenang aja. Kita berdua juga engga bakal nyeritain ini ke siapa pun. Kalian bisa bergantung sama kita selama kalian belum bisa nemuin cara mecahin masalah kalian. Semoga kalian bisa nyelesaiin masalah itu secepatnya ya!” “Bener. Aku harap kalian berdua juga bisa beradaptasi waktu kalian bertukar posisi. Omong-omong, Lily juga ngasih tau Elina dan Mega yang ada di dunianya dia engga?” tanya Elina sambil memainkan pensil di tangannya. “Iya, Lily juga ngasih tau Elina dan Mega yang ada di sana. Semoga mereka juga percaya sih kayak kalian berdua. Soalnya aku bener-bener canggung sama mereka karena aku ngerasa mereka itu bukan kalian walau badannya sama,” jawab Nadin. “Yaudah. Yang penting kalian harus nyaman dulu di dunia satu sama lain. Tapi aku rasa kamu juga bisa termotivasi dari Lily. Dia aja rajin banget ngerjain tugas, terus nilainya besar-besar, masa kamu engga?” tanya Mega bercanda. Nadin terkekeh mendengar itu dan matanya menatap ke langit. Ia berharap jika dia dapat beradaptasi dan menemukan solusi dari masalah itu. Nadin tidak mengetahui jika seseorang mendengarkan pembicaraan mereka dengan sangat jelas. *** Mata Nadin menatap pemandangan di kelas dan ia langsung melihat kaki mejanya. Di sana tidak ada pita ungu yang Lily ikat. Nadin menelan ludahnya dan ia bisa melihat Elina dan Mega yang sedang mengobrol. Elina kemudian menatap Nadin dan menyadari sikap Nadin yang aneh. “Ah, kamu Luna ya? Nadin- maksudku Lily, udah nyeritain semua yang kalian alami. Kita berdua percaya dan kita berdua mau ngebantu kalian.” Nadin diam-diam mengembuskan napasnya. “Iya. Namaku Nadin Lunaria Nararya. Lily biasa manggil aku Luna. Maaf kalo aku bikin kalian bingung sama kata-kataku waktu itu. Aku masih enggak tau kalo kita tukeran posisi.” “Santai aja. Kita ga bakal makan kamu cuma gara-gara kamu ngomong gitu. Tapi jujur kalian berdua penampilannya beda banget kalo diperhatiin. Kamu lebih berantakan dari pada Lily. Tapi jujur aku lebih suka penampilanmu. Kayak jarang aja gitu liat Nadin versi nakal,” sahut Mega. Nadin tertawa mendengar itu. “Elina dan Mega yang ada di duniaku malah nyuruh aku buat belajar dari Lily karena dia itu pinter banget. Tapi kalo kita lagi tukeran posisi itu badan kita bener-bener engga gerak ya?” “Bisa dibilang gitu sih. Misalkan kamu lagi melamun nih, tiba-tiba sedetik kemudian bajumu jadi lebih berantakan. Engga ada yang nyadar kalo kalian tukeran posisi. Tapi kok kalian berdua bisa tukeran posisi gitu sih?” Nadin menggeleng pelan mendengar pertanyaan Mega. Dia sendiri tidak tahu mengapa dia terus bertukar posisi. Elina yang melihat itu terdiam sejenak dan Nadin bisa melihat jika temannya itu sedang berpikir dengan keras. “Kayaknya kalian berdua punya kemampuan untuk pindah dimensi. Aku yakin sebenernya kalian bisa pergi ke dunia satu sama lain tanpa tukeran posisi. Tapi kayaknya kalian belum bisa ngelakuin itu,” ucapnya. Mega menepuk tangannya. “Masuk akal. Awalnya kita pikir kamu punya kepribadian ganda. Tapi aku ga pernah denger kepribadian ganda yang bisa merubah penampilan baju juga. Omong-omong, katanya HP kalian tetep nyambung ke dunia masing-masing kan?” Nadin mengangguk dan segera mengeluarkan ponselnya. “Aku masih bisa buka media sosial dan jaringan internetnya masih berjalan dengan lancar. Tapi kayaknya HPku engga bisa nyambung ke internet di dunia ini.” “Dunia paralel memang menarik banget,” ucap Elina sambil memegang ponsel Nadin. Ia membuka beberapa media sosial dan matanya membulat. Mega yang ada di sebelah Elina juga ikut melihat isi ponsel Nadin. “Lucu banget liat kamu foto kayak gini. Nadin paling anti sama yang namanya foto. Bahkan kayaknya satu-satunya foto yang dia punya itu cuma foto resmi buat sekolah,” celetuk Mega sambil terkekeh. Nadin hanya bisa tersenyum. Ekpresi yang ditampilan oleh Elina dan Mega seolah-olah mereka baru saja melihat bintang yang jatuh. Hati Nadin terasa hangat ketika teman-teman Lily itu menganggapnya sebagai teman. Nadin kemudian membiarkan mereka untuk bereksplorasi di ponselnya. Namun, tiba-tiba mata Nadin menatap salah satu teman sekelasnya. Perempuan itu menatap Nadin dengan tatapan yang sangat aneh. Nadin bisa melihat sedikit rasa jijik di matanya. “Sayang banget kita ga bakal bisa liat Lily yang seriang Luna. Tapi kayaknya Lily bener-bener nyaman sama kamu. Dia bahkan wanti-wanti ke kita buat jagain kamu,” celetuk Elina. Nadin hanya tertawa kecil namun ia tak bisa menghilangkan perasaan buruk itu di hatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD