Part 17

2416 Kata
Sabtu pagi Carina dan Syaquilla sudah merecoki Caliana dengan rangkaian rencana mereka. "Pokoknya kita beli tiket dulu, habis itu makan siang, nonton, ke toko buku, abis itu baru Itan boleh ke cafe ngunjungin Om Yudhis." Carina mendetailkan rencananya. Caliana yang sedang menjemur pakaian hanya bisa memutar bola matanya. "Pokoknya hari ini, kita peras Papa kamu, La." Keponakannya itu memandang Syaquilla dengan semangat menggebu. Anehnya, bukannya marah, Syaquilla malah ikut-ikutan mengangguk antusias. "Kalian ini, ngomong terus. Itan pusing tahu. Lagian ini baru jam berapa? Kalian aja belum gosok gigi. Belum sarapan. Belum mandi." Gerutunya yang kemudian turun kembali ke lantai satu di area belakang rumahnya. Letak tempat menjemur Caliana memang ada di halaman belakang rumah. Dibuat khusus berdampingan dengan penampungan air yang sudah dipasangi kanopi juga. Jadi tidak takut kehujanan meskipun Caliana sedang tidak berada di rumah. "Carin mau sarapan bubur ayam yang di depan komplek, Tan." Pintanya. "Hmm..” Jawab Caliana datar. “Gosok gigi dulu, bawa jaket, baru kita kesana.” Istruksi Caliana. Mereka bertiga berjalan beriringan menuju bagian depan komplek perumahan Carina. Masih dengan piyama dan hanya mengenakan sandal capit. Setelah selesai dengan bubur ayamnya. Kedua remaja itu tampak masih belum kenyang. Mereka kembali membeli makanan yang dijual dalam roda-roda. Carina membeli seporsi cilok, makanan yang terbuat dari tepung tapioka yang diolah berbentuk bulat-bulat yang dilumuri saus kacang. Lalu cimol, yang juga berbahan sama namun dimasak dengan cara digoreng yang Carina bumbui dengan bubuk keju, bubuk cabai dan penyedap rasa. Sementara Syaquilla membeli pisang keju dan juga jasuke—jagung s**u keju—yang dimasukkan kedalam cup plastik. Setelah puas dengan jajanan mereka. Ketiganya kembali ke rumah. Caliana memilih untuk masuk ke dalam, sementara kedua remaja itu asyik dengan makanan mereka di teras depan. "Papa kamu, jam berapa mau jemput?" Carina memandang sahabatnya dengan mulut penuh. "Belum dihubungin sih. Bagusnya jemput jam berapa?" Syaquilla balik menanyakan pendapat sahabatnya. "Semisal jam 9, bakal kepagian gak?" Carina melirik jam ponselnya yang menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. "Gak tahu. Aku coba chat aja ya?" Tanya Syaquilla. Carina mengangguk. Syaquilla langsung mengirim pesan pada ayahnya. Bertanya apa dia sudah bangun atau belum. Tapi pesannya hanya tersampaikan. Tidak dibaca. "Kayaknya masih tidur. Ntar aku coba hubungin lagi." Jawabnya. Carina mengangguk. Pukul delapan pagi, Carina dan Syaquilla yang masih asyik nongkrong di teras depan kembali mencoba menghubungi Adskhan. Kali ini dengan melakukan Video Call. Dering ketiga, panggilan tersebut diangkat. Sayangnya bukan papanya yang mengangkat panggilan itu. Melainkan wanita yang sebelumnya merasa menjadi nyonya rumah di tempat Adskhan. "Kenapa yang menjawab tante?" Tanya Syaquilla dengan nada lirih namun jelas tampak tak suka. "Papa kamu di kamar mandi. Hapenya bunyi, jadi tante jawab." Jawab wanita di seberang sana dengan sikap tak bersalah. "Mau titip pesen? Nanti tante sampaikan." Jawab wanita itu lagi. Syaquilla melirik Carina. Carina hanya mengangkat bahu. "Tolong tanyain sama Papa. Kalo jemput Qilla jam 9 bakal kepagian gak?" "Jemput? Memang kalian mau kemana? Papa kamu udah ada janji mau jalan-jalan ke Mall bareng tante. Jadi kayaknya gak bisa jemput kamu." What? Carina memandang Syaquilla dengan tatapan marahnya. Namun Syaquilla hanya menjawab pasrah. "Oh, ya udah kalo gitu." Dan tanpa basa-basi Syaquilla menutup sambungan video call nya. "La. Kamu gak bisa gitu. Mestinya kamu marahin dia. Dia gak berhak bilang kayak gitu. Papa kamu udah punya janji sama kamu lebih dulu. Dan kamu anaknya. Kamu harus jadi prioritasnya. Gak boleh dia ingkar janji, apalagi lebih milih sama cewek genit itu." ucap Carina dengan kesal. "Ya udah, Rin. Mau gimana lagi. Mungkin emang Papa lupa kalo dia ada janji sama tante itu sebelumnya." Jawab Syaquilla lagi. namun jelas wajahnya menunjukkan kalau dia kecewa. Ini untuk pertama kalinya selama tiga belas tahun ini papanya mengatakan bersedia jalan-jalan bersamanya. Dan sekarang papanya melanggar janji tanpa bicara apa-apa. Syaquilla jelas kecewa. Namun ia merasa sudah biasa. Toh selama ini dia memang tidak di prioritaskan oleh ayahnya. Carina merangkul bahu sahabatnya itu. Menusuk cilok dalam plastik dan menyuapkannya ke mulut sahabatnya. "Ya udah, gak usah sedih. Kan ada Itan. Aku sewain dia sama kamu deh." Bujuknya yang pada akhirnya membuat Syaquilla terkekeh. "Emangnya Itan itu boneka. Bisa kamu pinjemin, trus nanti kamu ambil lagi, gitu?" "Anggap aja kayak gitu." Jawab Carina santai. "Mendingan sekarang kita mandi, dandan yang cantik. Siapa tahu di jalan nanti ketemu om-om yang mau adopsi kamu jadi anaknya. Atau ketemu cowok ganteng yang mau jadiin kita ceweknya." Ujarnya yang membuat Syaquilla kembali cekikikan. "Ih, Carin. Masih kecil juga. Udah mau punya cowok." "Syaquilla sayang, masa kamu mau kalah sama anak SD.” Sanggah Carina. “Anak SD jaman now aja udah kayak truk, gandengan. Manggil pacar nya Mama-Papa, Ayah-Bunda. Kita juga yang udah naik level mesti udah lebih dari mereka donk." "Apanya yang lebih dari mereka?" Caliana muncul dari dalam, memandang kedua remaja itu bergantian. "Ini udah jam berapa. Katanya mau kesana kemari, tapi itu piyama buluk masih juga belum diganti." Caliana geleng-geleng kepala. Carina dan Syaquilla hanya nyengir saja. "Papanya Qilla gak jadi jemput, Tan. Ada janji sama tante Anas." Umum Carina pada tantenya. Mendengar nama yang tak biasa membuat Caliana mengernyitkan dahi. "Anas?” tanyanya bingung. “Cewek namanya Anas?" Caliana mengerutkan dahi. "Anastasia." Ralat Syaquilla. "Oh." Jawabnya Caliana datar. "Itan kenal?" tanya Carina penasaran. Caliana menggeleng. "Gak kenal, cuma tahu aja orangnya." Jawabnya jujur. "Ya udah, trus kenapa? Kan biasanya juga kalian morotin Itan. Sekarang apa bedanya. Kalo emang mau ditraktir sama papanya Qilla. Nanti struk belanja, nonton sama makannya kasihin sama Papanya Qilla. Udah, finish. Akhir cerita. Simple. Anak kecil gak usah ikut ngeribetin urusan orang tua." Lanjut Caliana dengan santainya. Mendorong kedua remaja itu untuk masuk ke dalam rumah supaya bisa berganti pakaian secepatnya. Akhirnya pukul setengah sepuluh pagi mereka sudah berada di area Ciwalk, Bandung. Niatan awal yang hendak berkunjung ke area TSM kini berubah haluan. Caliana hanya mengikuti saja ketika kedua remaja di hadapannya malah pergi berkunjung ke area perbelanjaan kosmetik dan fashion Korea. Dasar anak zaman now. Gerutu Caliana. Namun ia tidak menolak dan hanya mengikuti kemanapun mereka pergi. Kedua remaja itu terus menerus keluar masuk outlet. Mencoba beberapa barang, memasukkannya ke keranjang belanja dan menyerahkannya pada Caliana pada saat waktunya membayar. Caliana hanya bisa memutar kedua bola matanya. Beristirahat sejenak untuk menunaikan salat duhur di bagian belakang area. Mereka kemudian melanjutkannya dengan makan siang di area depan Ciwalk. Dimana banyak outlet yang menyediakan berbagai makanan. Mulai dari makanan ringan yang manis. Sampai makanan berat. Dan sepertinya kedua bocah itu memiliki perut karet. Karena mereka suka sekali mencoba berbagai makanan yang ada. Menjajal satu outlet ke outlet lainnya. Mereka berakhir di area luar sebuah kedai kopi. Belanjaan mereka yang seabreg mereka letakkan di sisi kiri-kanan kursi yang mereka tempati. Sebelum mereka akhirnya mulai makan. "Papa kamu gak ada nelepon?" Carina bertanya ingin tahu. Syaquilla yang hendak menyeruput Choco Boba nya melirik Carina. Kemudian ia merogoh ponselnya dan matanya kemudian terbelalak. Ia menunjukkan ponselnya pada Carina. "Waaaw..." Carina tampak terpukau. Ada belasan panggilan suara dan video call dari "Papa". "Telepon balik, gih." Perintahnya. Syaquilla mengangguk dan mendial nomor papanya dengan video call. "Assalamualaikum." Ucap gadis itu lirih. "Waalaikumsalam. Qilla kamu dimana? Papa ke tempat Caliana tapi kalian gak ada." Seru papanya dengan nada tak suka. "Qilla udah di Ciwalk, Pa." Jawab Syaquilla jujur. Gadis itu mengganti arah kamera menjadi kamera belakang sehingga Adskhan bisa melihat pemandangan di hadapan Syaquilla. Dahinya sedikit mengernyit ketika melihat sosok Caliana. Gadis yang mengenakan dress siffon Heringbon berwarna navy-putih sepanjang lutut dengan lengan pendek dan leher berbentuk V sehingga bisa menunjukkan bagian leher dan sedikit tulang selangka nya. Rambut panjang hitamnya dibiarkan tergerai indah. Tampak menggoda, dan cantik meskipun sederhana. "Kenapa kalian pergi gak bilang Papa?" Gerutu Adskhan, berusaha mengalihkan perhatiannya dari Caliana. Carina mendekati wajah Syaquilla hingga kini wajahnya ada di sudut kecil layar. "Kita udah nelepon Om tadi. Cuma yang ngangkatnya pacar Om. Dia bilang kalian punya janji. Jadi kita pergi sendiri." "Kapan? Pacar? Siapa?" Tanya Adskhan bingung. "Itu, yang kemaren ada di rumah Om." Jawab Carina lagi. "Dia bukan pacar Om!" Terdengar Adskhan mengelak dengan suara lantang. "Dan Om gak punya janji apa-apa sama dia. Kalian masih lama di Ciwalk? Om kesana sekarang." "Kita mau udahan di Ciwalk, Pa." Jawab Syaquilla. "Habis makan kita mau ke toko buku." "Toko buku mana?" "Ke TSM, Pa. Tadi kan belum sempet nonton. Sekalian beli buku sama nganterin Itan." "Ya udah, ketemuan disana aja. Jam berapa?" "Mungkin se jam lagi." Jawab Syaquilla lagi. Akhirnya setelah janjian. Video call ditutup. Benar saja. Satu jam kemudian mereka sudah berada di area parkir TSM. Syaquilla celingukan, mencari Papanya yang ia harap akan menunggu di area parkiran. Tapi mungkin papanya memilih area parkir yang berbeda. Mereka masuk menuju resto milik Caliana yang berada di lantai dua. Seperti biasa, Caliana akan sibuk dengan Yudhis. Dan Carina serta Syaquilla akan memilih pergi ke lantai tiga dimana XXI berada sebelum turun ke lantai satu menuju ke Gramedia. Tepat saat Syaquilla dan Carina hendak mengantri untuk membeli tiket, ponsel Syaquilla yang sejak tadi digenggam bergetar. "Dimana? Papa udah di TSM." "Qilla di bioskop, Pa. Lantai tiga." "Tunggu sebentar. Papa kesana." Menunggu sekitar lima menit. Sosok pria mengenakan kaos Polo putih dengan celana jeans warna hitam datang memasuki area XXI. Jangan lebay seperti di novel-novel kalau kedatangan Adskhan akan menuai banyak perhatian. Membuat para wanita menganga dan mengagumi ketampanannya. Tidak seperti itu. Meskipun memang sebagian wanita lajang tampak menoleh dua kali atau curi-curi pandang. Syaquilla melambaikan tangan, memanggil ayahnya supaya mendekat ke arahnya. "Kalian cuma berdua?" Tanya pria itu heran. Carina dan Syaquilla mengangguk. "Caliana kemana?" "Itan lagi ada urusan di lantai dua. Kita udah biasa kok." Jawab Carina. "Om mau nonton film juga? Kalo mau, biar pesen tiketnya sekalian." "Pesen aja." Jawab Adskhan. Pria itu meraih dompetnya dan memberikan kartu kredit ke arah Syaquilla. Bukannya memasuki antrian, Carina malah meraih ponselnya. Dengan sengaja gadis itu menyalakan loudspeaker nya. "Itan, kita mau pesen tiket. Itan mau nonton juga?" "Biasanya juga berdua. Itan sibuk. Kalian aja." "Kasihan dong Om Adskhan sendirian." "Memangnya Papa Qilla jadi dateng?" Jawab Caliana dengan suara krasak krusuk di seberang sana. "Jadi. Ini ada di depan kita. Masa iya Om Adskhan dianggurin. Kasihan.." bujuknya. Syaquilla memandang Carina yang kini tengah memelas dengan lucunya. "Itan baru aja mulai, Rin. Kalo mau ambil jadwal yang selanjutnya." "Ok. Bisa diatur." Jawab Carina lagi. Kemudian gadis itu menutup panggilannya. "Gak papa kan Om, agak lamaan? Soalnya Itan baru mulai katanya. Biasanya sejam atau dua jam baru beres. Kalo Om mau sekarang, kita pesen tiket sekarang." "Emang Caliana ngapain dulu?" Tanya Adskhan penasaran. "Di bawah, nemenin Om Yudhis kerja." Jawab Carina lagi. Adskhan tampak mengerutkan dahi. "Sabtu sama Minggu emang Itan biasanya ngabisin waktunya sama Om Yudhis. Iya kan, La?" Carina menoleh, Syaquilla mengangguk. Adskhan terdiam. Siapa lagi Yudhis? Kemarin Uncle yang ternyata kakak kembar gadis itu. Dan sekarang? Yudhis? Apa kali ini pria yang dipanggil Yudhis benar-benar pacarnya? "Ya udah, pesen tiket buat penayangan nanti. Habis itu Om temenin kalian. Kan janjinya juga gitu." Carina dan Syaquilla saling tatap. Kemudian bersorak gembira. Keduanya memasuki antrian sementara Adskhan memilih menunggu di sofa yang ada di pojok ruangan. Karena weekend, sepanjang matanya melihat memang dipenuhi pasangan muda-mudi di area bioskop. Adskhan risih sendiri karena ia tidak biasa berada di tempat seperti ini. Mengingat usianya yang tidak muda lagi, belum lagi tempat seperti bioskop dianggapnya bukan tempat yang tepat baginya. Mungkin cafe masih memenuhi standarnya. Tapi bioskop? Jelas itu tempat yang diperuntukkan bagi kaum muda-mudi. Seperti halnya anaknya dan juga Caliana. Ya, Caliana memang masih masuk dalam kategori anak muda. Gadis itu bahkan belum memasuki usia 30. Carina dan Syaquilla sudah kembali dengan empat tiket di tangan. Tak menunggu mereka mendekat. Adskhan berjalan menuju mereka sehingga mereka bisa lebih cepat menuju pintu keluar. Mereka kemudian turun menggunakan eskalator. Gramedia kebetulan berada di lantai satu. Tapi sebelum melanjutkan menaiki eskalator ke lantai satu, Carina mengajaknya ke sebuah tenant makanan khas Korea. "Beli minum dulu, Om. Haus." Kata gadis itu. Adskhan hanya mengekori. Carina memesan Matcha Original sementara Syaquilla memesan Matcha Latte disamakan dengan Adskhan. Restoran itu juga tampak penuh dengan kalangan muda-mudi sama halnya seperti bioskop. Meskipun ada beberapa meja yang diisi oleh sekelompok keluarga. Lalu kemudian, gadis yang mengenakan dress siffon itu tampak olehnya. Keluar tepat dari area dapur bersamaan dengan seorang pria tampan bertubuh tegap dan gagah. Rambutnya yang tadi tergerai kini sudah digelung di atas kepala dengan menggunakan benda hitam yang Adskhan perkirakan adalah sebuah sumpit. "Itan!" Pekikan Carina membuat gadis cantik itu menoleh. "Kenapa kalian kesini? Bukannya mau ke Gramed?" "Haus." Jawab Carina. Caliana hanya menganggukkan kepala. "Om Yudhis, makin lama makin ganteng aja." Puji Carina dengan gaya genitnya. Yudhis mengangkat alis sebelum tergelak. "Om tunggu kamu, sepuluh tahun lagi. Gimana?" Tawar pria tampan itu. Carina mendelik. "Ogah, ketuaan." Tolaknya singkat, membuat Yudhis tertawa lebar. "Hmm,, jadi gitu." Godanya. Pria itu kemudian menepuk bahu Caliana. "Aku tunggu di ruangan ya. Ke belakang dulu bentar." Ucapnya yang dibalas anggukan Caliana. Seperginya Yudhis, Caliana memusatkan perhatiannya pada Carina dan Syaquilla. "Bentar lagi ashar, jangan kebablasan di Gramed." Perintahnya. Ia menoleh pada Adskhan. "Saya titip mereka, Sir. Jangan sampai mereka ngikutin cowok cakep. Nanti malah ada masalah." Ujarnya. Adskhan hanya menatapnya tak mengerti. "Kamu, jangan lagi bikin masalah kayak tempo lalu ya. Ngintilin pacar orang. Kalo mau beli buku, beli aja. Tapi jangan bikin masalah." Perintahnya. Carina hanya cemberut, tapi tak bisa mengelak. Setelahnya Caliana pamit, menuju ruangan yang tadi Yudhis masuki. Adskhan menatap putrinya dan sahabat putrinya bergantian. Syaquilla hanya memggelengkan kepala seraya menahan tawa. Sementara Carina tampak memerah malu. "Carina pernah ngintilin cowok ganteng waktu di toko buku, itu udah lama kok Om." Jawab Carina dengan mimik malu. "Salahin cowoknya, wajahnya ganteng kayak oppa-oppa Korea. Udah gitu Itan juga salah, biarin Carina pergi gitu aja. Kan Carina cari kesempatan dalam kesempitan. Eh taunya tuh cowok datang sama ceweknya, gak suka lah dia sama Carin. Jadi ya gitu, udah gak usah dibahas." Jawabnya tak mau kalah. Adskhan hanya bisa geleng-geleng kepala. Bocah satu ini memang aneh bin ajaib.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN