Gadis Kampung

2107 Words
~ Menang dan kalah adalah hal yang biasa dalam kehidupan, tapi cara kita menanggapi kemenangan dan kekalahan itu bukanlah hal yang biasa ~     Terlihat seorang gadis kini tengah asik berdiri di tengah-tengah lapangan yang beralaskan rerumputan hijau. Kedua mata elang gadis itu kini tengah menatap seorang remaja pria yang berdiri tepat di hadapannya.     “Mulai!” Teriak seseorang, membuat sepasang remaja itupun langsung menggerakkan kaki mereka masing-masing untuk mengambil posisi kuda-kuda. Bahkan kini sorakan riuh pun mulai terdengar.     “Aqila! Kamu pasti bisa!” Teriak seseorang.     Aqila, seorang gadis yang mana namanya kini tengah asik disoraki oleh orang-orang yang berdiri mengelilingi tepi lapangan itu. Tetapi, ia sama sekali tidak mempedulikan teriakan itu, fokusnya kini hanya ada pada seorang pria yang kini tengah menatapnya dengan tajam.     Kedua mata gadis itu sontak melotot ketika ia melihat ada sebuah kepalan tangan yang mengarah ke area wajahnya. Beruntung, ia dapat mengelak pukulan itu. Pria itu mendegus kesal ketika meliat Aqila dapat dengan mudah menghindari serangannya. Pria itupun kembali melayangkan tinjunya, bedanya kali ini ia akan melakukannya secara bertubi-tubi.     Aqila dengan cekatan mengelak setiap tinju yang pria itu layangkan, membuat kesabaran pria itu mulai menipis. Tidak hilang akal, pria itupun mulai menggunakan kakinya untuk menyerang Aqila. Tendangan demi tendangan ia layangkan kepada Aqila, sayangnya tak ada satupun tendangannya yang mengenai gadis itu, malah pergelengan kaki kanannya kini sudah dicengkeram erat oleh kedua tangan mungil Aqila.    “Giliraku,” Ucap Aqila.  Kedua tangannya dengan kuat menarik pergelangan kaki kanan pria itu, dan sedetik kemudian semua terjadi dengan begitu cepat. Aqila dengan cepat membalikkan tubuh pria itu menghadap tanah.     “Akh!” Ringis pria itu, dan kini ia hanya bisa pasrah ketika ia menemukan dirinya sudah terjatuh di tanah dengan kedua pergelangan tangannya yang tengah tertahan di belakang punggungnya. Hal itu tentu saja membuat pria itu ingin berkata kasar.     Suara penuh dengan sorakan pun terdengar oleh telinga Aqila. Gadis itupun tersenyum penuh kemenangan ketika ia melihat lawannya kini sudah pasrah dengan kedua pergelangan tangan yang ditahan oleh kedua tangan mungilnya.     Aqila pun bangkit dari posisinya dan mengulurkan tangannya kepada pria itu. “Kamu ternyata semakin hari semakin hebat saja,” Ucap Bagas sambil menerima uluran tangan Aqila. Pujian itupun sukses membuat Aqila tersenyum, “Tidak kok. Kamu juga semakin hari semakin hebat.”     “Ini sudah pertandingan keempatku loh melawan kamu. Tetapi, selalu aku yang kalah!” Ucap Bagas.     “Menang dan kalah itu biasa dalam pertandingan Gas. Yang penting kita dapat menyalurkan bakat kita dengan benar,” Balas Aqila membuat Bagas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya.     Aqila mulai mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru arah. Lalu, pandangannya itu jatuh pada seorang wanita berumur sekitar empat puluh tahunan yang kini tengah menatap dirinya dengan senyuman lebar.      “Gas, aku duluan ya! Ibuku nungguin,” Ucap Aqila, membuat Bagas lagi dan lagi hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, dan sedetik kemudian Aqila langsung berlari menghampiri wanita itu.     “Ibu yakin kamu pasti menang!” Ucap wanita itu sambil mengelus kepalanya dengan pelan, membuat senyum Aqila mengembang.     “Kakak!” Teriak seorang gadis kecil yang kini berlari menuju arah dirinya dan Ibunya.     “Ibu! Kak kila hebat! Teman Billa banyak yang suka sama kakak Kila karena kata mereka, kak Kila kayak power rangers warna pink!” Oceh gadis kecil itu, dan ocehannya itupun sukses membuat tawa Aqila pecah.     “Kakak kamu itu lebih hebat dari power rangers kesukaan kamu itu!” Bangga Ibunya. Gadis kecil  itupun berjalan mendekati Aqila, lalu tangan mungilnya itu terulur untuk memegang sabuk hitam yang melilit dipinggang gadis itu.     “Apa kita jadi beli tas dan sepatu baru? Kan kakak menang lomba,” Ucap gadis itu sambil memainkan sabuk hitam milik Aqila. Tangan Aqila pun terangkat untuk menyentuh kepala gadis kecil itu, lalu dengan lembut ia mengelus kepala adik semata wayangnya itu.     “Jadi!” Balas Aqila dengan semangat dan seketika Aqila dapat merasakan pelukan erat pada bagian pahanya.     “Yeay!” Girang gadis kecil itu.     “Asiik! Ibu kapan kita ke emol bu?” Tanya gadis kecil itu, dan tawa Aqila seketika kembali pecah.     “Maksud kamu Mall?” Tanya Aqila disela tawanya.     “Iya, itu Kak! Ibu ayo kita pergi!” Ucap gadis kecil itu sambil menarik lengan Ibunya dengan manja.     “Iya nak. Besok kita pergi ya,” Balas wanita itu, membuat gadis kecil itu kembali berteriak dengan girang.     “Ayo sudah-sudah, kita pulang dulu. Sudah mau maghrib ini,” Ucap wanita itu, membuat gadis kecil itupun langsung berlari meninggalkan Aqila dan juga Ibunya.     “Kamu yakin ndok? Itu kan duitnya mau kamu tabung untuk persiapan kuliahmu tahun ini,” Ucap Ibu.     “Nggak papa Bu, Aqila bisa mencarinya lagi nanti!” Balas Aqila. Lalu, Aqila dapat merasakan sebuah usapan lembut pada kepalanya.     “Ayo pulang,” Ajak Ibunya membuat Aqila pun mulai melangkahkan kakinya meninggalkan lapangan yang sering menjadi tempat untuk menunjukkan bakatnya itu.                                                                                             ***     Aqila kini tengah asik memandangi rak-rak yang penuh akan sepatu. Ia kini tengah berada di salah satu mall besar di Bandung. Sesuai janjinya dengan adik semata wayangnya, bahwa hari ini mereka akan pergi untuk membeli sepatu dan juga tas baru untuk adiknya itu. Ketika Aqila tengah asik melihat-lihat, tiba-tiba saja ia mendengar…     “Copet!” Teriak seseorang.     Kedua kaki Aqila dengan cepat melangkah mengikuti suara teriakan itu. Aqila sudah sampai di luar toko sepatu tersebut, kedua matanya dengan cepat mengedar ke seluruh penjuru arah. Sampai pada akhirnya ia dapat melihat ada seorang pria yang kini tengah berlari menuju arahnya. Kedua mata Aqila juga mendapati sebuah tas berwarna merah yang kini tengah dipeluk erat oleh pria itu.     Kedua kaki pria itu seketika berhenti karena ada seorang gadis yang tiba-tiba saja berdiri menghadang dirinya. Pria itupun memilih untuk memutar arah daripada ia tertangkap karena asik memandangi Aqila dengan wajah terkejutnya.     “Woi! Berhenti!” Teriak Aqila. Kedua kakinya itupun mulai berlari mengejar pria itu.     Pria itupun terus berlari tanpa memperdulikan Aqila yang tengah asik meneriaki dirinya. Aksi kejar-kejaran itupun masih terus berlanjut, sampai pada akhirnya pria itu memberhentikan larinya tepat di depan sebuah toko pakaian. Dan tanpa pikir panjang ia pun langsung berjalan masuk ke dalam toko itu.     Aqila menatap bagian dalam toko pakaian itu, dengan mantap ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam toko pakaian yang menjadi tempat persembunyian pencuri itu. Gadis itu mulai mengedarkan pandangannya, satu demi persatu gantungan baju itu ia periksa. Sayangnya, ia sama sekali tidak dapat menemukan keberadaan pria itu, sampai pada akhirnya ia melihat ada lorong menuju ruang ganti. Aqila pun berjalan menyelusuri lorong itu, terdapat enam kamar ganti di lorong itu dan semuanya kini tengah tertutup dengan rapat.     “Kalau aku nunggu yang ada kelamaan. Bisa aja dia gak ada disini,” Batinnya berkata.     Dengan keberanian yang memuncak Aqila pun mulai menerka-nerka pintu mana yang akan ia dobrak. Akhirnya, ia memilih pintu yang terletak di ujung kiri. Ketika ia sudah bersiap untuk mendobrak pintu itu, tiba-tiba saja… Ceklek…     Kedua mata Aqila sontak melotot ketika ia melihat wajah seorang pria yang kini berjarak sangat dekat dengan wajahnya.  Hal sama dilakukan oleh pria itu, kedua pupil matanya seketika membesar. Siapa yang tidak kaget, ketika membuka pintu tiba-tiba saja muncul wajah seseorang, ditambah lagi wajah itu berjarak sangat dekat dengan wajah kita.     “Ngapain kamu!” Ucap pria itu sambil menatap Aqila dengan tajam.     “Eh itu…” Balas Aqila gelagapan sampai pada akhirnya ia mendengar….     “Argh! Tolong!” Teriak seseorang.     “Maaf,” Lirih Aqila. Ia pun dengan cepat berlari meninggalkan pria yang kini tengah menatapnya penuh dengan kebingungan.     Aqila sampai di lokasi tempat sumber teriakan nyaring itu. Kedua matanya seketika menyipit ketika ia melihat pria yang membawa tas berwarna merah itu kini tengah dipukuli oleh seorang wanita dengan menggunakan sepatu ber-hak tinggi dan juga runcing.     “Aduh!” Ringis pria itu. Aqila yang juga melihat aksi pemukulan itu pun juga ikut meringis.     “Ugh! Sakit banget tuh!” Ringis Aqila.     “Hey! Jangan lari kamu!” Teriak seseorang dari luar toko. Aqila pun langsung menolehkan kepalanya dan ia dapat melihat ada segerombolan security yang mulai berjalan masuk ke dalam toko itu.     “Yaelah, maunya gak usah teriak-teriak begitu!” Ujar Aqila.     Melihat segerombolan security itu tentu saja membuat pria itu panik. “Lepas!” Ucap pencuri itu sambil menghentakkan genggaman wanita yang sejak tadi tidak berhenti memukuli dirinya itu. Setelah berhasil lepas dari wanita itu, ia pun langsung berlari keluar dari toko pakaian itu.    Kedua kaki Aqila pun kembali berlari, mengejar pria itu. Tetapi, langkahnya itu seketika terhenti ketika ia menyadari bahwa pria itu pasti akan menuruni eskalator untuk menuju lantai dasar. Tapi, sakin paniknya pria itu malah mengambil arah yang salah, sehingga membuatnya semakin jauh untuk menggapai eskalator itu. Aqila pun kembali berlari, tapi kali ini ia tidak akan berlari untuk mengejar pria itu.   Akhirnya, pencuri itupun sampai di tangga eskalator. Dengan cepat ia berlari menuruni tangga eskalator itu, sampai pada akhirnya langkahnya itu harus terhenti secara mendadak.     “Sial!” Kesal pria itu ketika melihat Aqila sudah berdiri menghadangnya dibawah.     “Kembalikan tas itu!” Ucap Aqila. Kedua mata gadis itu kini tengah menatap tajam pria itu.     “Ogah!” Balas pria itu.     Pria itu memutuskan untuk berganti haluan, ia pun kembali menaiki tangga eskalator yang kini tengah bergerak turun itu. Hal itu tentu saja membuat Aqila mau tidak mau harus mengikuti apa yang pria itu lakukan, kedua kaki Aqila dengan cepat menaiki tangga eskelator yang bergerak turun itu. Aksinya itupun dihadiahi tatapan bingung dari orang-orang yang berada disekitanya.     Melihat Aqila yang dapat dengan cepat mengejar dirinya membuat pria itu harus memutar otaknya dengan begitu keras. Ia pun mulai berlari ke sembarang arah agar Aqila berhenti mengejarnya, tetapi semua usahanya itu sia-sia karena Aqila sama sekali tidak berhenti mengejarnya.     Kaki Aqila seketika berhenti berlari ketika pria itu mulai menuruni tangga menuju lantai dasar mall itu. Hanya ada satu cara yang terpikirkan oleh dirinya dan cara itu terlihat cukup ekstrim. Salah satu tangan Aqila pun terulur untuk memegang bagian besi letaknya yang ada di tengah-tengah tangga itu. Lalu, ia mulai mengambil posisi duduk miring pada pegangan tangga itu dan sedetik kemudian ia dapat merasakan  tubuhnya mulai meluncur. Semakin lama tubuhnya semakin meluncur dengan cepat sampai pada akhirnya… Bugh!     Aqila mendarat dengan tumpuan kaki yang sempurna, membuat pria itu langsung terlonjak kaget. Langkah pria itupun terhenti, dan kedua matanya menatap Aqila dengan pandangan tak percaya.     “Berhenti kamu!” Ucap seseorang yang kini berada di anak tangga paling atas. Terlihat segerombolan security kini mulai melangkah menuruni tangga itu.     “Anda sudah tidak bisa kabur lagi,” Ucap Aqila sembari menunjukkan senyum smirk miliknya. Sedangkan, pria itu sudah tidak sanggup untuk membuka suara. Sungguh, ia masih tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh gadis yang ada di depannya itu.     Aqila tersenyum puas ketika ia melihat kedua tangan pria itu kini sudah diborgol oleh security mall tersebut.     “Makasih ya dek!” Ucap salah satu dari security itu.     “Iya, sama-sama Pak.”     “Kalau begitu saya permisi pak,” Pamit Aqila, karena ia harus segera kembali ke toko sepatu, tempat ia meninggalkan ibunya dan adik semata wayangnya itu. Ia harus segera kembali sebelum Ibu dan Adiknya sibuk mengelilingi mall hanya untuk mencari dirinya.     Senyum Aqila mengembang ketika ia melihat seorang wanita dan seorang gadis kecil kini tengah asik berdiri di depan sebuah toko sepatu. Wajah wanita itu terlihat panik, dan hal itu membuat Aqila sedikit merasa bersalah, karena berlari tanpa meminta izin dari wanita yang melahirkannya itu.     “Aqila!” Teriak Ibunya itu.     “Kamu kemana saja? Ibu khawatir!” Ujar ibunya, ketika Aqila sudah berdiri tepat di hadapannya.     “Habis dari toilet bu.”     “Ke toilet kok sampai berkeringat kak?” Tanya adiknya itu.     “Iya! Toiletnya jauh” Bohong Aqila.     “Udah selesai?” Tanya Aqila membuat adik semata wayangnya mengangguk girang.     “Yasudah, kita makan dulu yuk!” Ajak Aqila, membuat Ibunya langsung memegang erat tangannya dan menggelengkan kepalanya.     “Gak papa buk… Kita kan jarang kesini.” Ucap Aqila sambil tersenyum. Senyumannya itupun sukses membuat helaan nafas kasar keluar dari bibir Ibunya. Lalu, Aqila dapat melihat kepala Ibunya yang bergerak naik-turun.     “Asik! Kita mau makan apa kak?” Tanya Nabilla dengan semangat.     “Nabilla mau makan apa?” Tanya Aqila balik.     “Pizzaaaaaa!” Balas Nabilla dengan cepat.     “Oke! Ayok!” Ucap Aqila, lalu kedua tangannya itupun dengan cepat menarik tangan adik dan ibunya itu. Ketiga perempuan itupun berjalan beriringan. Aqila dapat melihat ada sebuah pancaran bahagia dari wajah ibu dan adik semata wayangnya itu. Aqila merasa sangat bersyukur, karena ia masih bisa membuat adik dan ibunya itu tersenyum. Tetapi, tanpa ia ketahui ada satu sosok lain yang dibuat tersenyum oleh dirinya. Satu sosok yang kini tengah menatapnya dari kejauhan dengan sebuah senyuman tipis yang sangat sulit untuk diartikan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD