Siang itu, lantai dua terasa sunyi dan sepi. Biasanya, para pelayan sudah membersihkan area ini sejak pagi, sehingga hampir tidak ada yang lalu-lalang. Alicia berdiri di dekat tangga berputar, matanya terus mengamati pintu. Ana harus melihat apa yang akan terjadi, itulah rencananya.
Begitu Ana tampak akan masuk, jantung Alicia berdebar kencang. Ia mulai menuruni tangga dengan langkah hati-hati, menghitung setiap detik agar waktu dan posisinya tepat saat Ana melihat kejadian yang sudah direncanakannya. Sebelum itu, ia sengaja melukai kepalanya sendiri, membiarkan darahnya menetes agar rencana tampak lebih nyata dan meyakinkan.
Ketika momen yang ditunggu tiba, Alicia berada di bagian tangga yang rendah. Dengan keberanian yang nyaris gila, ia menjatuhkan tubuhnya seolah terjatuh dari lantai atas, berguling beberapa kali. Kejadian itu begitu cepat, membuat Ana terhenti, mata terbelalak, dan mulutnya terbuka dalam teriakan kaget. Ana berpikir Alicia jatuh dari ketinggian yang jauh lebih tinggi, padahal kenyataannya Alicia hanya menjatuhkan diri dari tangga yang tidak terlalu tinggi.
Darah yang menetes, suara tubuh yang mendarat, dan tatapan Ana yang panik membuat rencana Alicia tampak sempurna, bahkan lebih dramatis dari yang ia bayangkan.
Ana tergopoh-gopoh, wajahnya pucat dan napas tersengal. Ia menahan tubuh Alicia, memastikan gadis itu tidak benar-benar terluka. Namun, Ana tidak menyadari bahwa semua ini hanyalah sandiwara, Alicia hanya berpura-pura jatuh.
Di balik kepura-puraannya, Alicia tersenyum tipis. Hatinya berdegup girang, karena rencananya berjalan sempurna. Tubuhnya dibuat lemah, darah menetes dari luka yang sengaja dibuat, dan ekspresi pingsan membuat Ana sepenuhnya percaya. Semua perhatian Ana terfokus padanya, persis seperti yang Alicia inginkan.
Alicia yakin sandiwara ini akan memancing Juan muncul. Namun itu belum semuanya. Ia sudah menyiapkan langkah berikutnya: berlagak amnesia. Dengan berpura-pura kehilangan ingatan, Alicia bisa hidup di sekitar Juan, mengamati setiap gerak-geriknya, dan menyelidiki mengapa Juan membunuh ayahnya. Perlahan, ia akan merencanakan balas dendam atas kematian ayahnya. Kecelakaan ini hanyalah permulaan dari rencana panjangnya, yang dirancang dengan ketelitian dan kesabaran luar biasa.
Alicia menahan napas, menikmati keberhasilan kecilnya, sambil merencanakan langkah berikutnya. Sebuah permainan berbahaya yang hanya bisa dimenangkan oleh mereka yang cukup cerdik untuk menyembunyikan niat sebenarnya.
Ana tergopoh-gopoh, wajahnya pucat dan napas tersengal-sengal. Ia menatap tubuh Alicia yang terbaring, hatinya dipenuhi kepanikan. “Cepat, panggilkan ambulans!” teriaknya pada seorang pelayan, tangannya gemetar saat mencoba menahan tubuh Alicia. “Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan ini pada Tuan Juan kalau terjadi sesuatu padanya?”
Pelayan itu segera berlari, dan Ana terus mengguncang tubuh Alicia pelan sambil memanggil namanya. “Alicia! Bangun, dengar aku!” nada suaranya setengah marah, setengah putus asa. Rasa takut itu menguasai dirinya. ketakutan yang sebelumnya tak pernah terlihat ketika ia menegur atau memerintah.
Dari balik sandiwara pingsannya, Alicia mendengar semuanya. Hatinya berdebar, rasa penasaran membuncah. Ana, wanita yang selama ini tegas dan tidak kenal takut, ternyata begitu gentar menghadapi Juan. Suasana itu memberikan Alicia informasi penting: kekuasaan Juan begitu besar, bahkan terhadap orang yang biasanya keras sekalipun.
Senyum tipis muncul di bibir Alicia. Semakin ia menyaksikan kepanikan Ana, semakin jelas bahwa rencananya berjalan sempurna. Dengan penuh rasa ingin tahu, Alicia menahan napas, mengamati, dan mulai merencanakan langkah berikutnya, langkah yang akan membawanya semakin dekat dengan Juan.
Lampu sirine ambulans berkelip di jalan dan suara mesinnya berdengung menambah ketegangan di dalam kabin. Alicia berbaring di tandu, tetap berlagak pingsan. Mata setengah tertutup, ia mendengar setiap suara di sekitarnya. Nafasnya pelan, tapi pikirannya mencatat setiap detail.
Di sampingnya, Ana duduk cemas, genggaman tangannya di telepon tak pernah longgar.
“Tuan Juan… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Alicia terjatuh… dan dia tiba-tiba pingsan!” suaranya gemetar, suara yang biasanya tegas kini dipenuhi kecemasan.
Alicia mendengar Ana menarik napas panjang, menahan panik. “Aku… aku tidak menyangka ini
bisa terjadi padanya. Bagaimana aku bisa mempertanggungjawabkan ini pada Tuan? Aku tidak menjaga Alicia dengan baik, Tuan bisa menghukum aku,” suara Ana terdengar agak takut, dan nada suaranya bergetar saat berbicara pada Juan.
Dari cara Ana berbicara, Alicia bisa menangkap betapa besar rasa takut Ana pada Juan. Wanita yang biasanya kaku dan dominan itu kini tampak begitu gentar dan lemah, setiap kata yang keluar penuh ketegangan dan kekhawatiran. Semakin ia mendengar, semakin jelas bahwa rencananya bekerja sempurna.
Alicia menutup matanya sejenak, berpura-pura lemah, tapi pikirannya bekerja cepat. Dari nada bicara Ana, dari ketakutannya pada Juan, Alicia mulai merangkai strategi berikutnya. Sandiwara amnesia, kedekatan dengan Juan, dan balas dendam, kini semua mulai terasa lebih nyata. Ia tahu, langkah berikutnya akan menjadi permainan yang berbahaya, tapi semua itu semakin membuat dia bertekad harus berhasil. Kali ini dia akan menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya, tidak akan membiarkan Juan pergi dan menghilang lagi!
“Bagaimana dengan keadaannya, Dokter?” suara Ana terdengar cemas, hampir bergetar, menandakan rasa tanggung jawab yang begitu berat.
Dokter menundukkan kepala sejenak sebelum menjawab dengan suara tenang. “Kami sudah melakukan rontgen lengkap pada kepala nona Alicia. Tim dokter tidak menemukan cedera serius atau retak pada bagian dalam. Yang terlihat hanyalah luka luar yang berdarah.”
“Bisa jadi hanya tergores oleh benda tajam,” lanjut dokter. “Saat diperiksa sebelumnya, nona Alicia sempat sadar. Namun, ia tampak bingung, terus bertanya di mana ia berada. Ia bahkan sempat marah-marah dan memberontak, sehingga kami harus memberikan suntikan penenang agar kondisinya stabil. Tetapi jangan khawatir, nona Alicia sudah sadar, hanya masih terlihat lemah.”
"Terimakasih Dok." Terdengar suara Ana yang menghela nafas lega.
Dari tempat tidurnya, Alicia yang sudah mulai sadar langsung mengamati Ana, yang kini terlihat begitu mengkhawatirkan nya. Hal itu menimbulkan rasa penasaran yang semakin besar dalam diri Alicia, ia ingin tahu lebih banyak tentang Juan, tentang kekuatannya, dan bagaimana ia bisa memanfaatkannya untuk rencana balas dendamnya. Alicia menutup mata sejenak, berpura-pura lemah, sambil mulai merencanakan langkah berikutnya, sandiwara amnesia yang akan membuatnya tetap berada dekat Juan, tanpa menimbulkan kecurigaan.
Ana melangkah mendekati Alicia. Ia menatap Alicia yang masih tertidur di ranjang, tampak wajah cemas Ana. “Alicia… apakah kamu baik-baik saja?” tanyanya lembut, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
Alicia membuka mata perlahan, menatap Ana dengan pandangan kosong dan bingung. Tubuhnya sedikit menggigil, seolah takut. “Si… siapa Anda?” suaranya lirih, nada gemetar.
Mata Alicia melebar, menunjukkan rasa cemas dan asing.
Ana terkejut, langkahnya terhenti. “Aku… aku Ana, yang merawatmu, Alic!” katanya, mencoba menenangkan Alicia. Namun, Alicia menggeser tubuhnya menjauh, menundukkan kepala, dan menggenggam selimut seolah Ana adalah ancaman.
Dalam diam, Alicia menahan senyum tipis. Sandiwara amnesianya berjalan sempurna. Ana, kini tampak ragu dan gugup. Alicia mencatat setiap gerak tubuh Ana, setiap nada suaranya, setiap tanda ketakutan yang muncul. Semua itu akan menjadi informasi berharga baginya untuk langkah berikutnya. menempatkan dirinya lebih dekat dengan Juan tanpa menimbulkan kecurigaan. Saat ini dia aman, Ana sepertinya percaya kalau dia benar-benar amnesia.
Alicia menelan napas perlahan, berpura-pura lemah dan bingung, sambil mulai merencanakan bagaimana dia akan terus memelihara sandiwara amnesia ini.
Akhirnya yang ditunggu Alicia muncul. Pintu ruang inap terbuka pelan, dan sosok Juan melangkah masuk. Wajahnya serius, mata tajam mengamati setiap detail di dalam ruangan. Namun, saat pandangannya jatuh pada Alicia, sesuatu membuatnya berhenti. Alicia sudah duduk di atas tempat tidur, matanya terbuka, menatap sekeliling dengan ekspresi bingung dan sempat berhenti di wajah Alicia,.
Juan mengerutkan alis, dia hendak melangkah mundur, dan bermaksud keluar dari ruangan. namun suara Ana menahan gerakannya itu.
“Tuan Juan, tunggu!” suara Ana terdengar tegang, nadanya dipenuhi kekhawatiran. “Alicia mungkin mengalami amnesia. Alicia tidak mengenal ku, bisa jadi juga tidak mengenal Tuan sama sekali.”
Juan menatap Alicia dengan mata yang tajam dan menyelidik, mencoba menangkap setiap gerak tubuh dan ekspresi di wajahnya. Alicia tetap duduk, tampak bingung, sesekali menatap Juan dengan pandangan kosong.
Ruang inap itu seketika hening, hanya terdengar napas mereka yang tegang. Alicia berusaha menahan detak jantungnya yang semakin cepat, dia harus tenang dan tidak boleh ketahuan, agar rencananya berhasil.
Sementara Juan menatap Alicia lebih lama, pikirannya berjalan cepat. Ada sesuatu yang tidak biasa, sesuatu yang mencurigakan.
Dalam keheningan yang menegangkan itu, Juan berdiri tegak dan menatap tajam ke wajah Alicia dengan curiga.
Apa yang akan kulakukan selanjutnya? batin Alicia menahan napas, sementara matanya tetap terpaku pada Juan....
Bersambung...........