Adskhan bukannya tipe pemilih makanan. Makanan Korea, Jepang, Italy ataupun jenis makanan lainnya, ia bisa konsumsi dengan baik. Tapi kali ini. Bukan makanannya yang membuat ia tidak bisa menikmati, namun suasananya. Melihat Caliana dan si Uncle itu saling perhatian satu sama lain membuat selera makannya hilang. Semua makanan yang dimakan lahap oleh putrinya dan sahabatnya terasa hambar di mulut Adskhan.
Namun tanpa Adskhan sadari, ada dua pasang mata yang sejak tadi memperhatikan gerak-geriknya dan mencoba menahan senyumnya. Ya, tatapan itu berasal dari Carina dan juga pamannya.
"Saya sudah cukup lama mengenal Syaquilla.” Gilang mulai membuka suara. “Tapi ini baru pertama kalinya saya bertemu dengan Papanya Syaquilla." Lanjutnya dengan nada ramah. Namun Adskhan malah berdecih dalam hati. Pria itu tampaknya sedang berusaha bersikap sok akrab padanya.
"Iya, selama ini saya memang tinggal di Jakarta." Jawab Adskhan apa adanya. Si 'Uncle' tampak mengangguk pelan.
"Pantas kalau begitu.” Ucapnya lagi. “Mas nya kerja di Jakarta?" tanyanya datar.
"Sir Adskhan ini atasannya Ana, Bang." Jawab Caliana santai. Si 'Uncle' itu lagi-lagi mengangguk.
Namun berbeda dengan Caliana yang menanggapinya dengan santai. Adskhan justru merasa tak nyaman mendengarnya. Atasan? Ya Adskhan memang atasan, tapi bisakah Adskhan meminta posisinya lebih dari sekedar atasan? Bisakah statusnya diganti?
Adskhan terdiam. Memangnya posisi apa yang dia inginkan? Status apa yang pantas untuknya? Papanya keponakan? Atau tetangga satu komplek? Adskhan kesal sendiri. Dia merasa tak bisa mengontrol dirinya seperti biasa. Ya Tuhan, dia kenapa? Apa dia sedang mengalami puber kedua?
"Saya titip Caliana ya, Sir." Ucap si 'Uncle' lagi. Titip? Memangnya Adskhan tempat penitipan barang? Dengusnya dalam hati. "Dia emang kelihatannya petakilan, tapi kerjaannya saya rasa oke. Kami bukan orang yang setengah-setengah kalau bekerja." Lanjutnya lagi.
Apa maksudnya pria itu dengan mengatakan 'kami'. Umpatnya dalam diam. Kenapa bukannya 'saya dan dia'? Ya ampuunnn... Apa sekarang Adskhan juga beralih profesi jadi guru bahasa?
"Saya tidak secara langsung membawahi Caliana.” Jawab Adskhan dengan intonasi sedatar mungkin. “Tapi bisa saya pastikan kalau kinerja Caliana selama ini memang bagus." Puji Adskhan tulus. Ya, selama atasan Caliana tidak mengeluhkan Caliana, berati kinerja gadis itu memang bagus, kan?
"Oh," gumam si 'Uncle'. "Apa jabatan Sir ini setara dengan Lucas?" Tanya si 'Uncle' lagi.
Lucas? Mendadak Adskhan mengernyit bingung. Pria itu juga mengenal Lucas? Lantas kenapa sepupunya itu tidak mengatakan padanya kalau Caliana sedang dekat dengan seseorang padahal sepupunya itu tahu maksud lain keberadaannya di Bandung? Sial! Lucas sedang mengerjainya atau memang sepupunya itu sedang berpura-pura bodoh?
"Sir Adskhan ini, Big Boss. Abang." Terdengar jawaban dari Caliana. Yang membuat Adskhan malah semakin kesal. Bukan karena Caliana memberitahukan si ‘Uncle’ tentang posisinya sebagai bos besar. Melainkan mendengar gadis itu memanggil si ‘Uncle’ dengan nada yang terdengar manja di telinga Adskhan.
Adskhan memandang keduanya. Seandainya ia tidak menginginkan Caliana, ia yakin kalau ia dan si ‘Uncle’ ini bisa berteman baik. Karena mau tidak mau, si ‘Uncle’ ini tampak benar-benar sopan dan ramah.
"Waaahhh..." Mata pria itu melebar mendengar jawaban Caliana. "Kaya dong." Ujaran itu membuat Adskhan kembali pada pembicaraan semula. "Kenapa gak bilang dari tadi?" Tanyanya pada Caliana. "Tapi, emang gak apa-apa ya, ada Big Boss main ke rumah anak buah? Toh posisi kamu di kantor bukan posisi petinggi kan, Na?" tanya si ‘Uncle’ lagi dengan mimik penasaran. Caliana menggeleng. Lalu tatapan tajam si 'Uncle' mengarah padanya. "Ada apa ini sebenarnya diantara kalian? Jangan-jangan..." kalimat menggantung itu jelas sekali bernada curiga.
"Jangan-jangan apa Abang? Gak usah lebay, please deh." Caliana memutar bola mata.
Adskhan kembali mengerutkan dahi. Apa ini? Perbincangan keduanya rancu. Adskhan memandang dua remaja yang duduk di sisi lain meja. sepertinya keduanya tidak memperhatikan percakapan para orang dewasa, karena keduanya tampak asyik dengan tema pembicaraan mereka sendiri.
"Ya kali, ada cerita romansa di kantor." Jawab si 'Uncle' lagi. Adskhan kembali mengalihkan perhatiannya pada si 'Uncle'. Pria itu menuduh Caliana punya romansa kantor. Dengan siapa? Dengannya? Tentu saja ia akan suka sekali seandainya hal itu memang benar-benar terjadi. Tapi kenapa wajah oria itu tidak sedikitpun menunjukkan kesan cemburu? Apa Adskhan tidak salah melihat kalau ekspresi pria itu kini terkesan geli atau mengejek?
Bukankah seharusnya dia marah? Bukannya seharusnya pria itu merasa dicurangi?
"Sorry, ya. Ana bukan tipe cewek penganut secret relationship sama temen sekantor." Jawab Caliana datar. Gadis itu bahkan terlihat tanpa bebas sama sekali.
Si ‘Uncle’ mengernyit. Memandang Adskhan ingin tahu. "Emangnya di kantor kalian hubungan sesama rekan kantor gak diperbolehkan? Semacam kebijakan perusahaan, gitu?" Tanya si 'Uncle' lagi seraya menyuapkan potongan daging yang sudah matang ke mulut.
"Dilarang atau enggak, Ana udah negasin sama diri Ana sendiri kalau romansa di kantor itu gak pantas." Jawab Caliana tegas. "Bukan gak pantas sih sebenernya, cuma takut efek sampingnya aja." Imbuhnya. "Emangnya Abang, playboy. Asal ada cewek bilang suka, maen iya-in aja. Abis itu putus trus ceweknya maen cemberut-cemberutan? Seharusnya di RS dibikin larangan kalo sesama karyawan tak boleh ada romansa." Si 'Uncle' malah mengacak rambut Caliana.
Apa-apaan ini? Kenapa keduanya saling membahas romansa kantor? RS? Memangnya pria itu bekerja sebagai apa? Perawat? Dokter?
"Emang Uncle punya cewek di RS?" Tanya Carina dengan mulut penuhnya. "Siapa Uncle? Dokter? Perawat? Cantik?"
Si 'Uncle' mengangkat bahu. "Uncle itu cowok tampan nan rupawan, pasti banyak yang suka. Tapi maap-maap nih, Uncle masih cowok pemilih. Itan kalian aja yang nuduh sembarangan."
Carina memandang si 'Uncle' dengan sudut matanya. Ada kilat tak percaya disana. "Kok Carin gak yakin?" Decihnya. "Sekali-kali Carin intipin Uncle di RS." Ancamnya.
"Yakin?” tantang si ‘Uncle’ dengan sebelah alis terangkat. “Di RS banyak darah loh." Godanya. Seketika Carina tampak bergidik ngeri.
"Ya entar, Carina ke RS nya kalo Uncle udah bersih." Jawabnya polos. Si 'Uncle' hanya tertawa.
"Anak kecil mah sekolah aja yang bener. Gak usah urusin hidup Uncle." Jawabnya lagi. Obrolan mereka sejenak terhenti ketika ada nada dering ponsel.
Adskhan merogoh ponselnya dan melihat nama Lucas disana. Ia berdiri dan pamit untuk mengangkat telepon. Sejenak menjauh dari keanehan yang sejak tadi coba dicernanya.
"Ya!” jawabnya dengan kesal. Bukan hanya pada keadaan, tapi ia juga kesal pada Lucas yang tampaknya sedang menyembunyikan kenyataan.
"Sepupu, kamu dimana?" Tanya Lucas di seberang sana.
"Kenapa?" tanyanya masih dengan nada ketus. Ia berjalan ke area luar rumah Caliana. Memilih untuk menyalakan sebatang rokok disana.
"Kamu gak mau tahu apa yang terjadi disini?” tanya Lucas penasaran.
“Gak. Gak penasaran juga.” Jawabnya masih ketus.
“Kenapa sih? Lagi PMS?” ejek Lucas. “Kamu dimana, Sepupu?” tanyanya lagi. Adskhan menyalakan pemantik dengan sebelah tangan dan menghirup rokoknya kemudian membuang asapnya perlahan.
"Aku di tempat Caliana. Qilla tadi minta dibelikan makanan." Jawabnya jujur. Lucas tidak berkomentar.
"Kenapa gak diajak makan diluar? Makan malam di resto hotel berbintang, gitu. Kamu bisa sekalian pamer sama Caliana." Jawab Lucas lagi.
"Memang hal itu bakal berefek sama dia?" Adskhan mendengus. Lalu tiba-tiba sebuah nama terlintas di pikirannya. "Luke," ucapnya ragu.
"Hmm?"
"Kenapa kamu gak bilang kalo Caliana punya pacar?" Tanya Adskhan tanpa basa-basi lagi.
"Pacar?” ada sejenak jeda sebelum Lucas kembali melanjutnya. “Ana gak punya pacar." Jawab Lucas dengan nada bingung.
“Jangan bohong, Luke. Atau kamu memang sengaja berniat menjahiliku?” tanya Adskhan tak suka.
Lucas kembali terdiam. "Memangnya disana ada siapa? Cowok?" ia balik bertanya.
"Hmm.." jawab Adskhan pelan, namun masih bisa didengar jelas oleh sepupunya itu.
"Ganteng, tinggi, putih, rambutnya hitam?" Tanya Lucas lagi. Adskhan tanpa sadar mengangguk. Kesal sendiri karena sepupunya itu lebih terdengar memuji saingannya. "Kalian gak kenalan emang?" tanya sepupunya lagi.
"Gak. Gak sempet atau emang gak mau dikenalin. Cowok itu kayaknya juga deket sama Qilla sama Carina." Jawab Adskhan masih dengan nada kesal.
Ia mendengar Lucas tersedak dikejauhan sana. Entah sepupunya memang tersedak atau sedang menahan tawa mengejeknya. "Ya iyalah mereka deket. Deket banget sampe lengket kayak lem tikus.” Jawab Lucas lagi. “Emang beneran kamu gak kenalan sama dia, Sepupu? Gak aneh gitu lihat mereka berdua? Gak nyadarin sesuatu gitu?" Lucas balik memberinya rentetan pertanyaan.
Aneh? Tanya Adskhan dalam hati. Aneh bukan kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Tapi cemburu. Kesal. Marah. Itu kata yang lebih cocok untuknya saat ini.
Adskhan kembali mengisap rokoknya dan membuang asapnya dengan perlahan.
Sudahlah, ia sudah bingung dengan pertanyaan yang ada di kepalanya sendiri dan perasaan dongkol yang bercokol di dadanya. Kenapa sepupunya malah menambah kepusingannya. "Luke," Adskhan memijat pelipisnya dengan dua jari yang terselip batang rokok. "Jawab saja pertanyaanku." Ucapnya kesal.
"Kamu cemburu sama cowok itu?" Bukannya menjawab, Lucas malah kembali bertanya.
"Lucas Reynard Levent!" Geram Adskhan kesal.
Terdengar suara batuk pelan. Baiklah, sepupunya jelas sedang menyamarkan tawa di seberang sana. "Oke oke, Sepupu. Santai.” Ucap Lucas dengan nada membujuk. “Nama pria itu Gilang Hammam Putra. Dia baru lulus kuliah kedokteran. Kalau gak salah saat ini dia residen di rumah sakit ternama di Bandung." Adskhan mengangguk pelan.
Gilang Hammam Putra. Baiklah, akhirnya ia tahu nama si 'Uncle' itu. "Jadi?" Tanya Adskhan lagi.
"Jadi apa?" Lucas balik bertanya bingung.
Adskhan menggertakkan giginya karena kesal. "Jadi sejak kapan mereka berhubungan?" geramnya kesal. Kenapa sepupunya malah terus bertele-tele.
"Sejak bayi, kayaknya." Jawab Lucas, kembali dengan suara batuk yang Adskhan tahu adalah tawa yang coba sepupunya itu tahan.
"Jawab aku dengan benar, Lucas!" perintah Adskhan kesal.
Lucas pada akhirnya tertawa keras diseberang sana. "Ayolah, Sepupu. Masa kamu gak sadar sih? Kamu beneran gak merhatiin?" sepupunya itu kembali bertanya. Tidak ada jawaban dari Adskhan. "Mereka itu kembar, Adskhan." Jawab Lucas akhirnya.
Adskhan menjauhkan ponselnya. Menatap benda pipih di tangannya dengan curiga. Seandainya saja itu sebuah panggilan video, ia akan tahu apakah sepupunya itu sedang bergurau atau tidak. Tapi jelas itu sambungan telepon biasa. Jadi Adskhan tidak bisa melihat ekspresi sepupuny.
Apa ia salah dengar? Tanyanya dalam hati. mendekatkan kembali ponsel ke telinganya. "Jangan bercanda, Luke. Mereka terlihat mesra." Jawabnya kesal.
"Adskhan. Mungkin itulah yang disebut indahnya hubungan persaudaraan. Atau begitukah kemesraan antar saudara?” ia balik bertanya tak yakin. Baiklah, ia ataupun Lucas sama-sama merupakan anak tunggal, jadi mereka tidak tahu seperti apa rasanya hubungan adik-kakak sekandung yang semestinya. Karena hubungannya dengan Lucas, meskipun dekat tapi tentu tak akan sedekat saudara sekandung.
"Sial!" umpat Adskhan pelan. Lucas pada akhirnya tak lagi menahan tawanya. Enggan menanggapinya. Adskhan memilih menutup sambungan telepon. Membuang puntung rokok dan menginjaknya dengan kasar.
___________________
Udah Mimin dobel nih,,, siapa yang masih belum masukin cerita ini ke library hayooooo