1. Padang Tandus

1551 Words
“Lihat, semak itu bergerak!” Kata seorang prajurit menunjuk semak belukar yang ada di atas bukit. Semak itu bergerak sangat cepat membuat pergerakannya terlalu mencurigakan. Prajurit disampingnya yang mendengarnya mengambil teropong yang ia pakai untuk mengecek sendiri apa yang ia lihat.  Mereka duduk di atas menara kayu seukuran 2 kali orang dewasa . Duduk disana berdua dengan kursi dan meja sederhana yang tampak tak ada perlindungan apapun. Mereka bisa saja terbunuh tertembak anak panah dari jauh atau tertusuk oleh pembunuh yang menyelinap dari luar. Tidak ada pagar pelindung yang mengitari menara persegi itu untuk berlindung. Sungguh sederhana.  Mereka ditugaskan untuk menjadi orang untuk mencari informasi dan melaporkan apapun yang terjadi sejauh mata memandang. Informasi yang mereka sampaikan sangat krusial karena musuh yang mereka akan hadapi juga merupakan orang-orang penting. Meskipun begitu, mereka belum mengetahui musuh apa yang akan mereka lawan.  “Itu tampak normal, tak ada yang aneh. Berhentilah membuat kami semua cemas dasar bodoh!” Prajurit itu menyahutinya dengan perasaan marah yang kentara.  “Tapi itu benar-benar terlihat mencurigakan. Apakah kau sudah tidak bisa merasakan mara bahaya dan prasangka buruk di sekitarmu?” Prajurit satunya membalasnya. Ia mengambil sebongkah roti yang tersisa sedikit. Mengunyahnya pelan-pelan agar masih bisa tersisa lama. “Bagus sekali. Kau mengambil jatah makanan terakhirku malam nanti. Bagaimana aku bisa bekerja dengan baik jika kebutuhan yang kuperlukan kau ambil semua? Botol anggur dan roti yang barusan kau makan merupakan persediaan yang istriku buat untukku berjaga-jaga kalau ini memang akan menjadi ekspedisi yang panjang. Dan sekarang ini benar-benar terjadi sangat panjang namun kau menyetornya ke perut buncitmu” Prajurit itu membalas dengan mukanya yang masam. Ia terlihat terlalu lelah untuk memukul prajurit gendut itu. “Hehe, maafkan aku. Kau tahu sendiri kan tubuh gendut ini membutuhkan perawatan khusus. Persediaanku sudah habis bahkan 3 hari setelah ekspedisi dimulai. Mereka terlalu meremehkan ekspedisi ini, mengira akan berakhir dengan cepat. Tapi nyatanya 2 minggu sudah berlalu dan kita belum melakukan apa-apa. Rasa-rasanya mungkin berat badanku malah bertambah” Prajurit gendut kembali duduk ke kursi kayunya sambil menghabisi sisa remahan roti. Prajurit satunya lagi hanya memandanginya dengan perasaan yang semakin jengkel. “Lagipula istrimu, Mocha pasti setuju dan paham apabila aku memakan makananmu” Prajurit itu yang semula hanya jengkel mulai mengernyitkan alisnya menatap wajah prajurit gendut dengan tajam. Ia memegang lehernya dengan muka penuh amarah “Apa kau bilang?, Bagaimana kau mengenal istriku? Aku baru mengenalmu selama ekspedisi ini. Melihat perkataanmu tadi membuatku ingin mencabut kumismu satu persatu dan memasukkannya kembali ke lubang duburmu” prajurit itu mengecam membuarnya bicara.  “Hey, Rico. Santailah. Apa kau tidak mengenalku? Aku Gregory, sepupu istrimu. Yah mungkin kau melupakanku atau bahkan tidak mengenalku sama sekali. Tapi aku hadir di pernikahan istrimu loh. Aku datang ke gereja saat Mocha memakai Gaun emas sementara kami harus menunggumu selama 30 menit lamanya yang baru ingat kalau hari itu adalah hari pernikahannya. Orang bodoh macam apa yang melupakan hari pentingnya?” Gregory menjawab mencoba menjawab kerisauan yang Rico khawatirkan. Walaupun Gregory memiliki tubuh yang lebih besar ketimbang Rico, ia bisa saja melawannya namun ia merasa tidak enak apabila melawan kerabatnya sendiri.  Rico melepaskan tangannya ke leher Gregory. Ekspresinya sekarang berubah menjadi lebih tenang daripada sebelumnya.  Rico mengambil kembali teropong yang ia tadi pakai. Mencoba mengamati kembali bukit yang seharusnya menjadi tugasnya sedari tadi. Namun ia terdistraksi oleh kelakuan Gregory yang menyebalkan “Hey kau benar. Rumput itu nampak bergerak semakin cepat daripada sebelumnya” Rico mengucap. Gregory yang mendengar itu mencoba mengamatinya juga, dengan mata telanjang. Semak belukar  yang bergerak itu kemudian memunculkan partikel-partikel hitam yang juga  di sekelilingnya. Bagaikan sihir mengitari dan berbuat sesuatu kepada semak itu.  “Sebaiknya kau harus segera melaporkan itu ke markas belakang. Hal serius akan terjadi disini. Aku juga akan bersiap” Gregory memerintahkan Rico. Ia mengambil pedang yang nampak sudah berkarat di peti sampingnya. Permukaan pedang itu nampak sangat menguning. Rico yang melihat Gregory mengambil pedangnya menganggap pedang itu mungkin saja tidak dapat menusuk seekor kelinci. Rico akhirnya menaruh teropongnya di meja. Meminum sedikit botol anggur yang tersangkut di pinggang samping Gregory mencoba mengambil beberapa tenaga untuk bersiap berlari ke belakang kamp. Gregory merespon Rico yang tiba-tiba meminum botolnya terkejut dan mencoba memukul bahu belakangnya namun berhasil dihindari oleh tubuh ramping dan cekatan Rico. Rico kembali lanjut menuruni tangga. Ia melihat padang pasir yang membentang mencoba mengingat-ingat dimana lokasi kamp utama berasal.  “Sepertinya selatan dari sini” Rico mengucap setelah berhasil mengingat-ingat. Ia lalu bergegas pergi dengan langkah yang begitu cepat meskipun pasir menjadi pijakannya untuk berlari *** “Tidak bisa Tuan, apakah anda tidak melihat kondisi pasukan kita saat ini?” Prajurit itu berkata dengan lantang menghadap komandannya. Rambutnya yang ungu terlihat sangat kering seperti akar serabut liar yang tumbuh di hutan. Prajurit itu melihat komandannya yang sedang duduk di sebuah kamp sambil memegangi dahinya dengan sangat kuat. Komandannya itu terlihat sangat gundah. Di mejanya terdapat peta yang setengah tergulung. Peta yang terbuat dari kertas pohon pinus tua dan tinta-tintanya mulai memudar termakan zaman. Entah berapa lama peta itu telah terbuat namun yang jelas tulisan dan gambarnya sudah sangat susah dibaca di masa sekarang ini.  Di samping peta itu ada gelas anggur kayu besar yang terisi dengan penuh. Anggur kemerah-merahan menggenang di sepanjang gelas itu dan terlihat sangat mahal. Sang prajurit ingin sekali mencicip seteguk untuk merasakan rasanya. Namun beruntung saja akal sehatnya masih menguasai dirinya “Ya aku tahu Baroth, dengan jumlah persediaan selama ini, pasukanku tidak mungkin akan bertahan lama. Aku juga tidak mengira akan menjadi selama ini” Sang komandan berkata menenangkan Baroth. Namun Baroth tidak puas dengan ucapannya itu, ia bergedek sambil memegang dagunya dengan dua jarinya yang keras penuh dengan otot. “Kau lihat ini” Sang komandan menunjukkan kompas ke Baroth. Kompas itu terlihat sangat aneh berbeda dengan kompas seperti biasanya. Kompas itu memiliki simbol-simbol yang aneh pada jarumnya seperti ular, kelinci, dan macan. Jarum-jarum ini menunjukkan arah yang berbeda-beda “Kau lihat, jarum ular ini selalu mengarah ke utara. Kemanapun aku pergi jarum ini selalu menunjukkan ke arah tempat ini berasal. Aku yakin dengan jarumku, ia tidak pernah membohongiku.” Baroth terdiam sebentar mencoba memahami arti dari jarum-jarum tersebut. Ia merasa familiar dengan benda itu.  “Yah mungkin kau belum mengerti bagaimana cara kerja benda ini. Namun aku meminta kau mengamati jarum ular yang aku tunjuk. Jarum ini selalu mengarah ke arah utara. Ini adalah tempat persembunyian yang tepat untuk menunggu menyerangnya di sini.” Komandan itu mengucap.  “Iya Tuan Galliard, saya mengerti. Namun apakah dia begitu penting hingga harus mempersiapkan prajurit kita sebanyak ini. Aku sendiri tidak mengerti musuh apa dan siapa yang akan kita lawan. Jika Anda memang menyuruh kami untuk bersiap menyerang bersama anda, kami sungguh siap Tuan, namun tolonglah. Sudah 6 bulan lebih anda mulai menutupi keadaan anda ke kami. Kami menghargai privasi anda Tuan. kami memang berjanji akan bertempur dengan anda. Namun apabila anda terus bersikap seperti ini, saya takut kami semua tidak dapat bertempur secara maksimal” Baroth mengucap. Ia mulai duduk pojok kamp yang besar itu. Disamping kursi yang ia duduki ia melihat banyak barel anggur yang kosong dan terguling jatuh ke bawah. Beberapa barel bahkan meninggalkan genangan merah di lantai nampak seperti darah namun memiliki aroma yang wangi. Baroth semakin khawatir dengan kondisi Sang Raja “Apakah kau sedang mengancamku Baroth? Aku sebagai raja Yagonia dan Komandan tertinggi Ekspedisi ini berhak atas nama keluarga dan tahta ku untuk memerintahkan kalian sebagai bawahanku untuk mengikutiku sampai akhir hayat!” Raja Galliard berdiri meneriaki Baroth yang sedang duduk di pojok. Mukanya memerah terlihat terlalu banyak meminum anggur selama ini. Teriakan itu terdengar sampai keluar tenda dan membuat prajurit yang berjaga di luar terdiam. Mereka tidak ingin ikut campur dengan urusan Sang Raja dengan komandannya.  “Tidak Tuan, aku tidak bermaksud begitu” Baroth menjawab perkataan rajanya sambil menundukkan kepala. Tubuhnya yang berwarna coklat dan penuh dengan otot serasa mengempis dan tak berdaya di hadapan Sang Raja. Ia tak berani berbuat macam-macam kepadanya.  “Maafkan aku Baroth, aku tidak bermaksud meneriakimu. Ini pasti pengaruh anggur jelek ini. Aku tak biasanya begini” Raja Gallard yang sadar setelah melihat wajah Baroth yang memelas. Ia mulai mendekati Baroth yang sedang duduk dan mulai berjongkok menyamakan posturnya. Kepala Baroth terangkat mendengar permohonan maaf Sang Raja. Ia melihat wajah sang raja yang juga meminta maaf dengan tulus. “hmmm... Begini saja. Jika kita tak mendengar kabar apapun dari garis depan selama 3 jam. Aku akan segera memerintahkan kita semua untuk pulang. Suruh semua prajurit untuk mengemas persediaan mereka. Kita akan menuju ke Kota Holle untuk beristirahat sejenak dan mengisi beberapa perbekalan lalu kembali pulang ke ibukota bersama-sama.” Raja Galliard mencoba bersikap bijak kembali. Mendengar perkataan itu membuat Baroth yang semula termenung berdiri dan langsung bersigap keluar dan memerintahkan para prajuritnya. Disaat Baroth mencoba memasukkan pedangnya kembali ke gagangnya. Tiba-tiba seseorang membuka pintu kamp dengan sangat cepat dan lugas. Ia melihat seorang prajurit dengan tubuh kurus kering dan keringat bercucuran dari wajahnya mendatangi sang raja dengan sigap. Ekspresi wanita itu terlihat tergesa-gesa dan panik seperti telah tergigit ular beracun. “Tuan Galliard. Kami dari pasukan pengintai di baris 4 utara memperhatikan bahwa ada pergerakan aneh yang muncul diatas bukit. Pergerakan itu nampak sangat mencurigakan. Apa yang harus kita perbuat tuanku,?” prajurit itu berkata dengan mulut yang gagap, terkesima tidak mengira ada dua orang penting berada di kamp itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD