“Mas jangan bilang gitu. Isla ga nyalahin, Mas.” “Ayo kita rencakan sebaik mungkin. Kita fokus dulu dengan rencana koas kamu. Kalau satu tahun pertama bisa kamu lewati dengan baik, baru kita bikin baby. Gimana, boo?” Isla menarik tubuhnya dari pelukan Zhen, menatap kedua iris mata sang suami yang terlihat sendu. Ya, tak hanya Isla yang mengharapkan kehamilan pertama mereka lancar, Zhen pun berharap demikian, dan kini Zhen juga merasa kehilangan yang sama besarnya dengan apa yang Isla rasa. *** Enam bulan kemudian. Apa yang direncanakan juga dibayangkan Zhen dan Isla ternyata tak seperti kenyataannya. Mereka pikir mudah, nyatanya cukup merepotkan. Zhen memiliki jam praktek di sebuah rumah sakit di pusat kota Jogja dua kali seminggu. Sementara di RSPI ia meluangkan waktu satu bul

