Ruang kerjanya tampak ramai ketika Caliana dan Gita kembali selepas makan siang. Para karyawan wanita tampak berkerumun dalam satu kubu, memperhatikan benda persegi yang semua orang jelas tahu apa.
"Ngapain sih loe pada? Ngegosip ya? Bukannya malah kerja." Gita berkomentar. Seperti halnya Caliana, Gita pun enggan memasuki kerumunan itu dan memilih untuk duduk di kursinya dan menekuni pekerjaannya.
"Ini, Git. Gosip hangat." Jawab salah satu rekan se-divisinya. "Katanya disini si model Anastasia udah putus sama pengusaha ternama yang selama ini menjadi kekasihnya.” Gita mendekat dan membaca artikel yang dibaca oleh temannya itu. “Udah jelas kan kalau dia itu selama ini kencan sama Sir Adskhan. Tapi kenapa gosip bilang mereka putus, sementara hubungan mereka berdua kayaknya lagi panas-panasnya gitu.”
Gita kembali menegak dan mengedikkan bahu. Entah itu berarti dia tak tahu atau tak peduli.
“Ya udah sih, ngapain loe-loe pada yang ribut urusin kehidupan pribadi seleb sih?” gerutunya. “Yang loe-loe pada bicarain ini masalah big boss loh. Loe-loe pada mau dipecat karena ketahuan gosipin atasan? Gue sih ogah.” Ucapnya seraya kembali duduk ke kursinya, sementara Caliana sudah duduk di sana lebih dulu. “Lagian emang artikel yang loe baca bakalan ngasih loe makan? Kagak kan? Ya udah, balik kerja lagi sana. Kalo kalian lupa, Sir Adskhan itu ruangannya satu lantai sama kita." Ucapnya mengingatkan.
Para karyawan yang di d******i wanita itu langsung ketar-ketir meninggalkan kerumunan dan kembali ke mejanya masing-masing. Nareta yang kebetulan duduk di samping Gita tampaknya masih penasaran, karena pertanyaan gadis itu berlanjut.
"Tapi menurut loe, mereka beneran putus gak sih? Kalo iya, kenapa juga tuh Anastasia ada disini sekarang?" Bisiknya pada Gita.
"Putus ataupun enggak, loe mau apa? Biarin aja keles. Itu urusan mereka yang kaya. Mau sama siapa kek, hubungannya apa kek. Gak usah ikut campur. Yang penting kita mah dapet gaji aja." Gita menjawab dengan nada datarnya. Nareta yang merasa umpannya tak terbalas malah mencebik dan kembali pada pekerjaannya.
Ketika si pemilik nama melewati area mereka, seolah terhipnotis kepala mereka semua terangkat memandang sang atasan. Tampaknya yang dipandang merasakannya. Karena langkahnya terhenti dan menoleh ke ruangan mereka. Semuanya tampak kembali pada pekerjaannya, berpura-pura sibuk. Yang membuat mereka terlihat mencurigakan. Di saat bersamaan Caliana mendongak. Matanya saling bersiborok dengan tatapan Adskhan.
"Ada yang bisa saya bantu, Sir?" Tanyanya heran.
Adskhan memandangnya sejenak. "Bisa ke ruangan saya?" Nadanya terdengar tajam. Caliana hanya mengangguk. Ia mengikuti pria itu ke ruangannya.
Caliana membawa notebook dan juga bolpoinnya sebelum berjalan mengekori Adskhan. Pria itu membuka pintu ruangannya lebar-lebar, membiarkan Caliana masuk terlebih dulu sebelum menutupnya. Caliana berdiri di depan meja itu tanpa sedikitpun berniat untuk duduk. sementara Adskhan dengan santainya melewati mejanya, membuka kancing jasnya dan menggantungkannya disana.
Adskhan berbalik, duduk di kursi kebesarannya tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari Caliana yang hanya menatapnya dengan wajah datar. Sekarang dia bingung harus mengatakan apa. Karena sebenarnya dia memanggil Caliana ke kantornya tanpa alasan.
Adskhan berdeham. "Apa yang terjadi di ruangan kalian?" Hanya itu satu-satunya pertanyaan yang terbesit dalam kepalanya. Bodoh memang, tapi ia memilih mengucapkannya saja daripada dirinya merasa lebih malu.
"Maksudnya, Sir?" Caliana mengerutkan dahi.
"Aku merasa ada yang aneh dengan rekan-rekan mu. Gerak-gerik mereka tampak mencurigakan." Jawab Adskhan lagi.
Caliana mengangguk mengerti. "Mereka hanya penasaran, Sir."
"Penasaran karena apa?" Niatannya untuk mengajukan satu pertanyaan kini malah berujung pada pertanyaan lainnya.
"Mereka baru saja membaca artikel tentang model bernama Anastasia. Mereka menduga pria yang sedang digosipkan dengan Anastasia adalah Anda. Mengingat beberapa waktu ini beliau sering datang kesini." Jawab Caliana apa adanya.
"Aku tidak punya hubungan apa-apa dengan Anastasia." Suara Adskhan terdengar dingin.
“Sekarang.” Jawab Caliana pelan.
“Maksudnya?”
“Dalam kolom gosip itu memang dikatakan bahwa Anastasia memang sudah putus dari kekasihnya.” Jawab Caliana apa adanya.
“Tapi saya dan Anastasia memang tidak punya hubungan apa-apa sejak awal. Semua itu hanya masalah bisnis.” Jawab Adskhan lagi. Dia benar-benar ingin mengklarifikasikan hal itu pada Caliana. Ia tidak mau gadis yang berdiri di hadapannya itu salah paham.
Bukannya tampak senang dengan penjelasan Adskhan. Caliana malah memandang Adskhan dan mengedikkan bahu dengan sikap tak acuh. “Saya rasa, hubungan antara Anda dengan Anastasia atau siapapun bukan urusan saya, Sir.” Jawabnya datar. “Kalau Anda perlu mengklarifikasi hubungan Anda, mungkin bisa Anda katakan di depan anak-anak yang lain yang memang merasa penasaran.” Lanjutnya lagi.
“Kalau begitu, kamu wakili saya menjawab pertanyaan mereka.” Pinta Adskhan.
Caliana menggelengkan kepala. “Maaf, Sir. Tapi itu bukan job desc saya. Mungkin saya bisa membantu memanggil Humas kemari dan mereka bisa menyelesaikan urusan Anda. Lagipula, saya tidak mau timbul pertanyaan lain dari anak-anak tentang kenapa saya yang memberikan klarifikasi tersebut.” Jawabnya masih dengan nada datarnya.
“Ana.”
“Diluar jam kerja, saya memang bersedia membantu Anda demi Syaquilla. Tapi di kantor ini, saya dan Anda tak lebih dari atasan dan bawahan. Dan mengenai poin itu, saya sarankan lebih baik Anda menjelaskan lebih detail lagi pada Syaquilla. Karena yang lebih banyak terpengaruh tentang hubungan Anda dengan Nyonya Anastasia itu adalah Syaquilla.”
Mendengar nama anaknya disebut, Adskhan semakin mengerutkan dahi. Semua yang dikatakan gadis itu tidak salah. Dan bahkan seratus persen benar. Dia dan gadis itu hanya atasan dan bawahan. Gadis itu bukan bagian humas yang harus mengklarifikasi masalah ke khalayak umum. Tapi dia ingin menekankan pada gadis itu bahwa dirinya dan Anastasia tidak memiliki hubungan apa-apa. Namun fakta tentang Syaquilla dan tanggapan putrinya itu semakin menohoknya.
Kenapa dia tidak memikirkan perasaan Syaquilla. Padahal Caliana sudah menekankan hal ini pula sejak akhir pekan lalu. Kenapa ia tidak mencoba menjelaskan pada Syaquilla tentang perasaannya. Padahal jelas kemarin dia meminta putrinya dan juga sahabatnya untuk mendekatkannya dengan Caliana.
Pria macam apa dia. Ayah macam apa dirinya?
"Kalau tidak ada lagi yang hendak dibicarakan, saya undur diri, Sir." Ucapan Caliana membuyarkan pikiran Adskhan. Dia memandang Caliana dan refleks menganggukkan kepala. Tanpa basa-basi Caliana meninggalkan ruangan. Di saat bersamaan seseorang berdiri di luar dan hendak mengetuk pintu. Direktur keuangan mereka memandang Caliana dan Adskhan bergantian. Caliana mengangguk sebagai sapaan sebelum melanjutkan langkahnya.
Ruangan senyap saat Caliana berjalan ke kubikelnya. Perhatian orang-orang jelas tertuju padanya. Mata mereka menyiratkan tanya. "Ada apa?" Gita lah yang pertama menyuarakan pertanyaannya, mewakili rekan-rekannya.
"Apanya yang apa?" Caliana balik bertanya. Ia kembali menarik kursinya dan kembali menghadap komputernya.
"Sir Adskhan, dia manggil kamu ke ruangannya. Ada apa?" Nareta kini menatapnya ingin tahu. Tak memedulikan pekerjaannya yang sepertinya menumpuk itu.
Caliana mengangkat bahu sebelum menjawab. Nadanya ia buat sedikit lebih keras supaya taj perlu lagi mengulang jawaban. "Dia bilang, siapapun yang bergosip tentangnya,jangan harap mendapatkan bonus akhir tahun. Dan karena dia tahu aku yang tidak bergosip tentangnya, delapan persen bonus kalian akan jadi milikku." Jawabnya dengan senyum culas di wajahnya. Nareta memekik. Ia tidak terima dengan pernyataan Caliana.
"Itu beneran?" Gita berbisik ke arah Caliana. Caliana hanya mengangguk. Mencoba menahan tawa kala melihat Gita melotot ke arah Nareta. Menyalahkan rekannya itu karena menjadikan Gita turut berkomentar atas gosip yang mereka bahas.
Caliana memilih untuk kembali fokus pada pekerjaannya.
Sore menjelang. Caliana sudah membenahi tas nya dan bersiap untuk pulang. Ponselnya berdering begitu saja dan menunjukkan nama Yudhis disana. Dahi Caliana berkerut seketika. "Ya?" Ia menjawab panggilannya.
"Kamu dimana? Masih di kantor?" Tanyanya.
"Hu'um. Baru mau balik. Kenapa?"
"Ada undangan nikahan dari salah satu supplier. Aku lupa ngasih tau. Acaranya malam ini pula." Terdengar suara hiruk pikuk dapur sebagai latar belakang Yudhis. Pria itu pasti berada di area dapur cafe mereka.
"Nikahan siapa? Anaknya apa suppliernya?" Tanya Caliana lagi. Ia sudah mematikan komputernya dan bersiap pulang. Ia tengah meraih tasnya dan meninggalkan meja ketika Yudhis menjawab.
"Gila aja. Masa iya Haji Thoriq kawin lagi. Udah pasti anaknya lah yang nikah." Yudhis tak menyembunyikan tawanya. "Acaranya di gedung serbaguna. Kalo kamu mau dateng, aku kasih undangannya."
"Trus, aku dateng sendiri?" Ia berdiri di depan lift yang tengah turun mengantarkan karyawan yang sudah pulang lebih dulu. Saat itu terlihat sosok Adskhan mendekat. "Jemput aja kerumah. Jam 7 juga udah siap." Disaat bersamaan Adskhan sudah berdiri di sampingnya.
"Oke. Pake batik yang itu ya. Biar couple-an."
"Oke. Awas, jangan telat."
“Iya, dandan yang cantik juga ya. Jangan sampe malu-maluin yang bawa.”
“Iya, ganteng. Aku bakalan dandan yang cantik supaya kamu gak malu.” Jawab Caliana seraya memutar bola mata. “Pokoknya jangan telat.”
"Iya, beib. Jam 7 teng. Janji." Jawab Yudhis lagi sebelum sambungan telepon terputus. Suara jawaban Yudhis yang samar-samar terdengar di telinga Adskhan membuat pria itu mengangkat sebelah alis.
"Ada janji?" Tanya pria itu datar. Caliana mendongak ke arah kanannya. Memandang Adskhan sebelum menganggukkan kepala. "Saya pikir malam ini kamu ada janji makan malam sama anak-anak." Pria itu berasumsi.
"Enggak, Sir. Saya gak punya janji sama anak-anak. Saya udah ada janji sama Yudhis malam ini." Jawabnya. Tepat ketika pintu lift terbuka. Mereka masuk ke dalam. Hanya Caliana dan Adskhan yang ada di dalamnya. Karena memang lantai mereka merupakan lantai teratas gedung. Suasana kembali hening saat Caliana menutup lift.
"Apa kamu ada hubungan sama Yudhis?" Tanya Adskhan tak lama kemudian.
"Tentu saja. Kalau kami tidak punya hubungan, saya sama dia tidak mungkin saling berkomunikasi.” Jawab Caliana masuk akal.
“Maksud saya, apa kalian punya hubungan khusus?”
Caliana mengedikkan bahu. “Maaf, Sir. Saya rasa saya tidak punya kewajiban menjawab pertanyaan Anda." Ucapnya yang membuat Adskhan mengernyit.
"Kita sudah berada diluar jam kantor, Ana. Kurasa tidak ada salahnya membicarakan masalah pribadi." Jawab Adskhan lagi. Ia menoleh memandang Caliana. Gadis itu tersenyum manis seraya menggeleng.
"Justru disitulah masalahnya, Sir. Kita diluar pekerjaan, dan tidak sepantasnya kita membicarakan masalah pribadi. Urusan Anda dengan saya hanya berputar pada Carina dan Syaquilla. Diluar itu, saya rasa tidak perlu membahas hal yang lain. Terlebih urusan pribadi saya."
"Tapi Saya ingin tahu." Jawab Adskhan dingin.
"Dan bukan kewajiban saya untuk menjawab keingintahuan Anda, Sir." Pintu lift terbuka, beberapa orang masuk dan Caliana membuat jarak antara dirinya dan Adskhan.
Adskhan kehilangan kata. Kenapa juga disaat seperti ini orang-orang itu malah bermunculan. Masih banyak yang ingin ia katakan pada Caliana.
Caliana turun di lantai satu, bersamaan dengan karyawan lainnya. Adskhan turun terakhir dan setelahnya ia kehilangan jejak Caliana. Perjalanannya ke rumah tiba-tiba terasa amat panjang. Padahal ia sudah tidak sabar ingin segera sampai. Ada sesuatu yang harus dia lakukan. Ada hal yang harus ia tanyakan pada Syaquilla dan sahabat putrinya itu.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Cerita ini akan memiliki bab yang panjang dan "berbelit-belit" karena konsepnya memang dibuat seperti itu ya readers,, jadi yang suka cerita yang ekspres, melipir ke Erhan ya.