Meski sudah ditolak mentah-mentah dan bahkan diusir oleh anaknya, Ardan tetapi membuntuti Luna dan Cio. Ke mana pun Luna dan Cio pergi, ia selalu mengikuti dari belakang. Tidak peduli meskipun Cio menangis atau marah-marah, Ardan tetap memasang wajah datar. "Kamu nggak boleh ikut!" seru Cio yang tiba-tiba berbalik dan memukul Ardan yang mengikuti di belakangnya. Luna menghela napas panjang. Ia sudah lelah, lelah menegur Cio dan juga lelah menegur Ardan. Mereka berdua sama saja, sama-sama keras kepala dan tidak mau kalah. Ya, namanya juga Bapak dan anak. Meskipun yang satu belu mau mengakui, darah mereka tetap sama. "Udah, ih," kesal Luna. "Tuh, lihat, kamu mau mainan yang mana?" Ia menggandeng Cio menuju toko mainan. Sebenarnya, ia enggan, tapi supaya bocah itu tidak berisik lagi, ia t