"Kamu?" Hana mendongak, menatap pria tinggi yang dia tabrak. Dia pikir siapa, dia mau mau minta maaf tapi setelah tahu Gavin yang datang, dia urungkan niat tersebut.
"Ada paket untukmu." Gavin membawa tiga paket yang kemudian diserahkan pada Hana.
Hana alih- alih menerima paket tersebut, dia membeku karena ibunya datang menghampiri dengan tatapan tajamnya.
"Paket?" Ibunya Hana yang malah mengambil paket dari tangan Gavin lalu membaca deskripsi yang terlampir di luar untuk melihat isinya.
Mata Ibunya Hana membulat seketika setelah membaca isinya apa. Perhiasan emas dan gaun. Menurutnya pasti itu harganya lumayan. Selama ini Hana sendiri memang sering pesan paket. Setiap minggunya pasti ada paketan datang untuknya. Entah apa saja yang dibeli sebenarnya. Ibunya kira penyakit putrinya ini yang suka belanja online sudah sembuh, nyatanya belum.
Hana mengkerut seketika melihat paketnya sudah berpindah tangan.
'Celaka! Habis sudah aku.'
Hana mereguk saliva dengan berat siap untuk menerima amarah ibunya.
"Kamu ... kenapa masih suka menghamburkan uang begini? Barang yang kamu beli tak berguna. Barang yang lama menumpuk di rumah!" Terlihat api berkobar di mata ibunya. Dia benar-benar tidak suka dengan kebiasaan buruk Hana ini.
"Itu ... aku tidak membelinya, Bu. Aku mendapatkan ini dari seseorang. Seseorang yang serius padaku." Maksud Hana berbohong agar ibunya tidak mengejarnya dengan pertanyaan lagi juga berhenti marah.
Tapi rupanya dugaan itu salah. Ibu Hana malah semakin penasaran.
"Maksudmu ada pria lain yang serius denganmu? Siapa dia? Ibu ingin bertemu dengannya."
Hana tersentak kaget. Dirinya malah jatuh ke lubang masalah buatannya sendiri. "Ini ... diberikan olehnya, Bu. Ya, pria ini adalah orang yang kumaksud."
Hana meringis lalu menatap Gavin yang tampangnya bingung.
"Aku? Membelikan paket ini?" tunjuknya pada diri sendiri.
Hana kemudian mengikis jarak dan menyikut lengan Gavin seraya berkata lirih. "Tolong aku kali ini saja. Berpura-pura lah jadi kekasihku di depan keluargaku."
Tak ada kesempatan bagi Gavin untuk menjawab karena ibunya Hana kini menginterogasinya dengan banyak pertanyaan. Sampai dia bingung bagaimana menjawabnya. Pertanyaan itu terus dilempar seperti bola yang diservis ke muka Gavin.
"Lalu seperti apa sebenarnya hubungan kalian berdua? Hana baru saja batal menikah sudah mendapatkan gantinya? Ini aneh sekali.
Gavin mengangkat sebelah alis. Bagaimana dia menjawabnya. Mengambil peran sebagai kekasih pura-pura cukup meresahkan.
Hana melihat Gavin belum menjawab, membuat resah kembali melandanya. Bagaimanapun juga caranya dia harus selamat kali ini dari amarah ibunya. Karena ibunya ini kalau marah efeknya panjang dan lama hilangnya.
"Ibu, begini. Dia adalah teman lamaku. Dulu kami menjalin hubungan namun terputus dan beberapa waktu yang lalu kami bertemu kembali lalu hubungan itu tersambung, sebelum Ray bikin masalah," jelas Hana mengarang cerita bebas berharap ibunya percaya.
"Rumit sekali. Maksudnya kamu selingkuh dengannya saat menjalin hubungan dengan Ray?"
Hana tersenyum kaku. "Bila Ray bisa menyakitiku maka aku juga bisa melakukan hal yang sama padanya, Bu."
Terlihat ibunya Hana mulai melunak memanfaatkan kesempatan yang ada mengambil paket itu dari tangan ibunya, mengamankannya.
Kembali kini sang ibu melempar tatapan tajam pada Hana. Lantas dia menarik putrinya itu mundur bergeser ke sisinya dan bicara lirih.
"Hana, apa kamu serius dengannya?"
Hana memberikan anggukan sebagai jawaban.
"Berarti pacar kamu ini kurir? Kenapa kamu memilih pria berprofesi itu, kenapa tidak dokter atau Presdir?"
Hana kembali mengangkat alis. Entah, ibunya memang selalu begini memintanya mencari pria dari kanan atas. Dia Cukup Sudah diri untuk mendapatkan yang diminta ibunya pastilah mereka para pria itu punya persyaratan yang cukup tinggi dan itu tak ada pada dirinya.
"Sudahlah, Bu. Itu tidak penting bagiku. Aku tidak mencari itu buat apa belum pada akhirnya aku ditipu lebih baik seperti ini, tapi dia setia."
Ibunya Hana tak lagi bicara. Dia cukup lega mendengar penjelasan dari Hana. "Kalau begitu Ibu harap kalian berdua segera menikah setelah ini." Ibu Hana bicara tanpa ekspresi kemudian tanpa menunggu jawaban mereka berdua mengambil langkah lebar, masuk ke rumah.
Baik Gavin dan Hana keduanya ternganga mendengar apa yang bisa diucapkan oleh ibunya.
"Menikah? Denganmu?" pekik Gavin merinding. Menurutnya Hana sudah gila mintanya menjadi pajak pura-pura dan ibunya lebih gila lagi memintanya untuk menikah.
"Tenang. Itu semua hanya pura-pura saja. Ada kompensasinya. Aku akan berikan itu padamu. Tolong aku, please." Hana sudah serius memohon depan Kevin dengan mengatupkan kedua tangan.
***
"Jadi begitu yang ku minta darimu," ucap Hana di ujung penjelasan.
Saat ini dia sedang bicara dengan Gavin di sebuah kafe. Tadi Hana menghubungi nomor Gavin untuk ketemuan guna membahas perihal kesepakatan mereka.
"Tapi kamu yakin hanya perlu waktu satu bulan saja untuk merekrutku sebagai pacar pura-pura kamu?"
Percakapan di antara Gavin dan Hana kemudian berakhir. Hana memutuskan untuk pergi lebih dulu. Sementara Gavin keluar belakangan sembari menghabiskan americano yang masih separuh di meja.
Dari luar sebelum Hana pergi tadi ada sepasang mata yang mengawasi mereka berdua dengan tatapan negatif tak terbaca, mengamati setiap gerak-gerik Gavin dan Hana. Setelah sosok Hana pergi, seorang wanita melangkah keluar, masuk ke kafe, mendatangi Gavin.
Sosok wanita bertubuh mungil, namun terlihat manis ini sekarang berdiri menjulang di depan Gavin dengan ekspresi rumit yang sulit didefinisikan.
Gavin yang baru saja menghabiskan americano miliknya dan beranjak dari duduknya membeku seketika melihat kekasihnya datang.
Gavin punya kekasih, seorang mahasiswi tingkat akhir sebuah kampus. Dia tidak tahu saja kapan kekasihnya ini datang dan kenapa tiba-tiba menatapnya tajam. Tiba-tiba saja dia bad feeling.
"Jadi selama ini kamu bilang sibuk dan tak ada waktu bagiku bukan karena sibuk masalah kerja tapi sibuk berurusan dengan wanita lain. Siapa wanita tadi?" ucapnya dengan nada intonasi meninggi.
Barulah Gavin sadar bila kekasihnya ini sudah mengamatinya dari luar entah sejak kapan dan tahu sosok Hana.
"Wanita tadi adalah salah satu customerku. Bisa dibilang dia pelanggan tetap. Kamu jangan salah paham. Tidak ada apapun di antara kami." Gavin menjelaskan dengan terbata-bata karena mendadak dan bingung membuat alasan yang tepat untuk mengurai kesalahpahaman ini.
"Klien? Klien apa yang sampai harus bertemu di kafe seperti ini? Adakah klien biasa yang menatap dalam padamu?" Nada bicara kekasih Gavin semakin meninggi dengan penyangkalan tadi. Menurutnya, pria dihadapannya ini mengelak meski sudah tertangkap basah. Ini sungguh membuatnya semakin meradang.
"Iya, dia hanya teman. Anggap saja begitu. Kamu sungguh salah paham padaku. Kami hanya bicara biasa dan aku hanya sedikit membantunya."
Sayang, penjelasan dari Gavin bagi kekasihnya terdengar seperti sebuah kebohongan lain. Dan dia tak bisa lagi menahan kesabarannya.
"Lebih baik kita putus saja. Kita akhiri hubungan kita di sini." Kekasih Gavin tak bicara lagi coba tak memberikan kesempatan bagi Gavin untuk bicara. Dia langsung angkat kaki dari kafe ini.
"Astaga! Aku dapat masalah lagi!" ratap Gavin sendu.