Part 18

2252 Kata
Mimin up duluan sebelum ditagih ?? _________________________ Ia membawa dua gadis remaja itu meninggalkan resto Caliana. Sengaja menjadikan dirinya sendiri penjaga dengan berjalan di belakang keduanya. Dua remaja itu berjalan sambil memainkan ponsel di hadapannya. Meskipun Adskhan menegurnya, keduanya tidak mendengarkan. Keduanya langsung berjalan menuju area komik dan novel. Adskhan sendiri merasa perlu memantau keduanya, takutnya mereka mengambil bacaan berbau dewasa. Saat Adskhan tengah melihat sebuah buku bergenre thriller karangan Dan Brown. Tiba-tiba saja Adskhan mendengar keduanya bicara. "Om Yudhis ganteng, kan?" Bisik Carina yang masih bisa didengar Adskhan. Adskhan mengerutkan dahi. "Dia itu udah dari dulu suka sama Itan. Menurut kamu keduanya cocok gak?" "Cocok-cocok aja. Itan juga kan lagi jomblo." Terdengar Syaquilla menyetujui sahabatnya. Adskhan mengerutkan dahinya semakin dalam karena tak suka. "Iya. Mana Oma terus-terusan maksa Itan cepet nikah. Kayaknya sih, kalo sekarang siapa cepat dia dapat." Lanjut Carina lagi. "Maksudnya?" Syaquilla terdengar bingung. "Siapa yang cepet ngedeketin Itan, dia yang bakalan dapet Itan. Oma gak mau Itan sendiri lama-lama. Katanya, Itan udah cocok punya anak di usianya sekarang. Dulu pas Oma seumuran Itan, dia udah punya Papa sama Om Fathur. Jadi Oma juga maunya Itan udah nikah." "Emangnya Itan gak punya calon?" "Setahu aku sih enggak. Padahal temen-temennya Uncle juga banyak yang mau. Tapi Itannya nolak mulu. Padahal ada tuh dokter ganteng yang suka sama Itan. Kalo gak salah namanya Dokter Aathaf. Wajahnya kayak orang Arab atau India gitu. Tapi Itannya masih aja gak mau." "Kalo sama Om Yudhis?" "Kayaknya kalo sama dia, Itan mau. Eh tapi, Om Lucas juga kan katanya suka sama Itan? Trus Uncle kamu tuh, siapa?" "Erhan?" "Hu'uh. Dia juga suka kan, sama Itan?" Syaquilla mengangguk. "Jodohin sama salah satunya aja. Jadi kita bisa sodaraan nantinya." Saran Carina. Syaquilla hanya mengangguk antusias. Sebelum akhirnya Adskhan berdeham. "Om Lucas itu udah punya cewek. Uncle Erhan itu playboy. Mau kamu kalo Itan kamu jadian sama mereka berdua?" Adskhan menatap Carina dengan tajam. Carina balik memandang Adskhan dengan tatapan datar. "Ya, baru juga cewek, Om. Besok lusa bisa putus. Lah kalo playboy, ya gampang lah. Bisa diatur. Lama-lama dia juga bakalan dibikin tobat sama kelakuannya Itan." "Kenapa harus mereka berdua? Memangnya gak ada cowok yang lain?" tanya Adskhan dengan nada tak suka. "Ada sih Om. Kan ada Om Yudhis, Dokter Aathaf, trus.." "Kenapa gak cari yang lain?" Sanggah Adskhan sebelum Carina mengabsen satu persatu pria yang mendaftarkan diri jadi calon Caliana. "Carina sih lagi nyari info, mungkin ada cowok di kantornya Itan yang lagi pedekate sama Itan. Cuma kan Carina di bawah umur, jadi gak bisa bebas mengintai." "Bukan gitu maksud Om." Adskhan menggeram kesal. "Kan tadi kamu bilang mau sodaraan sama Qilla. Kenapa gak cari yang lain selain Erhan sama Lucas?" Carina menoleh pada Syaquilla. "Kamu punya Om yang lain selain yang dua itu?" Syaquilla mengerutkan dahinya, mencoba mengingat. "Paling Om sepupu. Sodaranya Papa sama Uncle-Uncle." Jawabnya polos. Adskhan lagi-lagi menggeram. "Carina! Syaquilla! Lihat sini!" Perintahnya. Kedua telunjuk pria itu mengarah ke dadanya. Kedua remaja itu menoleh pada Adskhan. "Om!" Ia memandang Carina tajam. "Maksud Om, kenapa kamu gak coba comblangin Om sama Itan?" Syaquilla tampak menahan tawa. Carina berusaha tampak serius. "Om suka sama Itan?" Tanyanya sok polos. Adskhan mengangguk. "Tapi Itan kelihatannya gak suka sama Om, Carina juga." Lanjutnya. Adskhan mengerutkan dahi. "Maksudnya?" tanya Adskhan bingung. "Om Lucas punya cewek, Carin tahu. Uncle Erhan itu playboy, Carin juga tahu. Tapi Om itu gabungan Om Lucas sama Uncle Erhan. Om itu playboy yang masih punya cewek." Tukas Carina. "Om gak punya cewek." Sanggah Adskhan. "Lah itu, tante Anas?" "Dia bukan cewek Om." "Kalo bukan cewek Om. Kenapa dia bisa ada di rumah Om? Mana tadi pagi dia jelas-jelas ngangkat panggilan Qilla." "Itu karena dia yang maksa ke rumah Om. Bukan Om yang ngundang dia." Carina mengedikkan bahunya dengan gerakan tak acuh. "Pokoknya, Om lebih jahat dari kedua Unclenya Qilla yang lain. Kalo Om beneran mau sama Itan. Om tobat dulu jadi playboy, trus putusin cewek-cewek Om. Baru Carin dukung." "Tapi Om.." Carina mengangkat tangannya di depan wajah Adskhan. Meminta pria itu untuk berhenti menjelaskan. "Pokoknya syarat Carin itu. Titik." Jawabnya. Ia kemudian membawa komik-komiknya seraya menarik Syaquilla menjauh dari ayahnya. Cekikikan mereka yang sejak tadi ditahan kini mereka bebaskan tepat di hadapan kasir yang kini memperhatikan keduanya dengan bingung. "Carin ih, kamu jahat." "Udah, percaya sama aku. Rencana kita berhasil." Jawab Carina, keduanya melirik Adskhan yang berdiri cukup jauh dari mereka yang kini tampak menyugar rambutnya karena frustasi. Beberapa saat sebelum masuk toko. Carina : Nanti, di toko buku kalo aq bilang Itan cocok sama Om Yudhis dll, kamu iya-iya in aja. Qilla : Maksudnya? Carina : Buat manas-manasin Papa kamu. Qilla : Kenapa mesti dipanas-panasin? Carina : Kamu mau Itan jadi Mama Tiri kamu gak? Qilla : MAU!!! Carina : Makanya, cukup iya-iya aja. Qilla : Ok! ,?? Itulah rencana dua remaja itu sesaat sebelum keduanya memasuki toko buku. Setelah selesai membayar, Adskhan mengikuti kedua bocah itu kembali ke lantai dua tempat dimana Caliana saat itu berada. Gadis itu masih belum tampak batang hidungnya. Mungkin masih berada di ruangan bersama pria yang bernama Yudhis tadi. Carina dan Syaquilla sudah memilih tempat duduk mereka dan mulai membuka salah satu komik yang baru saja mereka beli. Mau tak mau Adskhan hanya bisa duduk di samping keduanya. Carina tampaknya memang sudah biasa datang ke tempat itu. Karena beberapa karyawan resto seringkali menyapanya, dan bahkan sejenak berbincang dengannya. Adskhan sebenarnya tidak ingin besar kepala, namun entah kenapa sepertinya saat ini para karyawan sengaja mendekat ke meja Carina karena ingin tahu tentangnya. Terbukti dari tatapan mata mereka yang ditujukan ke arahnya. Entah itu secara diam-diam atau pun secara langsung. "Om tunggu disini dulu ya. Carin mau cari Itan dulu." Ujar gadis itu sebelum beranjak meninggalkan meja mereka. Tinggalah kini dirinya berdua dengan Syaquilla. Bingung? Jelas saja. Meskipun mereka ayah dan anak, selama ini Adskhan tidak pernah berinteraksi langsung berdua dengan Syaquilla. Jadi ia sedikitnya merasa risih dan bingung harus memulai pembicaraan darimana. "Mmm..." Adskhan menggumam pelan. "Papa boleh tanya sesuatu?" Adskhan berusaha memulai percakapan. Demi Tuhan, bahkan saat ia mulai menggoda lawan jenis ketika ia masih remaja, rasanya tidak segugup ini. Tapi sekarang, di hadapan anak kandungnya sendiri Adskhan merasa begitu gugup. Syaquilla mendongak dari bacaannya. d**a Adskhan berdebar seketika. Ya Tuhan, bayi mungilnya kini tumbuh semakin besar dan juga begitu cantik. Adskhan meneliti wajah sang anak dengan perlahan. Alis hitamnya yang lebat melengkung sempurna mengikuti garis keturunan sang nenek. Matanya yang berbentuk almond memiliki bola mata cokelat keemasan jika berada di bawah cahaya. Hidung kecilnya yang lurus dan bibirnya yang penuh. Tidak ada sedikitpun jejak wanita itu yang tertinggal dalam diri anaknya. Hatinya terluka. Adskhan merasa bersalah saat itu juga. Begitu banyak waktu yang ia habiskan dengan menghindari sang anak hanya karena ia merasa kecewa pada wanita yang dulu pernah dicintainya yang berakhir mengkhianatinya dan meninggalkannya. Begitu banyak alasan yang ia buat hanya supaya ia bisa menjauh dari putri semata wayangnya ini. Dia benar-benar telah melakukan dosa besar. Menghukum bayi tak bersalah hanya karena bencinya pada sang mantan istri. Padahal Syaquilla nya tidak tahu apa-apa. Dan bahkan sampai saat ini putrinya itu tidak pernah sekalipun mengeluh. Atau sebenarnya dia banyak mengeluh, hanya saja keluhannya tak sampai ke telinga Adskhan? Ya. Anak mana yang tidak ingin mendapatkan kasih sayang orangtuanya. Semua anak juga menginginkannya. Dan setiap anak tidak bisa memilih orangtua. Jadi semuanya salah Adskhan karena telah lalai menjadi seorang ayah. Apakah ia bisa menebus semua kesalahannya? Tiga belas tahun? Tiga belas tahun waktu yang ia sia-siakan bersama putrinya sementara diluar sana banyak sekali pasangan suami-istri yang ingin memiliki anak. Namun Adskhan yang sudah memilikinya malah menyia-nyiakannya. Tenggorokannya tercekat dan matanya tiba-tiba memanas. Sungguh, rasanya hatinya begitu sakit. Jantungnya serasa diremas begitu kuat dan ditarik sekencang-kencangnya tanpa Adskhan tahu siapa yang melakukannya. Tuhan, apakah pertobatannya cukup? Tidak. Adskhan tahu bahwa tobatnya kepada Sang Pencipta tidaklah cukup. Ia tetap harus mengganti semua kesalahan yang telah dilakukannya pada sang anak. Dan janjinya dalam hati, bahwa selama sisa hidupnya ia akan sepenuhnya mendedikasikan dirinya pada putri sulungnya dan memberikan semua yang dibutuhkan sang anak. Ia akan mencintai Syaquilla seperti seharusnya ia lakukan sejak dulu. "Papa?" Syaquilla melambaikan tangannya di depan wajah Adskhan. Adskhan terenyak. Ia menoleh dan melihat tatapan bingung sang anak. "Papa mau nanya apa?" tanya gadis itu. Adskhan mengerutkan dahi. Ia hendak menanyakan apa tadi? Ia bahkan sudah melupakannya karena pikirannya melantur kesana kemari. "Maaf, Papa lupa." Ucapnya malu. "Tapi, apa Qilla butuh sesuatu yang lain? Maksud Papa, apa Qilla perlu membeli sesuatu yang lain yang selama ini Qilla mau tapi gak berani minta sama Papa?" tanyanya ingin tahu. Syaquilla mengerutkan dahi. Tampak sedang berpikir. Tapi kemudian ia menggeleng pelan. "Qilla rasa gak ada." "Nanti semisal ada sesuatu yang Qilla mau, Qilla jangan ragu buat minta langsung sama Papa. Gak perlu minta sama Granny atau Baba. Kamu langsung minta sama Papa aja, ya?" pintanya. Yang meskipun ditanggapi dengan kerutan dahi pada awalnya, namun sang anak mengangguk pada akhirnya. Carina dan Caliana datang tak lama kemudian. Kedua gadis yang tampak seperti adik kakak itu berjalan di samping pria tampan yang Adskhan tahu bernama Yudhis. Caliana dan Yudhis tampak masih berbincang meskipun lengan gadis itu tengah merangkul bahu sang ponakan. Ketiga orang itu sudah berada di dekat meja mereka. "Yudhis, kamu udah kenal Syaquilla kan? Ini Papanya. Namanya Adskhan." Caliana mengenalkan keduanya. Yudhis tersenyum dan mengulurkan tangan. "Yudhisitira." Salam pria itu dengan senyum ramah. "Adskhan." Balas Adskhan dengan raut dingin khas nya. Membuat Carina mengernyit melihatnya. "Om, Carin sama Qilla titip ini ya. Nanti habis nonton kita balik lagi kesini." Carina menyerahkan tas belanjaannya yang berisi komik ke arah Yudhis yang menerimanya masih dengan senyum ramahnya. Adskhan dibuat bingung olehnya. Pasalnya ia menduga, apa si Yudhis-Yudhis ini bermaksud mencari seorang produser iklan pasta gigi? Mereka berjalan keluar dari area resto. Carina memeluk lengan Caliana sementara Syaquilla berdiri dengan tegak di sampingnya. Dengan perlahan, Adskhan mencoba untuk merangkul bahu sang putri. Awalnya ia tahu putrinya itu membeku. Namun beberapa detik setelahnya, ia bisa merasakan tubuh mungil itu melemas dan menerima rangkulan Adskhan dengan senyum di wajahnya. Carina berjalan menuju food counter bioskop, Syaquilla mengikutinya dari belakang. Sehingga kini Adskhan berdiri di samping Caliana. Memperhatikan mereka berdua. "Terima kasih." Ujar Adskhan dengan bisikan yang pastinya masih bisa didengar Caliana. Gadis itu menoleh sekilas dengan dahi berkerut. "Untuk?" "Untuk semua ini. Untuk bersedia menerima Syaquilla. Dan untuk menyarankan Saya menjadikan Carina sebagai jembatan penghubung. Untuk menjadi temannya saat saya lalai." Ujarnya. Caliana hanya menganggukkan kepala. "Tidak masalah sebenarnya, Sir. Syaquilla anak yang baik. Saya nyaman dengannya. Dia bisa membawa diri dengan baik. Cukup dewasa untuk anak seusianya. Saya harap hubungan Anda dengannya bisa segera membaik dengan cepat." Doa Caliana, yang dibalas senyum Adskhan. "Saya benar-benar merasa berdosa selama ini karena telah mengabaikannya." Lanjutnya lirih. Adskhan sendiri heran dengan dirinya. Kenapa dia jadi pria yang banyak bicara di hadapan gadis di sampingnya ini. Padahal selama ini dia bukan orang yang suka memulai pembicaraan kecuali dengan keluarganya. Dan bahkan yang ia bicarakan dengan Caliana merupakan hal yang sensitif yang seharusnya tidak Adskhan bicarakan dengan sembarangan orang. Entah kenapa, Adskhan begitu ingin menceritakan banyak hal pada gadis itu. Bahkan tentang rahasia terdalamnya yang selama ini ia pendam. Namun ia berusaha menahannya. Ia tidak ingin Caliana melarikan diri dan merasa illfeel padanya. Saat ini, Adskhan sedang berusaha memperjuangkan hati dua gadis. Syaquilla dan Caliana. "Saya tidak tahu dan sebenarnya tidak ingin dan tidak perlu tahu alasan apa yang Anda miliki sampai mengabaikan Syaquilla selama ini. Hanya saja, saya rasa tidak perlu waktu lama bagi Anda untuk meluluhkan hati Syaquilla. Dia gadis yang sangat baik dan juga pemaaf dari apa yang saya perhatikan selama ini. Anda hanya perlu untuk menghabiskan banyak waktu dengannya. Mencoba mengenalnya dengan cara mendiskusikan hal-hal yang penting. Masukkan dia dalam setiap pembicaraan, terlebih jika itu menyangkut dirinya. Jangan membuat keputusan secara sepihak karena kita tidak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan. Dan jangan memaksanya untuk bicara jika dia merasa enggan untuk bicara." "Ya. Akan kucoba." Gumam Adskhan. Kedua remaja itu telah kembali dengan tiga popcorn ukuran besar dan empat minuman dingin di tangannya. "Itan, tolong dong." Carina menyerahkan salah satu minuman yang ada di tangannya kepada Caliana. Lalu menyerahkan satu minuman ke tangan Adskhan. Sementara Syaquilla menyerahkan satu box popcorn ke arah Caliana. "Papa?" tanya Adskhan. Bingung karena dirinya tak diberi. "Carina bilang, Papa sama Itan makan berdua aja. Toh gak bakalan abis. Gitu katanya." Jawab Syaquilla jujur. Tak ingin mendengar komentar Adskhan. Carina kini sudah berjalan menjauh seraya menarik lengan Syaquilla dengan tangan kosongnya. Sesampainya di depan pintu studio. Carina menyerahkan tiketnya ke arah wanita cantik berseragam penjaga pintu. Setelah tiketnya disobek. Carina menyerahkan dua tiket kepada Adskhan. "Kita pisah tempat duduk." Carina sengaja memesan tiket di jajaran paling belakang. Namun ketika Adskhan melihat tiket yang dipegang remaja itu. Mereka tampak duduk di kolom yang berbeda. "Kenapa jauhan kayak gini?" tanya Adskhan heran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN