#PART 9 >SECERCAH BANTUAN<

1337 Kata
Bunga Lilyana membuka mata secara paksa, kepalanya terasa berat, adiknya masih pingsan dan tak ada tanda-tanda buat sadar, takut bukan kepalang, Bunga Lilyana sekuat tenang bangkit mengguncang tubuh Santos. "Dek! Bangun!! Kau tidak apa-apa, kan?!" seru Bunga, meneteskan air mata, tak sanggup melihat adiknya terluka. "Santos!!" panggilnya lagi semakin gemetar ketakutan. "Lihatlah! Mau sok-sok an lapor polisi!! Biaya saja tidak punya!! Bertingkah mau kesana!! Gadis hina seperti dia memang sepantasnya disiksa," salah satu warga lewat bukannya menolong malah menambah beban mental Bunga. "Tapi ngomong-ngomong ... kenapa mukanya bisa seperti itu?!" warga yang satunya heran melihat Bunga, tak ada tanda-tanda mau menolong mereka. "Dihajar massa lah! w************n gitu." Bukan hanya satu tapi beberapa warga menghina Bunga. "Sudahlah! Tidak ada untungnya kita di sini, biarkan saja mereka mati mengenaskan!" mereka berniat mengabaikan tapi ditahan oleh Bunga. "Maaf, Ibu ... apa kesalahanku semengerikan itu?! Bagaimana kalau hal ini terjadi pada putri ibu?! Aku sungguhan tidak pernah melakukan hal tercela seperti itu, kalau boleh bicara apa adanya, pada malam itu bapak kepala desa memaksa masuk kamarku, mau memperkosaku! Bahkan jika dilihat dengan seksama ... para ibu pasti tahu saat itu aku memegang kayu, memang kondisinya gelap, tapi percayalah! Aku tidak bersalah. Pikirkan pakai hati, jangan pakai emosi," rintih Bunga, meminta belas kasihan mereka. Berharap salah satu dari mereka menolong adiknya. "Apa kau pikir kami warga bodoh yang bisa kau tipu?! Jangan gila!! Bukti sudah ada di depan mata!!" teriak salah satu di antara mereka, tidak terima. "Ibu, Aini. Jika memang saat itu Bunga selingkuh ... kenapa direkam?! Bukankah bisa langsung dihajar, siapa yang merekam?! Dan rekaman itu ... kenapa ada pada Ibu Mirna?! Siapa yang melakukannya?! Jika seseorang selingkuh?! Bukankah akan diam-diam?! Dan lagi?! Haruskah aku mencintai bapak kepala desa yang sudah beristri dan tua sementara calon suamiku sendiri adalah orang tampan, kaya dan mapan?! Apa yang bisa jadi alasan aku selingkuh dengan bapak kepala desa?! Ibu-ibu ... mohon dipikirkan, Bunga mohon ... " para warga saling tatap memahami ucapan Bunga, benar juga kata-katanya, jika ingin selingkuh, kenapa direkam?! Dan yang merekam?! Kenapa diam saja?! Bahkan tiba-tiba saja Mirna datang dan marah-marah tidak jelas. Apakah ada yang tidak beres?! "Benar juga, ya! Selama ini kita tahu Bunga orang seperti apa?! Jangan terpengaruh sama Mirna, bahkan gara-gara dia ayahnya Bunga tiada, dan lagi!! Kenapa hubungan Bu kepala desa sama bapak kepala desa baik-baik saja?! Bukankah seharusnya renggang?!" "Sepertinya memang ada yang salah?!" "Dan ini?! Siapa yang menghajarmu, Bunga?!" tanya salah satu warga, sedikit demi sedikit mulai jernih pikirannya. "Mu-muna, juga sahabat-sahabatnya, sebagian ada dari desa ini, dan selebihnya lagi tidak tahu," jawab Bunga, cemas melirik adik kecilnya. "Baiklah, bagaimana kalau kita rawat adikmu dulu?!" Aini yang tadi berapi-api inisiatif membantu Bunga. "Syukurlah, terima kasih Ibu Aini," ucap Bunga, juga bersyukur dalam hati. "Kami juga akan membantumu, Nak. Tenanglah," sahut beberapa di antara mereka, tidak jadi membenci Bunga. Santos mereka gendong sementara Bunga sendiri mereka bopong beramai-ramai. Mereka mengantar Bunga ke rumahnya dan Aini memanggil Dokter pribadi. Sesampainya di rumah .... "Ahahahahaha ... Juan ... Kau nakal! Kak Bunga pasti sedang terluka di luaran sana," manja Aira, gemas menciumi wajah suaminya. "Apa peduli, Kita?! Biarkan saja Bunga terluka dan adiknya Santos menderita. Yang pasti!! Kau harus bahagia, Aira. Masalah sudah dibereskan dan Bunga ... " "Kenapa, Bunga?! Apa ada masalah?!" tekan Ibu Aini, saat sudah sampai di rumah Bunga dan kesal melihat tingkah laku mereka berdua. "Apa jangan-jangan ... Kau sengaja merebut Juan dari Bunga, Aira?! Sepertinya kau bahagia!! Terlebih ... setelah kakakmu menderita seperti ini dan pamanmu Baskoro m4ti," imbuh warga yang lainnya, membela Bunga. "Eh! Bukan seperti itu maksudku, Bu Sumi. Aku sedih memikirkan kondisi, Kakak. Astaga!! Kenapa bisa seperti ini, Kakak?! Apakah sudah lapor polisi?! Kenapa jadi seperti ini?!" Aira pura-pura prihatin dan memeriksa kondisi Bunga, air mata palsunya kembali keluar. "Bisakah minggir dulu?! Bunga mau masuk!! Lagipula ... kapan kau pergi?! Bukankah bilang akan ke kota setelah menikah?! Jangan-jangan ... halusinasimu saja!" cibir Bu Sumi, melotot tajam ke arah Aira. Bunga tersenyum menang ditatap Aira. Sengaja agar gadis itu mengeluarkan emosinya. "Sialan!! Bunga bangkai itu pasti sudah memprovokasi warga. Tak bisa dibiarkan!! Aku pasti akan membalas dendam!!" batin Aira, kejam. "Apakah suamimu begitu mencintaimu hingga membantu Bunga saja tidak mau?! Kenapa dia tidak keluar?! Bukankah dulu Bunga adalah calon istrinya?! Hanya karna video semu saja dia membatalkan pernikahannya dan malah menikah denganmu!! Apakah benar hanya karna video semu?! Video yang belum tentu terbukti benar atau tidaknya! Apakah jangan-jangan ... Kau sengaja menjalin cinta dengan Juan dan merebutnya dari Bunga. Aira Kusuma ... Kau punya jawaban?! Tapi sudahlah ... Kau gadis polos dan baik hati, bukan?! Sebaiknya cepat bawa Bunga ke dalam," Aini menyingkirkan Aira ke samping dan membawa Bunga ke dalam kamar, warga tampak heran Juan dan Aira makan-makan sementara Bunga dan Santos sendirian di jalan, terluka bagai sampah berserakan. "Ada drama apalagi ini?! Bunga membuat ulah lagi?!" Juan tidak sabar menemui warga setelah tadi saat bercinta dengan Aira, warga berbondong-bondong ke rumahnya. Aira menemui mereka sementara Juan pergi ke kamar merapikan pakaiannya yang berantakan. Untung Aira masih dicumbuu bagian d*da saja, kalau sampai bawah, malu dilihat mereka semua. "Drama pria bren9sek yang berpura-pura jadi korban padahal sebenarnya adalah dalang." Ibu Sumi entah kenapa sejak mendengar ucapan Bunga, sedikit terketuk hatinya, begitu juga dengan warga lain, bagi mereka, jika Bunga memang bersalah! Sudah pasti kabur meninggalkan desa, sementara sekarang!! Berusaha mencari kebenaran, membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Aira dan Juan tidak bisa apa-apa dihakimi warga, meski tidak terang-terangan, mereka tahu bahwa kali ini warga membela Bunga. Tidak semua warga desa memang, tapi setidaknya ... Bunga ada teman. Setelah Dokter datang, langsung mengobati Bunga dan membersihkan semua lukanya, disuntik obat anti nyeri, Santos juga diobati dan mulai membuka mata, tapi hal yang tidak terduga terjadi, Santos ketakutan dan berteriak tidak jelas hingga beberapa warga terpaksa keluar. Di tempat lain .... Laras yang kesal karna tidak diperhatikan Bhadra, keluar ruangan dan ingin melabrak Veronica, gadis itu yang tadi telah mencari perhatian calon suaminya, andai beneran tertarik pada Veronica, Laras akan meminta orang untuk melenyapkan Veronica dari dunia, cukup Bunga Anindya saja saingannya, jangan ada wanita lain lagi. "Kau!! Kemarilah!!" panggil Laras, pada Veronica yang kini tengah bekerja. "Saya?! Ada urusan apa?!" tanya Veronica, heran. "High heels saya kotor, bisakah kamu bersihkan?!" Laras tersenyum mengancam. "Ada petugas bagian kebersihan, biar saya panggil dulu," Veronica sangat terganggu. "Saya maunya kamu! Kenapa manggil orang lain?!" sinis Laras, ketus menatap Veronica. Veronica sendiri masih bimbang tidak percaya, harga dirinya merasa terhina. "Tapi ..." "Kamu tuli, ya?! Jika saya suruh bersihkan maka bersihkan!! Kalau tidak?! Calon suamiku Bhadra Bawika akan memecatmu!" ancam Laras, sengaja memberi pelajaran pada Veronica, gadis itu sudah terlalu lancang menggoda calon suaminya. "Oh, ya?! Apa Bhadra akan menurutimu?! Bukankah menikahimu saja belum mau?! Jangan sampai perutmu itu membesar dan jadi gunjingan orang, Nona," ejek Veronica, tidak takut pada calon istri kedua atasannya. "Lancang!! Berani memanggil Bhadra hanya dengan sebutan nama saja?! Cari mati!!" Larasati mendekati Veronica dan menampar wajahnya, tak cukup dengan itu, Laras yang juga tengah hamil juga menjambak rambut Veronica. "Aaakkhh ... sakit!! Huh!!" ganti Veronica yang menjambak rambut Larasati. "Ingatlah!! Jika berani mencari gara-gara denganku!! Maka anak dalam perutmu akan aku habisi!! Kau pikir kau siapa?! Nyonya?! Mimpi saja!! Jika beneran cinta, maka Bhadra akan langsung semangat memilihkan cincin pernikahan!! Sementara sekarang?! Hanya pelakor saja!! Jangan bangga!! Aku bukan Bunga Anindya yang bisa kau siksa batinnya. Paham?!" ancam Veronica, membuat pria di ujung ruangan lain dingin menatap keduanya. Takut disalahkan, Veronica pura-pura mengelus rambut Laras dan membersihkan high heelsnya. Heran melihat perubahan Veronica, Laras baru tahu bahwa Bhadra melihat dari ujung ruangan lain. "Dasar bermuka dua!" gerak Laras menginjakkan salah satu high heelsnya hingga menyakiti Veronica secara sengaja. "Maaf," kata yang sebenarnya ejekan, keluar dari mulut Laras, Veronica ingin membalas tapi tidak bisa berbuat apa-apa, Bhadra melihat keduanya. "Sialan!" seru Veronica, kesal. Dia meninggalkan Laras dan kembali sibuk dengan pekerjaannya, sementara Bhadra, hanya terhibur saja memperhatikan mereka berdua, terlebih! Bunga Lilyana baik-baik saja, gadis itu barusan memberi kabar padanya, Bhadra sedikit lega setelah tadi cemas bukan kepalang. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN