2. Raja Galliard

1607 Words
“Perkenalkanlah dirimu dahulu wahai prajurit” Baroth berkata menyuruhnya mengenalkan dirinya. Ia menatap wajah Sang prajurit, menyadari bahwa ia tidak bermain-bermain.  “Namaku Rico Tuanku sekalian, aku bertugas berjaga di pos 4 bagian utara. Aku sudah berjaga di sana sejak ekspedisi ini dimulai 2 minggu yang lalu tuan.” Prajurit itu berkata. Raja Galliard yang masih tak percaya mencoba mendengarkan Rico dengan seksama. Ia tak mau luput dari satu pun detail yang prajurit itu akan katakan “Lalu, apa yang telah kau lihat Prajurit Rico?” Baroth bertanya mencoba mencari jawaban lebih jelas “Di sebelah utara pak. Kami berada di pos 4 menghadap langsung ke bukit pasir dekat dengan pantai. Di atas bukit itu terdapat padang rumput yang segar, berbeda sekali dengan kondisi di sekitarnya yang penuh dengan pasir gersang. Di ujung bukit itu terdiri dari batuan sedimen yang kasar dan—” ucapan Rico terhenti dipotong oleh Sang Raja Galliard “Tunggu... berhenti... Fokus. Kami tidak memerlukan detail soal ekosistem maupun topografi yang kau amati. Lama-lama kau bisa saja merambat membahas kondisi mentalmu dan keluargamu. Walaupun aku memang peduli tentang hal itu, namun sekarang yang penting adalah apa yang kau lihat disana. Bukan yang lain” Raja Galliard berkata mencobanya kembali fokus “Benar!, Jangan mencoba membuang-buang waktu kita. Perkataanmu membuat kami semakin bingung. Fokus ke apa yang kau lihat mengerti!” Baroth mencoba memperingatinya juga, namun dengan lebih tegas “Emmm... Baik Tuan.” Rico menggaruk-garukkan kepalanya, walau tidak gatal. Matanya mengarah ke arah gelas yang penuh dengan anggur mahal di meja milik Raja. Aroma anggur itu memancing penciumannya membuatnya menjadi tidak fokus “Pada awalnya kami melihat ada pergerakan yang aneh muncul di area bukit mengenai rerumputan itu. Pada awalnya kami mengira itu hanyalah angin biasa yang bergerak melintasi rerumputan itu. Namun saat kami lama kelamaan mengamatinya, rerumputan itu bergerak semakin mengencang. Seperti ada angin beliung mengitarinya. Namun apabila itu memang angin beliung, kondisi cuaca disana tidak sedang mendung atau hujan. Bahkan sangat cerah. Lagipula kami yang berada dekat dengan lokasi tersebut tidak merasakan angin apapun Tuanku. Lalu setelah itu ada partikel-partikel hitam yang mulai muncul pak”. Rico yang kali ini menjelaskan dengan detail apa yang dia lihat kepada Raja Galliard dan Juga Baroth Mereka berdua yang mendengarnya merenung, mencoba memahami apa sebenarnya fenomena tersebut. Baroth memandangi Raja Galliard, ia melihat bahwa Raja Galliard memahami sesuatu namun entah kenapa masih menyembunyikannya.  “Lalu, selain kau melihat itu. Apalagi yang kau lihat?” tanya Sang Ksatria berotot itu  “Tidak ada lagi tuan. Saat aku melihat partikel-partikel hitam itu aku langsung pergi kemari” jawab Rico dengan sedikit tersenyum.  “Apa kau bilang!” Baroth meneriaki Rico. Jarinya menunjuk ke arah mukanya dengan nada yang amat tinggi. “Apa yang kau harapkan dengan memberi informasi setengah-setengah seperti itu?” “Sudahlah Baroth, Tenanglah. Informasi yang dia katakan sudah cukup. Aku sudah mengerti apa yang akan terjadi. Kita sebaiknya langsung bergegas pergi dari camp ini dan langsung pergi ke arah bukit yang prajurit Rico ini maksud. Ayo, semakin cepat pergerakan kita semakin cepat kita bisa mengalahkannya” ucap Raja Galliard mencoba menenangkan Baroth yang sedang marah Rico yang dari tadi diam saja merasa sangat ketakutan. Ia bisa saja dibunuh dan ditusuk oleh Panglima Baroh dengan emosinya yang sangat tinggi itu. “Baiklah kalau begitu yang mulia, aku akan menarik pasukanku dan membawanya ke utara.” Jawab Baroth yang mulai tenang dan berbicara dengan nada kalem Tiba-tiba seseorang wanita cantik datang ke kamp dan berkata “yang mulia, perkataan prajurit itu benar. Anda harus melihat situasinya sekarang juga” ia mengucap berhadapan kepada Sang Raja dengan bibir tipis dan kulitnya yang putih “Baiklah Rhianna. Aku akan segera kesana sekarang” Raja Galliard mengambil jubahnya. Ia memasang ke baju armor belakangnya. Jubah itu nampak sangat indah dan mewah dengan aksen merah khas lambang Kerajaan Yagonia.  “Yang Mulia, Siap!” Dua penjaga berdiri di balik pintu kamp menyapa sang raja yang baru saja keluar dari kamp. Sementara itu Baroth, Rhianna, dan Rico mengikuti Sang Raja dari belakang. Raja dengan tubuhnya yang besar berjalan gagah dengan jubahnya melayang mengikuti hembusan angin. Langkahnya membuat para prajurit yang berada di sekitar kamp memperhatikan. Para prajurit memiliki firasat bahwa sesuatu yang genting akan terjadi.  “Rhianna. Apa yang telah kau lihat sebenarnya?” Baroth berkata kepada Rhianna yang berada di sampingnya. Ia memperhatikan muka Rhianna yang nampak cemas namun juga tenang. Seakan-akan ia tahu yang akan terjadi namun terlalu gugup untuk mengatakan semuanya karena Raja Galliard yang ada di dekatnya “Sebelumnya, aku sudah mengecek pos 4 dimana prajurit ini bertugas. Dan memang benar seperti yang prajurit ini katakan tadi. Partikel hitam yang mengitari rumput di atas bukit itu merupakan sebuah sihir portal. Aku pernah melihat hal seperti itu sebelumnya saat pertarungan melawan Higurath. Aku tidak tahu apakah kau masih mengingatnya atau tidak namun kau cedera berat saat itu hingga tak sadarkan diri.” Kata Rhianna mencoba menggoda Baroth. Wajah Rhianna tersenyum sendiri dengan sindiran yang ia keluarkan. “Yah... Memang aku tidak sadarkan diri. Namun aku juga ingat Higurath berhasil menangkapmu dan menawanmu. Kau terlihat seperti budak murahan disana. Andai aku berada di pihak Higurath aku mungkin akan mulai mencoba ‘mencicipimu’ saat itu.” Baroth membalas sindiran Rhianna sambil memandang dadanya yang besar dan kencang. “Jaga perkataanmu. Aku bisa dengan mudah mencincang dirimu disini juga apabila tidak ada kehadiran yang mulia di sekitar.” Rhianna membalas dengan muka marah dan emosi. Walaupun tubuh Baroth lebih besar daripada dirinya. Rhianna merasa tidak takut sedikitpun apabila berhadapan langsung dengannya “Woooww..  kau dulu yang memulainya tuan “putri” aku hanya membalas perkataanmu. Jangan kau mulai dengan embel-embel ‘pelecehan’ jika dirimulah yang menghasutku duluan” kata Baroth. Raja yang mendengar mereka bercekcok sedari tadi berdesis menyuruh mereka untuk diam Raja yang sembari tadi berjalan menuju pos 4 melihat-lihat sekitar kondisi dari prajuritnya. Sebagian dari mereka masih tidur-tiduran dan saling bercengkrama tidak menyadari sang raja berjalan di sekitar mereka. Sebagian lain berdiri menaruh sikap hormat membatalkan aktivitas yang hendak atau sedang mereka kerjakan.  Namun yang paling parah adalah sebagian lainnya tergeletak dan tersungkur di lantai yang penuh pasir. Tubuh mereka penuh dengan debu dan baju yang tidak rapi berantakan. Entah karena tertidur terlalu pulas karena menjadi pemalas atau memang persediaan yang ada sudah terlalu sedikit membuat tenaga mereka tidak kuat walau hanya untuk beraktivitas sesama prajurit.  Hal ini sungguh membuat Raja Galliard prihatin. Ia tidak mengira akan seperti ini dampaknya. Memang ekspedisi ini selain kurang persiapan dan jarak dengan kota terlalu jauh sehingga pengiriman logistik menjadi susah. Namun, Ekspedisi yang dijadwalkan hanya untuk 5 hari berbuntut panjang seperti ini. Meskipun prihatin, Raja Galliard enggan menghampiri mereka. Ia menganggap persoalan tentang portal sihir lebih penting ketimbang para prajuritnya. Ia merasa waktu untuk ini semua berakhir akan sebentar lagi. Akhirnya Raja Galliard berhasil mendatangi Pos yang Rico jaga sejak tadi. Disana Gregory yang sedang duduk-duduk bersantai langsung sigap berdiri menyaksikan kedatangan rajanya.  Raja Galliard akhirnya menyaksikan fenomena yang ia dapat. Dengan seksama, Buliran hitam yang awalnya hanya sedikit sekarang ini menjadi sangat banyak dan berkonsentrasi memutar seperti angin taifun namun berukuran kecil. Baroth dan Rhianna yang juga ikut menyaksikan fenomena itu tercengang tidak percaya apa yang ia lihat di hadapannya.  “Ini terlihat seperti energi hitam. Aku kira energi tersebut hanyalah mitos” sebut Baroth. Baroth berlari. Mencoba memanggil para prajurit untuk bersiap melakukan serangan. Sementara itu Rhianna yang berdiri di samping Raja Galliard Ikut mengamati “Yang mulia, Aku familiar dengan energi. Ini hanya firasatku saja atau ini memang-“ disaat Rhianna hendak menyelesaikan ucapannya. Raja Galliard memotong dan melanjutkan “Ya benar. Itu memang dia. Sekarang siapkan para prajurit. Aku akan ikut di garis depan” Rhianna akhirnya turun dari pos, memanggil para prajurit yang tersisa. Sangkakala tertiup, suaranya terdengar ke semua penjuru. Para prajurit berlari menuju utara. Derap kaki mereka terdengar begitu keras seperti gemuruh menjelang malam. Para prajurit yang tertidur juga bangun. Mereka memanggil apapun di sekitarnya, berniat menggunakannya sebagai senjata. Baju besi mereka yang compang-camping berbunyi bergesekankan sangat keras bersaing dengan suara sangkakala yang nyaring. Muka mereka yang penuh dengan debu dibasuh dengan air anggur. Rasa lengket dan manis tercampur baur menyatu dengan wajah mereka yang dekil.  Baroth yang menghampiri peniup sangkakala melihat kondisi para prajuritnya. Merasa sangat kesal dan marah. Mereka tidak mungkin bisa mengalahkan musuh dengan kondisi seperti itu.  Sementara Rhianna yang memimpin menjaga barisan prajurit agar bisa tetap kokoh mencoba optimis dengan memberi pidato dan arahan di depan pasukannya. Meskipun para prajurit tidak menghiraukannya. Mereka tetap berusaha fokus. Motivasi tidak bisa membenahi perut mereka yang kosong Raja Galliard masih mengamati bukit itu. Bulir-bulir hitam itu nampak semakin lebat. Hingga akhirnya membentuk corong hitam yang amat tinggi. Menutup apapun yang berada di dalamnya. Raja Galliard akhirnya turun dari pos. Dia mengangkat pedangnya, bersiap-siap melawan apapun yang akan keluar dari corong itu.  “Atas nama dewa matahari dan angin. hamba berlindung kepada kalian. Kumohon kuatkanlah iman kami agar dapat menghadapi musuh-musuh yang ada di hadapan kami. Ramun.” Raja Galliard memanjatkan doa Corong itu mulai perlahan-lahan menghilang. Bulir-bulir hitam itu memudar terbawa angin. Dibalik itu terlihat ada sesosok wanita dengan gaun serba hitam. Gaun itu menutupi separuh tubuhnya meninggalkan bagian dada atas dan pahanya terlihat. Kulitnya terlihat mulus dan bersih. Di kepalanya ia memakai semacam mahkota dengan pola yang aneh namun tetap indah berwarna violet. Wajahnya yang tadi tertutup oleh partikel hitam juga perlahan-lahan terurai menyingkap wajah cantik dan anggun. Ia membawa tongkat panjang mirip punya seorang penyihir.  “Aku telah datang Raja Galliard. Maaf terlambat, aku memiliki banyak urusan sebelum datang kesini. Apakah kau sudah bosan terlalu menungguku?” kata perempuan itu “Arleth. Aku tidak akan memaafkanmu”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD