Di kediaman keluarga Brotoatmodjo yang terletak di kawasan pribadi, tampak seorang wanita paruh baya, Kinanti Arthawidya, istri dari Bima Kusumo Brotoatmodjo menggeram kesal sembari mematikan televisi yang menyuguhkan tampilan gosip.
“Perceraian sudah lebih dari enam bulan yang lalu tapi setiap wanita itu berbuat sesuatu pasti selalu disangkut pautkan dengan Baskara di acara gosip.”
Disebelahnya, sang suami, Bima hanya mendelik sebentar lalu matanya kembali fokus menatap layar tablet.
“Sejak kapan kamu jadi nontonin acara gosip begitu?”
“Sejak anak sulung kita menikahi Astrid Wibowo, sang artis ternama di negara ini berulah dengan skandalnya. Apa kamu lupa, Pa?”
Kinanti kesal dengan sikap suaminya yang tampak lebih santai dengan dirinya dalam menyikapi ombak besar yang tengah menimpa keluarganya.
“Jangan ditonton kalau begitu.”
Mendengar jawaban dari suaminya hanya bisa membuat Kinanti menghembuskan napasnya pelan.
“Bukan hanya di televisi saja, tapi nama gosipnya masih terus beredar di akun gosip. Kamu bayangkan, nama keluarga Brotoatmodjo disebut-sebut di akun gosip murahan. Bagaimana nggak senewen?”
Kinanti merasakan dadanya sedikit lebih berdebar karena terlalu menahan rasa kesal.
Bhima mendongak dan melihat istrinya sepenuhnya. “Sudah menjadi resiko kita menerima menantu seorang Artis ternama.”
“Aku terpaksa merestui. Sifat keras kepala Baskara itu sama sepertimu, Mas. Tapi ternyata dia malah dipermalukan sama istrinya sendiri. Skandal perselingkuhan? Apa maksudnya? Memangnya apa kurangnya Baskara? Dia bahkan sudah masuk ke keluarga Brotoatmodjo tapi tidak bisa menjaga nama baik keluarga. Aku tertipu dengan wajahnya yang sok polos dan lugu tapi ternyata dia ular berbisa.”
Mereka tidak pernah muncul di surat kabar ataupun berita di televisi nasional manapun. Ketika Baskara menikahi seorang artis kenamaan, Astrid Wibowo yang akhirnya mau tidak mau diterima oleh pihak keluarga besar dengan satu syarat adalah pernikahan diselenggarakan secara privat.
Tapi setelah skandal itu datang, Nama keluarga Brotoatmodjo mulai disebut-sebutkan dan kini para wartawan masih berusaha untuk mencari Baskara yang masih diam seribu bahasa di hadapan media.
Bima hanya diam saja melihat Kinanti sedang berkeluh kesah.
“Padahal aku sudah susah mencari dia wanita yang setara dan dari keluarga yang punya latar belakang bagus. Tapi dia malah lebih memilih Astrid.”
“Kita semua tertipu dengan personanya. Lagipula, putri bungsu Rama juga tidak setuju dengan rencana perjodohan kita. Mereka berdua sama-sama menolak. Memang bukan jodohnya saja.”
“Padahal mereka belum bertemu tapi sudah menolak mentah-mentah. Dulu kita dan orang tua kita turun temurun menikah karena perjodohan dan terbukti berhasil sampai sekarang kan, Mas?”
“Anak jaman sekarang agak susah dengan perjodohan.”
“Tapi bukan berarti memilih wanita sembarangan kan, Mas? Lihat sekarang. Nggak ada sejarahnya nama keluarga kita tercatut dalam berita gosip murahan seperti ini. Mereka udah resmi bercerai tapi apapun yang dilakukan Astrid, media pasti akan mencantumkan nama keluarga kita di belakangnya.”
Napas Kinanti tampak tersengal-sengal karena menahan emosi yang harusnya siap meledak. Bima membelai lembut punggung istrinya.
“Tenangkan dirimu, sayang. Biar nanti aku minta Yudi untuk urus masalah dengan media ini.”
Kinanti diam saja tapi hatinya masih tidak tenang. Karena pasalnya yang dikhawatirkan bukan hanya soal media tapi terhadap rasa tanggung jawabnya terhadap ibu mertuanya, neneknya Baskara yang sejak awal vokal tidak merestui pernikahan cucunya dengan Astrid.
Sejak berita skandal itu keluar, sampai sekarang nenek Baskara masih suka menyindir betapa Kinanti tidak becus menjaga nama baik keluarga.
Tidak sadar, Kinanti kembali mendesah pelan. Hatinya masih tidak tenang.
“Kamu pasti sedang mikirin hal yang lain ya?”
Ia menoleh kepada suaminya dan mengangguk pelan. Tidak ada gunanya menyembunyikan hal ini dari suaminya.
“Ibu?” tebak Bima.
Kinanti mengangguk lemas.
“Biarkan saja. Nanti aku yang akan ngomong sama Ibu ya.”
“Aku nggak yakin itu akan membuat Ibu jadi lebih tenang. Kita harus khawatirkan kesehatannya.”
“Lalu aku harus bagaimana? Nasi sudah menjadi bubur. Yang perlu kita hadapi adalah bagaimana meminimalisir kerusakannya. Masalahnya.”
Lama mereka terdiam sebelum akhirnya Kinanti mengalihkan topik pembicaraan.
“Baskara belum mau pulang?”
“Sepertinya dia masih butuh menyendiri. Tapi untuk menenangkan hatimu, anak itu bilang akan mampir ke rumah untuk membahas sesuatu.”
Mata Kinanti langsung berbinar. Jauh di dalam hatinya ia sudah teramat sangat merindukan Baskara, meski kerap kali putra sulungnya itu membuatnya senewen.
“Pak Bima, Ibu Kinanti. Ada berita gawat.”
Kedua pasangan suami istri itu sama-sama menoleh dan saling berpandangan ketika Yudi menghampiri mereka dengan tergesa.
“Saya baru saja mau menghubungi. Ada apa, Yudi?” tanya Bima dengan kening bertaut.
“Ada artikel yang baru keluar.” Pria berambut klimis itu menunduk sambil menyerahkan tablet kepada tuannya.
Bima menerima dan langsung terkejut melihat headline berita tentang mantan menantunya yang kembali menggegerkan dunia dengan pemberitaan terbarunya bersama seorang podcaster dan memutar balikkan fakta.
Dan itu berarti, ketenangan mereka kembali terusik.
“Dimana Baskara berada?” tanya Kinanti dengan wajah yang sudah memucat.
“Menurut info, tadinya mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah tapi ternyata mobil mereka diikuti oleh seseorang yang tak dikenal. Maka Tuan Baskara memutuskan untuk mengubah rute perjalanannya.”
“Tapi Baskara baik-baik saja, kan?” Kinanti bertanya panik.
“Baik, Bu Kinanti. Mereka sudah berada di hotel dan dijaga dengan ketat oleh keamanan.”
Kinanti pun terduduk lemas. Hatinya belum merasa tenang.
“Yudi, kau tahu kan apa yang akan kau lakukan?”
***
Di waktu yang bersamaan, di sebuah hotel berbintang lima, Ruby Horison Hotel. Seseorang menghampiri Baskara yang tengah duduk di salah satu sofa di sudut ruangan ditemani dengan lantutan music jazz dan iPad yang berada di tangannya.
“Sudah kuduga kau ada disini.”
“Kenapa datang kesini?”
“Mengkhawatirkanmu, tentu saja.” Risjaf, salah satu teman baik Baskara duduk bersebrangan dengannya.
Baskara tentu tahu apa maksud dari pernyataan Risjaf. Pria itu pastilah sudah membaca berita terbaru tentang dirinya yang tersebar dimana-mana.
“Tidak usah pikirkan hal itu. Nanti juga redup lagi.”
“Kau terlalu tenang. Apa yang akan kau lakukan kali ini?”
Baskara pun akhirnya mendongak. “Tidak ada. Tidak tahu.”
“Come on, Bas? Dan membiarkan mantan istrimu bertindak seenaknya? Kamu pasti tahu apa yang dikatakannya di media adalah kebohongan belaka.”
“Aku tidak akan pernah melakukan sebuah klarifikasi.”
“Lalu bagaimana dengan bukti CCTV?”
Risjaf tentu tahu kalau Baskara punya kartu AS untuk membalikkan keadaan. Men-counter setiap pernyataan Astrid.
“Biarkan saja.”
Risjaf tidak habis pikir dengan apa yang dipikirkan oleh sahabatnya. “Kau sedang apa sih?”
“Sedang memikirkan bagaimana caranya menghubungi dia?”
Kening Risjaf semakin berkerut. “Dia siapa?”
Baskara menyodorkan iPad-nya kepada Risjaf yang menampilkan profil media sosial seorang wanita tanpa foto bernama Debu Bintang.
“Dalam kondisi seperti ini kau masih ngurusin pekerjaan?”
***