Part 12

1251 Kata
Mereka membereskan peralatan makan dan kembali ke dalam rumah. Hampir pukul delapan malam saat mereka meletakkan cucian ke dalam bak cuci piring. Tanpa diperintah Carina dan Syaquilla langsung mencuci piring kotornya. "Udah tinggalin aja, biar nanti Carina yang nyuci. Kasihan Papa kamu, bete." "Ih Itan mah kejam. Biarin dong Qilla bantuin Carin. Itu namanya tanggung jawab bersama." Ucapnya yang dijawab anggukan Syaquilla. "Itan yang harusnya sopan sama tamu. Kasih minum kek, bukannya malah ngusir." Gerutunya dengan suara keras yang pastinya didengar oleh Adskhan yang duduk di ruang keluarga yang memang tak bersekat itu. Caliana mengangkat sebelah alisnya memandang sang keponakan dengan tatapan mengejek, namun mengikuti saja instruksi Carina. "Sir, mau minum apa?" tawarnya pada pria yang tengah duduk di ruang tamunya dengan mata terfokus pada ponsel. "Tidak usah, terima kasih.” Tolak pria itu, sejenak mengangkat kepala sebelum kembali pada layar ponselnya. Namun Caliana menyuguhkan teh manis hangat ke hadapannya. "Saya tinggal sebentar ya." Ucapnya lalu masuk ke dalam kamar. Ia duduk di depan meja rias dan membuka handuk kecilnya karena rambutnya sudah mulai mengering. Menyisirnya pelan sebelum kemudian mengenakan vitamin rambut ke seluruh permukaannya. Setelahnya ia keluar kamar dan mendengar Carina sedang berbicara pada ayah sahabatnya. "Ya udah, traktir kita aja. Kan weekend mau nonton. Om yang bayarin. Tapi sama makannya juga. Sama popcorn sama minumnya juga." Cerocos remaja itu tanpa tahu malu. Caliana yang mengerti arah pembicaraan hanya bisa mengerutkan dahi mendengarnya. Dia harus menegur keponakannya itu nanti, gumamnya dalam hati. "Oke, deal!" Suara Adskhan mengiyakan. Dan sepertinya pria itu sudah memulai pendekatannya pada sang putri tanpa menunggu jawaban Caliana. Bukannya berjalan menuju ruang tamu, Caliana memilih untuk duduk di meja bar dan membuat teh manis hangat untuk dirinya sendiri. sementara telinganya mendengarkan. "Qilla selain mau nonton mau kemana lagi?" Pria itu kini terdengar bertanya pada si buah hati. "Ke toko buku?" Jawab Syaquilla ragu. "Oke. Kemanapun nanti biar Papa yang antar." Jawabnya yang mendapat anggukan antusias dari sang putri. Mungkin menyadari Caliana sudah berada tak jauh dari mereka, Carina bersuara. "Itan, katanya Om Adskhan mau traktir kita sabtu nanti." Umumnya dengan suara lantang. Caliana memutar kursinya dan menghadap langsung ke arah ruang tamu. Ia dengan sengaja mengedikkan bahu dengan gaya dramatis sebelum menjawab. "Ya, lumayan. Seenggaknya Itan gak mesti nguras dompet. Secara kalian kalo jalan suka banyak maunya." Sindirnya pada sang keponakan. Syaquilla terkekeh mendengar ucapan Caliana. Sementara Carina mencebik. "Iihhh, Itan kok gitu sih. Jangan terlalu jujur kalo jadi orang." "Dimana-mana orang itu harus jujur." Sela Caliana. Carina memandang tantenya dengan pandangan menegur. "Ssttt.. kalo untuk kebaikan, bohong juga gak apa-apa. Itu kata uncle." Mendengar kata ‘Uncle’ membuat Adskhan mengernyit. Kenapa nama itu terus menerus Carina sebutkan? Siapa sebenarnya pria itu? Kekasih Caliana? Tanyanya dalam hati. Caliana tampak memutar bola mata. "Kalo yang jelek jangan diturut. Kamu tuh ya, ngambilnya yang nguntungin aja." Ejek Caliana. Gadis yang disindirnya itu hanya mencibir sambil mengangkat bahu. Semua alat makan dan alat masak sudah tersimpan rapi di tempat penirisan. Namun tampaknya Carina masih tidak mengijinkan sahabatnya untuk pergi. Dia malah menawari Syaquilla untuk menyeduh s**u. Syaquilla yang juga tampak enggan untuk pulang malah mengiyakan begitu saja. Tanpa mereka sadari dua orang dewasa yang ada disana justru merasa canggung dan risih. "Papa, Qilla ngerjain PR nya disini aja ya, sekalian." Pinta putrinya dengan malu-malu. Enggan namun juga ingin mengiyakan di saat yang bersamaan, akhirnya Adskhan memutuskan untuk mengiyakan saja. "Om santai aja. Anggap rumah sendiri." Ujar Carina layaknya pemilik rumah. Caliana yang masih duduk di kursi bar hanya memandangnya dengan tatapan tak percaya. Carina, bocah itu sangat jauh berbeda dengan kedua orangtuanya. Sebenarnya ibunya itu mengidam apa saat hamil Carina dulu? Kedua remaja itu lalu masuk ke dalam kamar dan menutupnya. Membiarkan kedua orang dewasa yang ada di sana saling tatap dengan bingung. "Maaf, Sir." Ujarnya karena tak ada lagi yang bisa ia katakan. "Anda suka camilan? Mama saya pembuat kue yang enak." Caliana membuka lemari di bawah meja bar dan mengeluarkan dua toples berisi kue yang berbeda. Adskhan memilih untuk beranjak mendekat dan duduk di kursi bar di hadapan Caliana. "Ini nastar, tapi isinya bukan nanas. Isinya abon. Dan ini kue coklat kacang, bahannya kacang tanah. Takutnya Anda ada alergi kacang." "Alhamdulillah, saya gak punya alergi." Jawab Adskhan dan mengambil nastar berisi abon yang ditawarkan Caliana. "Ini sangat enak." Pujinya tulus. "Nanti saya sampaikan sama Mama. Mau minum yang manis lagi?" tawarnya. Adskhan menggelengkan kepala. "Tawar saja." Ucapnya. Caliana mengangguk dan kembali menyeduh air teh hangat. "Jadi, sudah mulai pendekatan?" Tanyanya sambil meletakkan teh hangat di depan Adskhan. Pria itu mengangguk. "Beruntungnya, Carina sangat membantu." Akunya tulus. "Salah satu cara pedekate paling ampuh ya memang dengan mendekati temannya, bukan begitu?" Adskhan kembali mengangguk mengiyakan. "Jadi weekend ini saya bisa santai urusin kerjaan." Gumam Caliana lagi. "Saya masih butuh bantuan kamu." Jawab Adskhan kaku. Caliana mengernyitkan dahi. “Saya rasa itu tidak perlu. Carina sudah cukup membantu. Malah akan sangat membantu.” Jawab Caliana apa adanya. Adskhan menggelengkan kepala pelan. "Masih canggung rasanya kalau misalkan kami pergi bertiga. Takutnya malah jadi kambing conge mereka saja. Setidaknya kalau ada orang dewasa lain, saya tidak terlalu kaku." "Kenapa tidak ajak pacar Sir saja?" Adskhan mengerutkan dahi. "Pacar?" tanyanya bingung. "Iya, wanita yang saat itu saya lihat bersama Sir di lift." Caliana mengingatkan. "Anastasia maksud kamu?" Tanya Adskhan. Caliana mengangkat bahu. “Apa ada daftar yang lain?” tanyanya tanpa maksud menyindir. Kerutan di dahi Adskhan semakin dalam. Apa itu berarti gadis itu tengah cemburu? Tanyanya dalam hati. Seketika perasaannya membuncah seketika. Namun kembali lagi pada Anastasia. Adskhan bahkan tidak pernah mengingat nama itu setelah pertemuannya dengan Caliana di kantor pusat tempo lalu. Dan wanita itu juga tidak pernah terlihat karena sibuk dengan pekerjaan modelnya di luar kota. Lebih daripada itu, ia dan Anastasia tidak memiliki hubungan pribadi, meskipun mungkin begitulah anggapan orang-orang atas hubungan mereka. "Menurut saya, lebih baik Sir mendekatkan mereka berdua.” Ucap Caliana yang membuat Adskhan kembali pada kesadarannya. “Itu lebih efisien. Di satu sisi, Anda bisa kembali dekat dengan wanita itu, dan disisi lain, wanita itu bisa membantu Anda untuk dekat dengan putri Anda.” Saran Caliana. Dan itu mau tak mau membuat Adskhan berjengit. Saran Caliana justru hendak Adskhan gunakan untuk mendekati gadis itu sendiri. bukan untuk mendekati wanita lain. Adskhan menggelengkan kepala mendengar ucapan Caliana. “Jika Anda mengkhawatirkan suasana yang kaku, itu tidak perlu. Karena jelas Carina bisa membantu kalian untuk bisa saling dekat." Lanjutnya. Bahkan dengan santainya gadis itu mencomot kue nastar yang tadi ia sajikan untuk Adskhan. "Seharusnya anak anak itu menjadi mak comblang saja, kerjanya lumayan bagus." Kekeh Caliana geli. Adskhan mengangguk setuju akan pernyataan terakhir itu, bukan atas saran Caliana untuk mendekatkan Anastasia dengan Syaquilla. Setengah jam selanjutnya berlalu dengan pembicaraan mengenai hal umum yang mereka tahu. Urusan pekerjaan dan juga prospek usaha yang sedang ramai saat ini. Sampai akhirnya kedua remaja itu muncul dengan wajah berseri. "PR nya udah beres, Pa." Syaquilla mendekat ke tempat duduk ayahnya. "Itan, Qilla mau. Boleh minta." Tunjuknya pada toples kue yang ada di hadapannya. Caliana mengambil kotak makanan dari nakas dan memberikannya pada Syaquilla. Gadis itu tersenyum dan mulai memasukkan kue itu ke dalam kotak. Keduanya pamit tak lama kemudian. Setelahnya Carina dan Caliana mengunci pintu dan menutup semua gorden jendela. "Besok Pak Diman disuruh jemput gak?" Tanya Caliana seraya membereskan toples dan gelas yang tadi mereka gunakan. "Jemput, Tan." "Ya udah, tidur sana. Jangan sampe telat subuh." Perintahnya yang dijawab dengan gerakan hormat keponakannya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN