Setelah selesai makan, keduanya pun langsung keluar dari restoran dan melangkah perjalanan ke rumah lama. Agar perjalanan tidak terasa membosankan, Gibran terus mengajak putranya berbincang. Meskipun putranya belum bisa menanggapi, tetap saja Gibran ingin bicara dengannya.
"Mau beli sesuatu dulu? Di rumah lama nggak ada mainan loh." Tanya Gibran pada istrinya.
Starla yang mendengar pertanyaan suaminya pun langsung berpikir. Jika di pikir-pikir, putranya memang suka bermain, jika di sana tidak ada mainan maka bagaimana putranya akan bermain nantinya.
"Kita beli camilan saja, nggak perlu beli mainan. Lagipula hanya sehari, pasti tidak apa-apa." Jawab Starla yang tentu saja langsung diangguki oleh Gibran.
Mobil terus melaju dan membuat Starla merasa sangat senang karena akhirnya bisa kembali ke rumah lamanya. Meskipun tidak sebesar rumah mertuanya, tetap saja di sana memiliki banyak kenangan tentang kehidupannya dulu bersama suaminya saat menikah diam-diam. Jika mengingatnya, Starla benar-benar bahagia karena Gibran selalu memperlakukan dirinya dengan baik.
Sesampainya di rumah, Starla pun langsung turun dan mengambil kunci rumah yang ia sembunyikan di bawah pot bunga. Meksipun tidak ada yang menempati, rumah itu sesekali akan dibersihkan oleh pembantu yang dipanggil oleh suaminya.
"Sepertinya kotor, aku lupa kapan terakhir kali aku meminta orang untuk membersihkannya." Gumam Gibran memberitahu istrinya.
"Nanti kita bersihkan bersama." Jawab Starla dengan antusias.
Starla juga tidak akan melupakan bagaimana dirinya dulu yang selalu membersihkan rumah bersama-sama dengan suaminya karena dirinya menolak untuk memanggil asisten rumah tangga.
"Kamu istirahat saja sama Ibra, biar aku yang bereskan." Kata Gibran yang langsung saja membuat Starla tidak suka saat mendengarnya.
"Apa sih yang kamu khawatirkan? Aku ini baik-baik saja dan tidak akan pernah kenapa-napa, jadi berhenti bersikap berlebihan seperti itu." Balas Starla kesal dan langsung masuk ke dalam rumah.
Starla melihat ke sekeliling rumah yang sangat ia rindukan itu. Barang-barang dan juga penempatannya masih sama seperti terakhir kali ia tinggalkan.
"Aku mau es tebu, tolong belikan ya mas." Pinta Starla tiba-tiba.
"Nanti kita beli bersama." Jawab Gibran yang sebenarnya lebih khawatir meninggalkan istrinya sendirian.
"Aku mau sekarang." Jawab Starla dengan keras kepala.
Gibran pun akhirnya mengangguk dan menuruti apa keinginan istrinya.
Beberapa tahun berlalu.
Starla tersenyum tipis dan menatap ke arah pintu kosong. Sudah beberapa tahun setelah dirinya datang ke sini dengan suaminya dan juga Ibra waktu itu. Starla mengingat hari itu, suaminya bahkan tidak membiarkan dirinya membantu untuk membersihkan rumah ini. Benar-benar suami yang sangat ia cintai.
Sebenarnya hari ini Starla berniat untuk mengakui perasaannya pada suaminya. Tentu saja dirinya ingin mengatakan jika dirinya sudah mencintai laki-laki itu jauh-jauh hari. Tapi semua itu tidak bisa ia beritahu karena suaminya buru-buru pergi ke luar negeri untuk menangani bisnisnya di sana. Padahal Starla hanya butuh satu menit untuk mengatakannya, tapi bahkan suaminya tidak memberikan waktu itu karena terburu-buru.
Pada akhirnya, Starla pun meminta suaminya untuk pulang lebih cepat setelah pekerjaannya diselesaikan. Setelah itu Starla pun pulang dari bandara sendirian dan mampir ke rumah lamanya. Starla hanya ingin sendiri beberapa saat, dan menenangkan hatinya yang sedikit tidak enak.
Saat ini Ibra sudah berusia lima tahun, anak itu tumbuh dengan sangat pintar. Di usianya yang baru lima tahun, anak itu tahu semua hal yang dibicarakan oleh orang-orang dewasa. Bahkan sangking pintarnya, anak itu bahkan sudah masuk ke sekolah dasar meskipun usianya belum cukup.
Mengingat putranya, tentu saja Starla senang. Hanya saja Starla merasa sedih saat anak itu bersikap tidak mau merepotkan dirinya, Ibra sudah mengerti tentang dirinya yang sakit dan tidak sekalipun ingin merepotkan dirinya. Bahkan saat inipun Ibra terus mengingatkan dirinya untuk minum obat setiap harinya.
Starla mengambil ponselnya yang berbunyi dan melihat nama mamanya yang tertera di layar ponselnya.
"Starla, kamu di mana?"
Suara mamanya yang terdengar membuat Starla tersenyum tipis, mamanya memang selalu mengkhawatirkan dirinya sebanyak itu.
"Aku ada di rumah lama ma, baru saja sampai." Jawab Starla dengan suara pelan.
"Kamu tetap di sana, sebentar lagi Ares akan datang menjemputmu." Kata Tasya lagi yang langsung saja membuat Starla bingung saat mendengarnya.
"Ada apa ma? Starla bawa mobil kok." Tanya Starla yang tiba-tiba saja merasa tidak enak.
"Apa terjadi sesuatu sama mama? Atau papa?" Tanya Starla lagi dengan beruntun.
"Tidak apa-apa, kamu jangan panik dulu ya. Ares akan datang cepat untuk menjemput kamu. Jangan matikan sambungan telponnya." Jawab Tasya dengan suara yang sedikit serak dan juga penuh dengan kekhawatiran.
Starla yang mendengarnya tentu saja tidak bisa untuk berhenti khawatir. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mamanya seperti itu?
Tak lama menunggu, Ares pun tiba dan menatap ke arah istri atasannya dengan tatapan mata yang sendu dan juga khawatir.
"Ada apa mas Ares? Apa terjadi sesuatu sama orang rumah?" Tanta Starla dengan cepat saat melihat sekertaris sekaligus orang kepercayaan suaminya.
Suaminya, mengingat hal itu napas Starla tiba-tiba saja tercekat. Apa terjadi sesuatu dengan suaminya? Tapi tidak mungkin, suaminya berpamitan dengan baik dan mengatakan akan kembali dengan cepat nantinya. Tapi kenapa? Ada apa sebenarnya?
"Maaf mbak, saya diminta Bu Tasya untuk menjemput anda." Kata Ares tanpa menjawab apapun pertanyaan yang dilontarkan oleh Starla.
"Apa terjadi sesuatu sama mas Gibran?" Tanya Starla yang langsung saja membuat Ares menundukkan kepalanya.
Tentu saja saat ini Ares tidak bisa mengatakan apa-apa. Dirinya baru saja mendapatkan kabar jika pesawat yang ditumpangi oleh atasannya itu jatuh setelah lepas landas. Penyebabnya belum diketahui, bahkan bangkai pesawat pun belum diketahui dimana keberadaannya, selain itu pihak keluarga mengatakan untuk menyembunyikan semua ini dari Starla lebih dulu. Meksipun di berita dan juga internet sudah ramai, tetap saja Ares tidak berani untuk mengatakannya.
Melihat Ares yang hanya diam saja tanpa mengelak membuat Starla tahu jika memang terjadi sesuatu dengan suaminya.
"Tolong jangan buka ponsel untuk sekarang, setidaknya sampai anda tiba di rumah." Pinta Ares dengan hati-hati.
Starla yang mengerti tentang kekhawatiran Ares pun menurut dan naik ke mobil Ares untuk pulang. Selama perjalanan, banyak sekali hal yang dipikirkan oleh Starla. Tiba-tiba saja Starla takut untuk menghadapi semuanya.
"Apa Gibran akan jatuh bangkrut?" Tanya Starla yang sebenarnya dirinya sendiri tahu itu bukanlah pertanyaan yang masuk akal. Jelas-jelas dirinya bisa menduga apa yang terjadi, tapi Starla terus menyangkalnya karena ketakutan yang ada di dalam hatinya. Starla takut kehilangan suaminya, Starla takut jika suaminya terluka dan Starla benar-benar takut akan semua itu. Bagaimana dengannya? Bagaimana dengan Ibra nantinya?
"Tolong tenangkan diri anda, semuanya pasti akan baik-baik saja." Kata Ares pelan saat melihat istri atasannya yang sudah terlihat panik itu.
Tbc