Semalaman, pria itu memeluk Alicia, tidak memberinya kesempatan untuk melarikan diri lagi. Kali ini, Alicia pasrah, sepertinya kabur bukan lagi pilihan baginya. Perlahan, rasa kantuk mulai mengubur ketakutannya. Kelopak matanya menutup satu per satu, hingga akhirnya Alicia tertidur dalam pelukan pria yang telah membunuh ayahnya.
Menjelang subuh, langit masih gelap, belum menampakkan secercah cahaya. Alicia merasa seolah tubuhnya melayang. Saat ia membuka mata, yang terlihat hanyalah jalanan bergerak cepat di bawahnya. Baru kemudian ia menyadari dirinya kembali berada di punggung pria bertubuh tinggi besar itu. Sekali lagi, ia dibawa seperti karung beras, tanpa tahu ke mana pria itu menuntunnya, sementara gelapnya langit menambah ketidakpastian nasibnya.
Pria itu terus melangkah tanpa sepatah kata, melewati gang-gang sempit yang membuat jantung Alicia berdegup kencang. Sesekali, ia menangkap rumah-rumah tua yang tampak kosong, jendelanya gelap, seakan seluruh dunia menahan napas. Udara dingin menusuk kulitnya, membuat tubuhnya menggigil, meski pelukan pria itu terasa hangat.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di sebuah bangunan besar, jauh lebih megah daripada tempat-tempat yang pernah Alicia tinggali sebelumnya. Dindingnya bercat putih, jendela berbingkai kayu rapi, dan meski suasananya sepi, rumah itu terasa berbeda, bukan lagi gelap dan menyeramkan, tetapi asing dan menegangkan.
Beberapa orang tampak berlalu-lalang, kemungkinan pelayan, dilihat dari pakaian mereka. Anehnya, tidak seorang pun merasa aneh melihat pria tinggi besar itu membawa seorang gadis remaja di punggungnya. Bahkan, beberapa orang yang sempat berpapasan mengangguk hormat. Alicia bingung. Mengapa pria itu begitu disegani? Apakah dia begitu menakutkan hingga tidak seorang pun berani menentangnya?
Setelah sampai di sebuah kamar, pria itu menurunkan Alicia ke tempat tidur yang dingin, tetap membiarkannya terbungkus kemeja hangat yang sama. Sesaat, ia menatap Alicia dengan pandangan tajam, seakan meneliti setiap reaksi gadis itu.
Alicia menggigil, bukan hanya karena dingin, tapi juga karena campuran rasa takut dan kebingungan. Ia ingin bertanya, mengapa ia dibawa ke sini? Mengapa pria itu, pembunuh ayahnya, justru memperlakukannya dengan cara yang aneh dan hangat? Namun, suaranya tercekat di tenggorokan.
Pria itu mendesah, menutup Alicia dengan selimut. Lalu, dengan nada berat, ia berbalik menuju pintu.
“Tidurlah. Mulai sekarang, kamu akan hidup di sini. Jalanilah hidupmu dengan baik, lupakan apa yang pernah kamu lihat. Jangan pernah mencoba mencari keberadaanku, jika kamu ingin hidupmu baik-baik saja.” Suaranya dingin, tapi tegas, sebelum pintu kamar tertutup rapat.
Alicia menelan ludah, berusaha menahan tangis ketakutannya, dan membiarkan matanya perlahan terpejam. Malam itu terasa panjang. Meski berada di rumah baru yang megah, rasa takut dari malam sebelumnya masih menghantui. Satu hal yang pasti, hidupnya telah berubah selamanya, dan wajah pria itu, sampai kapan pun, tidak akan pernah ia lupakan.
*****
Tujuh tahun kemudian
Tujuh tahun telah berlalu sejak malam itu. Alicia kini tinggal di rumah yang sama, rumah besar di mana pria itu membawanya setelah kejadian malam mengerikan itu. Ia dirawat oleh seorang perempuan bernama Ana, berusia sekitar lima puluh tahun. Ana selalu bersikap kaku, namun secara diam-diam menjaga Alicia dengan baik, memastikan gadis itu hidup aman di lingkungan yang asing bagi dirinya.
Beberapa kali Alicia mencoba mengorek keterangan tentang pria itu, tetapi Ana selalu menutup rapat mulutnya. Satu-satunya petunjuk yang pernah didapat Alicia hanyalah sebuah nama. Suatu hari, tanpa sengaja ia mendengar Ana berbicara di telepon, menyebut “Tuan Juan” dan memberitahu pria itu tentang keadaan Alicia, bahkan menceritakan pada Juan bahwa Alicia sudah menyelesaikan sekolahnya dengan baik dan nilai yang tidak mengecewakan. Alicia yakin, pria yang menghubungi Ana itu pasti adalah pria di malam berdarah itu. Hanya dia yang tahu keberadaannya.
Meskipun hidupnya kini lebih aman, bayangan malam itu tidak pernah benar-benar pergi. Mimpi buruk tentang hujan deras, teriakan ayahnya, darah yang mengalir, dan pelukan dingin Juan masih menghantui setiap malam. Trauma dan rasa penasaran bercampur menjadi satu, membentuk Alicia yang kini mandiri, waspada, dan selalu berhati-hati. Rumah yang dulu terasa menakutkan kini menjadi tempat perlindungan, tetapi bayangan Juan tetap menghantui pikirannya, mengingatkan bahwa malam itu telah mengubah hidupnya selamanya.
Hari-hari Alicia di rumah itu berjalan dalam rutinitas yang teratur. Ana selalu memastikan semua kebutuhannya terpenuhi: makanan, pakaian, bahkan pelajaran yang sesuai usianya. Namun, sikap Ana yang kaku membuat suasana terasa formal dan sedikit menekan. Alicia jarang mendengar tawa atau kata-kata hangat, tapi ia tahu Ana menjaga dirinya dengan sungguh-sungguh, meski caranya berbeda.
Meski kehidupan sehari-hari tampak normal, pikiran Alicia sering melayang ke masa lalu. Ia masih teringat malam itu, teriakan ayahnya, hujan deras, dan pelukan dingin Juan. Setiap kali ia melihat bayangan pria tinggi besar di lorong, atau mendengar langkah berat di dekat rumah, jantungnya selalu berdegup lebih cepat.
Rasa penasaran tentang Juan semakin lama semakin kuat, tetapi kali ini disertai perasaan lain yang lebih gelap: dendam. Alicia merasa marah dan terluka karena Juan telah menghabisi nyawa ayahnya dan meninggalkannya sendiri di dunia yang penuh ketakutan. Perasaan itu membara dalam dirinya, bercampur dengan rasa takut dan ingin tahu yang tidak tertahankan.
Setiap kali ia mencoba menanyakan hal itu pada Ana, jawabannya selalu sama: diam dan tatapan tegas yang membuat Alicia cepat mundur. Namun satu ingatan tetap melekat kuat di benaknya, suara Ana di telepon yang menyebut “Tuan Juan.” Keyakinan itu menimbulkan campuran rasa takut, dendam, dan ingin tahu yang tidak bisa ia pendam lebih lama lagi. Alicia tahu, suatu hari, ia harus menemukan jawaban tentang pria yang telah mengubah hidupnya selamanya, dan mungkin membalas dendam atas kematian ayahnya. Sebaik apapun Juan padanya, Juan lah yang sudah membunuh ayahnya.
*****
Seiring waktu, Alicia tumbuh menjadi perempuan cantik. Tubuhnya langsing dan proporsional, dengan rambut panjang yang indah. Penampilannya menarik perhatian banyak pria di sekolah dan lingkungan sekitarnya, namun Alicia sama sekali tidak menaruh minat pada mereka.
Hidupnya kini hanya dipenuhi oleh rasa ingin tahu dan tekad untuk menyelidiki keberadaan Juan, sekaligus membalas dendam atas kematian ayahnya. Segala pikirannya terserap dalam upaya memahami misteri pria yang telah menghancurkan masa kecilnya, sehingga urusan percintaan sama sekali tidak masuk dalam daftar prioritasnya.
Beberapa kali teman-teman kuliah atau pria yang tertarik padanya mencoba mendatangi tempat tinggal Alicia, namun kedatangan mereka selalu disambut dengan sikap dingin Ana. Perlakuan Ana yang tegas dan kaku membuat para pria itu mundur sendiri. Ditambah lagi, Alicia tidak pernah menanggapi perhatian mereka sedikit pun.
Lagipula, Ana selalu memproteksi setiap kegiatan Alicia. Gadis itu selalu diantar dan dijemput tepat waktu oleh sopir rumah itu, memastikan Alicia aman dan tidak pernah berada dalam situasi yang berisiko. Dunia Alicia hanyalah rumah itu, bayangan masa lalunya, dan satu tujuan, menemukan Juan dan menuntut balas atas dendam yang membara di dalam dirinya.
Siang itu, Alicia duduk di ruang belajarnya, menatap keluar jendela dengan mata yang penuh tekad. Ia tahu, untuk membuat Juan muncul, ia harus melakukan sesuatu yang nekad, sesuatu yang bisa saja membahayakan dirinya sendiri. Namun kali ini, ia merencanakannya di siang hari, agar ada yang melihatnya terluka.
Hatinya berdebar kencang, namun tekadnya jauh lebih kuat daripada rasa takut. Taruhannya memang nyawanya sendiri, tapi Alicia tidak peduli. Ia yakin, jika sampai dirinya terluka parah, Juan pasti akan muncul.
Ingatannya melayang pada masa ketika ia berusia lima belas tahun. Saat itu, sebuah virus ganas membuatnya terbaring lemah hampir seminggu penuh. Di tengah ketidakberdayaan, Juan sempat datang menjenguknya. Namun, begitu Alicia membuka mata, pria itu sudah pergi, lenyap tanpa jejak.
Itulah satu-satunya kesempatan dalam bertahun-tahun ia bisa menatap Juan secara langsung, sayang momen itu hanya sekejap, karena pria itu kembali menghilang dari hidupnya.
Dengan napas tertahan dan tangan gemetar, Alicia menyiapkan segala sesuatunya. Siang itu sunyi, matahari menyorot lembut melalui jendela, kontras dengan gelapnya niat yang mengalir dalam darahnya. Sebuah pertaruhan besar baru saja dimulai, dan Alicia berharap rencananya akan berhasil kali ini.
Bersambung.......