Saat hembusan nafasku yang menyertai bisikkan tadi mengenai telinganya, aku melihat bulu kuduk di lehernya meremang berdiri. Aku lalu mencium leher jenjang Bu Kades dan menghisapnya pelan, membuat tubuhnya menggelinjang kegelian. Tanganku yang mengenggam pergelangan tangannya juga mulai berpindah sasaran. Kali ini, ke arah pinggang rampingnya yang tertutupi gaun panjang. Aku melepaskan ciumanku dan melihat ke arahnya. Dia berdiri diam dengan mata terpejam. Pasrah dengan apa yang kulakukan seolah-olah memang sudah menjadi tugasnya untuk bertanggungjawab atas kelakuan suaminya. Melihat sikap wanita dewasa yang pasrah di depanku itu, bukannya rasa iba yang seharusnya datang tapi justru rasa senang penuh kemenangan karena merasa telah berhasil untuk mendapatkan milik musuh bebuyutanku. Tanp