"Son, jauh gak?" tanyaku saat motor milik si Soni mulai melaju. "Kagak, masih di kota ini. Kenapa?" "Kalau gue pikir-pikir nih ya, masa kita datang ke sana tanpa bawa apapun sih? Kan malu?" "Dih, siapa ya yang tadi bilang gak mau lagi denger kabar tentang Pak Adit. Tahunya sekarang malah rempong harus bawain sesuatu juga." Bangke si Soni! "Ini tuh bentuk kemanusiaan lho, Son. Apalagi Pak Adit itu kan dosen kita, Son. Buat menghargai gitu lho." "Ck, ya udah, mau bawa apa lo?" Aku berpikir sejenak. "Apa ya? Bubur aja kali ya?" "Pak Adit bukan sakit tipes!" "Lah, terus apa?" "Dia kan kecelakaan. Selera makannya pasti baik-baik saja. Jadi bawa aja makanan favorit dia." "Ha?" Aku berpikir keras. Makanan favorit? Seingatku dia kan sukanya masakan rumahan. Masa harus masak? Kan gak ada