Part 17. Khamila dan Pelukannya

1449 Kata

“Sejujurnya apa Abs?” Tanyaku malas. Buat bernafas saja engap karena diafragmaku sudah tertekan oleh kehamilan ini, aku tidak mau berpikir hal lain yang hanya akan menambah puyeng saja. Bukannya menjawab, Abdi malah menumpukan dagu di kedua tangannya. Siku tangannya bertumpu pada lutut, matanya memandang jauh ke depan, entah memikirkan apa. “Katanya mau buat pengakuan, tapi ditungguin dari tadi gak juga ngomong. Gimana sih?” Kataku jutek. Menghela nafas panjang, Abdi mengambil posisi tegak, tubuhnya miring ke kiri untuk bisa melihatku lebih jelas. Mata tajamnya seakan mengulitiku. “Janji ya Na, elu gak bakal marah ke gue setelah ini.” Pintanya. Keningku berkerut. Ini bukanlah sosok Abdi yang aku kenal saat masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Ini sosok Abdi yang berbeda. “Ke

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN