Kalvin mengemudikan mobilnya dengan penuh amarah, dan juga tak percaya dengan apa yang dia dengar dari percakapan Via dan Karel. Langitnya seolah runtuh di atas kepalanya, semua harapan dan kebahagiaannya bersama Zayda bak lenyap dalam sekejap mata. "Ya Tuhan, apa itu benar? Apa yang terjadi sebenarnya?" desahnya, tenggorokannya sakit menahan tangis. Dadanya pun sesak dan sakit seperti dihimpit batu besar. Kalvin menghentikan mobilnya di tepi jalan, sebuah batu karang yang menghadap langsung ke arah pantai. Dia keluar dan duduk di atas kap mobil, merenungkan kalimat Via tadi. "Satu ayah, artinya bagaimana?" gumamnya bingung. Zayda anak Karel juga, tapi tentu bukan begitu maksudnya. Kecuali ... "Ayahku ... bukan Papa Karel? Lalu siapa?" Kalvin membelalak ketika pikirannya tertuju pa