Gadis Kampung| 02

1367 Words
Beberapa hari kemudian…     Aqila kini tengah asik berjalan menyusuri lorong koridor sekolahnya. Sesekali ia tersenyum ketika ada beberapa teman sepantarannya yang menyapa dirinya.      “Aqila!” Teriak seseorang, membuat kedua kaki Aqila berhenti melangkah.     “Eh Bagas, ada apa?”     “Kamu di suruh ke ruangan kepala sekolah,” Balas Bagas.     “Ngapain?” Tanya Aqila, membuat Bagas mengedikkan kedua bahunya, “Aku tidak tau, lebih baik kamu cepetan kesana deh.”     “Okedeh! Makasih ya,”     “Sama-sama, aku mau ke kelas dulu. Aku belum ngerjain PR fisika!” Balas Bagas, membuat Aqila pun hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kebiasaan! Yaudah, aku pergi dulu!” Ucap gadis itu, lalu ia pun mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan kepala sekolah.     Aqila kini berada tepat di depan  sebuah pintu yang berwarna kecokelatan. Ketika ia ingin mengetuk pintu itu, tiba-tiba saja pintu itu terbuka dan menampakkan dua orang pria yang memakai pakaian serba hitam. Kedua pupil mata Aqila membesar ketika pria itu menoleh ke arahnya, dan tiba-tiba saja kedua pria itu tersenyum ke arah dirinya membuat dirinya membalas senyuman kedua pria itu.     “Eh, ada Aqila…” Ucap pak Burhan, membuat Aqila menolehkan kepalanya. Lalu, sebuah senyuman muncul di bibirnya ketika ia mendapati seorang pria paruh baya yang memakai baju berwarna kecokelatan khas pegawai negeri sipil itu.     “Bapak mencari saya?” Tanya Aqila.     “Ouh iya, tapi tidak jadi!” Balas pak Burhan, membuat Aqila  mengusap tengkuk lehernya. “Ouh, gitu ya pak.”     “Kalau begitu saya permisi dulu pak,” Pamit Aqila.     “Iya! Kamu masuk kelas ya,” Balas pak Burhan, membuat Aqila pun menganggukkan kepalanya. Lalu, gadis itu pun mulai melangkahkan kakinya, berjalan menjauhi ruangan itu. Rasa penasaran pun mulai muncul dibenaknya     “Bapak-bapak tadi kira-kira siapa ya?” Batinnya bertanya-tanya.     “Kenapa baju mereka serba hitam? Berasa kayak mau ngelayat,” Ucap gadis itu. Kringg…     Suara tanda berakhirnya jam istirahat pun berbunyi, membuat Aqila berusaha untuk mengenyahkan rasa penasarannya itu dan memutuskan untuk mempercepat langkahnya menuju kelas.     Menit demi menit berlalu, Jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Bel tanda pulang sekolah itu sudah berbunyi untuk ketiga kalinya. Terlihat para siswa-siswi dengan berbondong-bondong keluar dari kelas mereka. Seperti siswa lainnya, Aqila pun menyambut bel tanda pulang sekolah itu dengan girang. Gadis itu kini tengah asik berjalan bersama beberapa temannya menuju gebang sekolah. Tetapi, langkahnya itu seketika terhenti, karena ada suatu hal yang menarik perhatiannya.     Tatapan penuh selidik Aqila layangkan ke arah sebuah mobil Jeep berwarna hitam yang tengah terparkir tidak jauh dari gerbang sekolahnya. Entah mengapa mobil itu terlihat janggal bagi dirinya.     “Ayuk pulang!” Ajak salah satu temannya itu, membuat Aqila berusaha untuk menghiraukan rasa penasarannya itu. Lalu, Ia pun kembali melangkah kakinya mengikuti langkah teman-temannya. Keesokan harinya…     Aqila bejalan menuju gerbang sekolahnya dengan lesuh. Ia baru saja selesai melakukan rapat dengan para anggota osis. Ada terlalu banyak hal yang perlu mereka bahas, dan itu membuat otak Aqila merasa sedikit pusing. Aqila mengedarkan pandangannya, sekolahnya itu terlihat sangat sepi, karena para siswa sudah pulang sejak dua jam yang lalu.    Aqila terus melangkahkan kakinya, sampai pada akhirnya kedua kakinya mendadak berhenti melangkah. Aqila kembali menatap ke arah mobil Jeep berwarna hitam itu. Entah mengapa ia merasa seperti sedang diawasi.    Kedua kaki Aqila kembali melangkah, dengan ragu ia berjalan mendekati mobil Jeep berwarna hitam itu. Ia terus melangkahkan kakinya, sampai pada akhirnya ia berhasil melewati mobil itu. Rasa penasaran Aqila pun semakin memuncak ketika ia dapat melihat dengan jelas bahwa ada dua orang yang duduk di dalam mobil itu. Ditambah lagi, Aqila juga merasa seperti ada yang memperhatikan dirinya saat ini.     “Lupakan Aqila! Kamu tidak boleh berburuk sangka!” Kata-kata yang biasanya ibunya ucapkan bahwa berburuk sangka bukanlah suatu hal yang baik. Walaupun begitu, untuk saat ini ia tidak bisa berhenti berburuk sangka pada mobil Jeep berwarna hitam itu.     “Bagaimana mau gak berburuk sangka! Mobil itu terus parkir di tempat yang sama selama dua hari!” Ujar batinnya.     “Ya, walaupun masih dua hari sih.” Ujarnya.     “Aqila…Aqila… Kamu terlalu overthinking.”     “Mungkin memang warga sini kali! Punya mobil Jeep untuk ke kota,” Lanjut Aqila. Gadis itu masih berusaha untuk berpikiran positif dan akhirnya, ia pun memutuskan untuk mengabaikan mobil itu dan kembali berjalan pulang ke rumahnya.                                                                                                ***     Aqila kini tengah asik berdiri di bawah sinar senja matahari yang terlihat begitu indah. Ia kini tengah berada di tengah lapangan rerumputan hijau dan senyumnya seketika mengembang ketika ia melihat belasan anak kecil kini mulai berlarian kecil menuju arahnya.    “Mbak Killa!” Teriak anak-anak itu dengan riang.    “Mbak Kila, kita ngapain hari ini?” Tanya seorang anak laki-laki berkepala botak bak Boboho.     “Belajar menyerang,” Balas Aqila.     “Yeay! Asik! Bisa nendang kuat-kuat karena gak bakalan ada yang marahin!” Teriak seorang bocah laki-laki. Tingkah menggemas dari anak-anak itu membuat senyum Aqila semakin lebar.     Sudah sekitar satu jam lebih Aqila sibuk dengan anak-anak kecil itu. Aqila semakin bersemangat ketika melihat anak-anak itu belajar dengan semangat dan ada senyum tawa di wajah mereka. Tetapi, sedetik kemudian ia langsung memberhentikan aktivitasnya itu, karena ada suara kendaraan yang mengusik dirinya.     Aqila menolehkan kepalanya dan mendapati sebuah mobil Jeep berwarna hitam kini berjalan menuju arahnya. Dahi Aqila mengerut sambil menatap mobil yang kini sudah berhenti tepat di hadapannya itu. Pintu mobil itu terbuka, lalu ia dapat melihat ada dua pria yang turun dari mobil itu.     “Anak-anak kalian istirahat dulu ya, Beli es lilin sana! Bilang mbok Ningsih nanti mbak Kila yang bayar,” Ucap Aqila, membuat semua anak-anak itupun berteriak girang. Tanpa pikir panjang, anak-anak itupun langsung berlari meninggalkan Aqila bersama kedua pria yang kini sudah berada tepat di hadapannya itu.     “Selamat sore,” Ucap salah satu pria itu sambil melepaskan kacamatanya. Ketika kedua pria itu membuka kacamatanya lintasan memori pun bermunculan di kepala Aqila.     “Selamat sore. ”     “Anda yang keluar dari ruangan pak Burhan bukan?” Tanya Aqila untuk memastikan ingatannya itu.      “Benar! Saya Letnan Jenderal Abyan Nandana,” Ucap salah satu pria itu. Mendengar perkenalan singkat itu membuat Aqila hanya dapat menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik.     “Apa kamu tidak mempercayai saya?” Tanyanya, membuat Aqila pun menggeleng-gelengkan kepalanya.     “Sersan, berikan kartu identitas kita kepadanya!” Perintah pria itu.     “Baik!” Balas pria yang dipanggil Sersan itu.     Pria yang dipanggil Sersan itupun mengulurkan sebuah kartu ke arah Aqila, Aqila pun menerima uluran dan mulai membaca kertas kecil itu.     “Badan Kemiliteran Pertahanan dan Keamanan Negara,” Baca Aqila.     “Jadi, ada perlu apa Anda kemari?” Tanya Aqila langsung pada intinya.     “Wow! Untuk pertama kalinya ada seseorang yang langsung berbicara to the point kepada saya,” Ucap Letnan Jenderal Abyan sambil menunjukkan senyum penuh kekaguman.     “Jujur saja, saya merasakan ada hal aneh pada mobil hitam milik Anda itu,” Ucap Aqila sambil menunjuk kearah mobil Jeep berwarna hitam itu.     Ucapan Aqila itupun sukses mendatangkan tawa pria itu, “Haha! Kamu cukup berani untuk mendekati sebuah mobil yang terlihat mencurigakan.”     “Tapi, langsung saja. Kedatangan kami kesini karena kami ingin menawari kamu sebuah pekerjaan,” Ucap Letnan Jenderal Abyan.     “Pekerjaan seperti apa?”     “Kamu akan mengetahuinya besok. Berikan dia alamatnya!” Titah Letnan Jenderal Abyan. Lalu, Aqila pun menerima sebuah robekan kertas kecil yang dimana sudah tertera sebuah alamat.     “Apa tidak bisa dibicarakan di sini?” Tanya Aqila lagi.     “Tidak, sebaiknya kamu datang ke tempat itu besok. Kami akan menunggu kamu di sana,” Balas Letnan Jenderal Abyan.     “Bagaimana bisa saya mempercayai kalian? Mungkin saja ini hanyalah tipuan.”     “Kamu sudah melihat kartu identitas kami,” Balas Letnan Jenderal Abyan.     “Itu bisa saja dimanipulasi,” Ucap Aqila dengan santai, membuat bibir Letnan Jenderal Abyan membentuk senyuman kecil.     “Saya tau kamu akan datang, karena rasa penasaran kamu itu dapat mengalahkan apapun.”     “Kami permisi,” Pamit Letnan Jenderal Abyan.     Aqila menatap dua pria yang berjalan menuju mobil Jeep berwarna hitam itu dengan wajah penuh tanda tanya. Lalu, tatapannya itupun jatuh ke arah kertas kecil yang kini berada di genggamannya. Rasa penasaran kembali menggerogoti dirinya. Kira-kira pekerjaan seperti apa yang kedua pria itu tawarkan pada dirinya? Mengingat dirinya hanyalah seorang gadis berumur delapan belas tahun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD