Entah sejak kapan Isla berdiri di depan pintu Ruang Dokter Traumatologi. Yang pasti, ia nyaris mendengar semua perkataan perempuan yang tak dikenalinya itu. Meskipun ia melihat langsung sikap Zhen yang tak ambil pusing, namun menangkap langsung ucapan cinta dari perempuan lain untuk Zhen dengan telinganya, sungguh membuat Isla tak nyaman. Zhen yang mendapati wajah kaku sang tunangan bergegas mendekat. Kedua tangannya terulur, walau tak membentang. Ia merengkuh pinggang Isla, “Isla....” Memaksa kekasihnya beradu pandang. “Mas....” lirih Isla seraya menggerakkan telunjuknya di depan Zhen, meminta Zhen mendekat. Zhen memapas jarak. Kini pipi kirinya dan pipi kanan Isla menempel sempurna. Isla mengangkat sebelah tangan, menutupi bibirnya yang berbisik di telinga Zhen. “Waktu kita berte