"Kenapa kamu menangis?" Sebuah suara membuyarkan pikiranku yang larut oleh rasa sedih dan sakit akibat empati dari bisikan-bisikan di telingaku. Aku membuka mataku dan melihat ke arahnya. "Maafin aku, Mbak. Aku akan pergi dari rumah ini. Lupakan semuanya dan anggap ini tak pernah terjadi," kataku cepat lalu aku berdiri. Di satu sisi, aku benar-benar malu berat. Doyok, anak bengal yang terkenal di STMku bisa-bisanya sampe nangis di depan cewek seperti barusan. Di sisi lain, aku merutuk kalung kampret sialan di dadaku ini. Setelah kejadian dengan Putri dan Nisa, kini terulang lagi dengan wanita cantik di depanku yang aku bahkan tak tahu namanya ini. Kalau aku bisa mengetahui apa yang mereka pikirkan dan merasakan kesedihan mereka, bukan tak mungkin suatu ketika aku tak akan lagi bisa be